AKHI, KENAPA ENGKAU BIARKAN SAUDARAMU DALAM KESULITAN ??

JIKA INGIN DITOLONG ALLAH TA’ALA MAKA TOLONGLAH SAUDARAMU.

يسم الله الرحمن الرحيم

tolong2Sudah menjadi harapan dan keinginan setiap manusia, khususnya muslim untuk selalu mendapat pertolongan dan bantuan dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Bantuan mendapatkan kesembuhan dan kesehatan dikala seseorang sedang sakit. Bantuan mendapatkan rizki cukup diwaktu ia ditimpa kefakiran dan kemiskinan. Bantuan mendapatkan ilmu dan pengetahuan dikala ia tidak tahu dan dalam kebodohan. Bantuan mendapatkan keamanan dan kenyamanan disaat ia dihinggapi rasa takut dan kekhawatiran, dan lain sebagainya.

Namun mendapat pertolongan dan bantuan dari Allah ta’ala itu tidak sesuai dengan kehendak manusia. Sebab Allah ta’ala dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah menetapkan terwujudnya pertolongan-Nya itu dengan suatu syarat yakni orang tersebut juga selalu bersedia menolong saudaranya. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam dalil hadits berikut,

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam,

وَ اللهُ فىِ عَوْنِ اْلعَبْدِ مَا كَانَ اْلعَبْدُ فىِ عَوْنِ أَخِيْهِ

 “Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya”. [HR Muslim: 2699, at-Turmudziy: 1930, 1425, 2945, Abu Dawud: 4946, Ibnu Majah: 225 dan Ahmad: II/ 252, 296, 500, 514. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Shahih]. [1]

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Pemberian pertolongan seorang hamba terhadap saudaranya itu dapat menyebabkan pertolongan Allah kepada hamba tersebut”. [2]

Berkata asy-Syaikh Muhammad bi Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Bahwa Allah ta’ala menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya. Di dalam hadits ini terdapat motivasi untuk menolong saudaranya dari kaum muslimin di dalam segala yang perkara yang mereka butuh pertolongan. Sehingga dalam perkara mendahulukan kedua sandal bagi saudaranya tersebut, mempersilahkannya untuk naik kendaraan dan mendekatkan permadaninya untuknya dan selainnya. Namun motivasi menolong saudaramu yang muslim itu terikat dengan perbuatan baik dan ketakwaaan. Hal ini karena firman Allah ta’ala ((Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa. QS al-Maidah/ 5: 2)). [3]

Jadi pertolongan itu Allah ta’ala itu akan diberikan kepada setiap hamba yang ringan tangan mengulurkan bantuan kepada saudaranya yang muslim dalam perkara-perkara yang mengandung kebaikan dan ketakwaan.

Faidah Hadits,

1). Allah Subhanahu wa ta’ala memiliki sifat menolong, [QS Ghafir/ 40: 51, Rum/ 30: 47 dan selainnya] dan Allah ta’ala adalah Sebaik-baik penolong.

            Hadits di atas menjelaskan salah satu sifat Allah ta’ala adalah Penolong, yakni menolong para hamba-Nya yang berhak dan membutuhkan pertolongannya, baik di dunia, alam barzakh ataupun kelak pada hari kiamat. Ayat-ayat alqur’an banyak memaparkan sifat Allah ta’ala yang mulia ini di dalam beberapa tempat.

      فَإِن تَوَلَّوْا فَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ مَوْلَاكُمْ نِعْمَ اْلـمَوْلَى وَ نِعْمَ النَّصِيرُ

Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwasanya Allah adalah Pelindungmu. Dia adalah Sebaik-baik pelindung dan Sebaik-baik penolong. [QS al-Anfal/ 8: 40 dan yang semakna al-Hajj/ 22: 78].

Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “(Dan Sebaik-baik penolong) yaitu Penolong bagi kalian selama kalian menjadi wali-wali-Nya yang kalian hidup di atas keimanan dan ketakwaan”. [4]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن تَنصُرُوا اللهَ يَنصُرْكُمْ وَ يُثَبِّتْ أَقْدَامَكًمْ

Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. [QS Muhammad/ 47: 7].

Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah sebagai sesembahannya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad sebagai rosulnya, jika kalian menolong Allah dengan cara menolong agama-Nya, nabi-Nya dan para wali-Nya niscaya Allah akan menolong kalian dan menjadikan kemenangan bagi kalian dan juga akan meneguhkan langkah-langkah kalian di setiap peperangan yang kalian menjumpai kaum musyrikin dan kafirin. Ini adalah janji dari Allah ta’ala yang telah Ia sempurnakan untuk para hamba-Nya yang beriman di dalam sejarah jihad di jalan Allah”. [5]

Yakni jika kalian menolong Allah ta’ala yakni membela dan menegakkan agamanya dengan bentuk melaksanakan berbagai perintah-Nya, meninggalkan berbagai larangan-Nya dan membenarkan berbagai kabar dari-Nya maka Allah Jalla Dzikruhu akan membantu kalian dengan memberi kemenangan dan kejayaan serta akan meneguhkan langkah-langkah kalian. Melaksanakan berbagai perintah-Nya di antaranya adalah menolong saudaranya yang muslim ketika butuh bantuan darinya.

2). Yang berhak mendapatkan pertolongan Allah Jalla wa Ala adalah setiap hamba yang suka menolong saudaranya.

            Yakni siapapun hamba muslim yang memberikan bantuan dan pertolongan kepada saudaranya dalam kebaikan dan ketakwaan berupa bantuan makanan, pakaian, harta, ilmu, tenaga dan pengobatan untuknya. Atau menjaga dan membela kemuliaannya, memberi tausiyah dan semangat baginya, memberi biaya pendidikan bagi anak-anaknya, dan selainnya maka Allah Azza wa Jalla kelak akan membalas kebaikannya dengan bentuk memberi bantuan untuknya pada saat ia sangat membutuhkan bantuan dari-Nya. Atau Allah ta’ala akan membantunya kelak disaat ia butuh pertolongan dari-Nya di alam barzakh dari fitnah dan adzab kubur atau pada hari kiamat dari berbagai kesulitan dan adzab neraka.

Apalagi jika hamba muslim tersebut memiliki sifat dan kebiasaan yaitu berusaha untuk memenuhi segala hajat kebutuhan saudaranya sebaik-baiknya tanpa diminta atau diperingatkan. Maka Allah ta’ala niscaya akan memenuhi segala kebutuhannya di dunia dan kehidupan sesudahnya. Dan janji Allah Azza wa Jalla adalah benar dan pasti akan dipenuhi bagi orang yang berhak mendapatkan janji-Nya.

Dari Ibnu Umar radliyallahu anhuma bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

      وَ مَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيْهِ كَانَ اللهُ فِى حَاجَتِهِ

             “Dan barangsiapa yang berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah juga akan berusaha memenuhi kebutuhannya”. [HR al-Bukhoriy: 2442, 6951, Muslim: 2580, Abu Dawud: 4893, at-Turmudziy: 1426 dan Ahmad: II/ 91. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [6]

            Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Berusaha untuk memenuhi keperluan kaum muslimin dan melonggarkan kesedihan mereka merupakan upaya mendekatkan diri kepada Allah dan menjadi penyebab di dalam terpenuhinya kebutuhan hamba tersebut, dilonggarkan kesedihan dan dilenyapkan kedukaannya”.

            Berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Yakni, sesungguhnya engkau jika berusaha memenuhi kebutuhan saudaramu dan membantunya di dalam memenuhi kebutuhannya tersebut maka sesungguhnya Allah ta’ala juga akan menolong dan membantumu di dalam kebutuhanmu sebagai suatu pembalasan yang cukup bagimu”. [7]

            Begitu pula, seorang muslim wajib menolong saudaranya ketika saudaranya itu dicela, dihujat, digunjing atau difitnah habis-habisan oleh orang lain. Dengan cara menegur para pencelanya, menghentikan kegiatan buruk tersebut, meluruskan celaan atau gunjing tersebut semampunya, mengajak untuk tabayyun kepada saudaranya yang dicela atau digunjing tersebut dan selainnya. Maka dari sebab sikap baik tersebut, kelak Allah ta’ala akan membela dan menolongnya di waktu dan tempat ia membutuhkan pertolongan-Nya.

            Dari Jabir dan Abu Thalhah radliyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنِ امْرِئٍ يَخْذُلُ امْرَءًا مُسْلِمًا فىِ مَوْطِنٍ يُنْتَقَصُ فِيْهِ مِنْ عِرْضِهِ وَ يُنْتَهَكُ فِيْهِ مِنْ حُرْمَتِهِ إِلاَّ خَذَلَهُ اللهُ تعالى فىِ مَوْطِنٍ يُحِبُّ فِيْهِ نُصْرَتَهُ وَ مَا مِنْ أَحَدٍ يَنْصُرُ مُسْلِمًا فىِ مَوْطِنٍ يُنْتَقَصُ فِيْهِ مِنْ عِرْضِهِ وَ يُنْتَهَكُ فِيْهِ مِنْ حُرْمَتِهِ إِلاَّ نَصَرَهُ اللهُ فىِ مَوْطِنٍ يُحِبُّ فِيْهِ نُصْرَتَهُ

 “Tidaklah seseorang membiarkan seorang muslim di suatu tempat yang padanya dicela kemuliaannya dan dirusak kehormatannya melainkan Allah ta’ala akan membiarkannya di suatu tempat yang ia menyukai pertolongan-Nya.  Dan tidaklah seseorang menolong seorang muslim di suatu tempat yang padanya dicela kemuliaannya dan dirusak kehormatannya melainkan Allah akan menolongnya di suatu tempat yang ia menyukai pertolongan-Nya”. [HR Abu Dawud: 4884. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [8]

Di dalam riwayat yang lain, dari Ibnu Ummi Abdi (yaitu Ibnu Mas’ud) berkata,

      مَنِ اغْتُيِبَ عِنْدَهُ مُؤْمِنٌ فَنَصَرَهُ جَزَاهُ اللهُ بِهَا خَيْرًا فىِ الدُّنْيَا وَ اْلآخِرَةِ وَ مَنِ اغْتُيِبَ عِنْدَهُ مُؤْمِنٌ فَلَمْ يَنْصُرْهُ جَزَاهُ اللهُ فىِ الدُّنْيَا وَ اْلآخِرَةِ شَرًّا

 “Barangsiapa yang di sisinya dighibah seorang mukmin lalu ia menolongnya maka Allah akan memberikan balasan kebaikan untuknya didunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang di sisinya dighibah seorang mukmin, lalu ia tidak menolongnya maka Allah akan memberikan balasan keburukan untuknya di dunia dan akhirat”. [Telah mengeluarkan atsar ini al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 734. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih isnadnya]. [9]

Dari Anasradliyalllahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,  

مَنْ نَصَرَ أَخَاهُ بِظَهْرِ اْلغَيْبِ نَصَرَهُ اللهُ فىِ الدُّنْيَا وَ اْلآخِرَةِ

 “Barangsiapa menolong saudaranya yang sedang ghaib (tidak berada di tempat) maka Allah akan menolongnya di dunia dan akhirat”. [HR al-Baihaqiy: 7637, ad-Dainuriy dan adl-Dliya’ al-Muqaddisiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [10]

3). Anjuran untuk senantiasa memberi pertolongan kepada orang-orang yang membutuhkan pertolongan dari kaum fakir, miskin, anak yatim dan selainnya.

            Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam alqur’an dan hadits-hadits shahih telah banyak menganjurkan umat Islam untuk selalu memberikan bantuan dan pertolongan kepada orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Yakni kepada anak yatim, orang fakir dan miskin, para tawanan, para janda, orang-orang yang bepergian dan kehabisan bekal dan selainnya. Bahkan juga diperintahkan berbuat baik kepada binatang semisal kucing, anjing, ternak dan semua makhluk hidup yang memiliki hati.

            Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu, bahwasanya ada seseorang pernah mengadukan kepada Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam akan kekerasan hatinya. Maka Beliau bersabda kepadanya,

      إِنْ أَرَدْتَ تَلْيِيْنَ قَلْبِكَ فَأَطْعِمِ اْلمـِسْكِيْنَ وَ امْسَحْ رَأْسَ اْليَتِيْمِ

            “Jika kamu ingin melembutkan hatimu maka berilah makan kepada orang miskin dan usaplah kepala anak yatim”. [HR Ahmad: II/ 263, 387 dan ath-Thabraniy di dalam Mukhtashor Makarim al-Akhlaq. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [11]

            Dari Muhammad bin Wasi’ al-Azdiy bahwasanya Abu ad-Darda’ radliyallahu anhu pernah menulis surat kepada Salman al-Farisiy radliyallahu anhu, “Wahai saudaraku mendekatlah kepada anak yatim, usaplah kepalanya dan berilah ia makan dari makananmu, karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rosululluh Shallallahu bersabda ketika ada seseorang mengadu kepada Beliau akan kekerasan hatinya. Lalu beliau bersabda,

      أَدْنِ اْليَتِيْمَ وَ امْسَحْ رَأْسَهُ وَ أَطْعِمْهُ مِنْ طَعَامِكَ يَلِنْ  قَلْبُكَ وَ تُقْدَرْ عَلَى حَاجَتِكَ

            “Mendekatlah kepada anak yatim, usaplah kepalanya dan berilah ia makan dari makananmu niscaya hatimu akan lembut dan terpenuhi segala kebutuhanmu”. [HR al-Khara’ithiy di dalam Makarim al-Akhlaq dan Ibnu Asakir di dalam Tarikh Dimasyq. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [12]

            Dalil hadits di atas menerangkan faidah bahwa memberi makan orang miskin dan memperhatikan kebutuhan anak yatim dengan mengusap kepalanya, berlemah lembut kepada mereka, mencukupi makan dan pakaiannya serta menanggung pendidikannya akan menyebabkan kelembutan hati bagi pelakunya dan dipenuhi segala kebutuhannya.

Bahkan jika ada seorang muslim yang menanggung dan menjamin kehidupan anak yatim dari memberi makan, pakaian, pendidikan dan selainnya maka kelak ia berada di dalam surga dan tinggal berdampingan dengan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalamnya. Beliau mengangkat tangannya lalu mengangkat dan berisyarat dengan jari telunjuk dan tengahnya serta memisahkan keduanya.

            Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam,

            كَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِي الْجَنَّةِ

                “Pemelihara anak yatim, baik dari kerabatnya atau orang lain, aku dan dia (kedudukannya) seperti dua jari ini di surga nanti.” Dan perawi, yaitu Malik bin Anas berisyarat dengan jari telunjuk dan jari tengahnya”. [HR Muslim: 2983 dan Ahmad: II/ 375. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [13]

Asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah berkata, “Makna (لَهُأوْلِغَيْرِهِ) adalah kerabatnya ataupun ajnabi (orang lain). Sedangkan (yang termasuk) kerabat di sini, ialah ibu sang anak yatim, kakeknya, saudara laki-lakinya ataupun pihak-pihak selain mereka yang memiliki kekerabatan dengannya. Wallahu a’lam.” [14]

Dari Sahl bin Sa’d radliyallahu anhu, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

أنا وَ كَافِلُ اليَتِيْمِ في الجَنَّةِ هكَذَا

“Aku dan pemelihara anak yatim di surga nanti, kedudukannya seperti (dua jari) ini”. Dan Beliau memberikan isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengahnya dan memisahkan keduanya”. [HR al-Bukhoriy: 5304, 6005, di dalam al-Adab al-Mufrad: 133, 135, Abu Dawud: 5150, at-Turmudziy: 1918 dan Ahmad: V/ 333. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [15]

Asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah berkata, “Terdapat dorongan di dalam memelihara anak yatim dan menjaga harta mereka. Yang demikian itu akan menyebabkan masuk ke dalam surga dan menemani para Nabi, para siddiqin, para syuhada dan kaum shalihin. Dan mereka itu adalah sebaik-baik teman (yang menyertai)”. [16]

            Dari Hudzaifah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam,

        مَنْ خُتِمَ لَهُ بِإِطْعَامِ مِسْكِيْنٍ مُحْتَسِبًا عَلَى اللهِ عز و جل دَخَلَ اْلجَنَّةَ وَ مَنْ خُتِمَ لَهُ بِصَوْمِ يَوْمٍ مُحْتَسِبًا عَلَى اللهِ عز و جل دَخَلَ اْلجَنَّةَ وَ مَنْ خُتِمَ لَهُ بِقَوْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مُحْتَسِبًا عَلَى اللهِ عز و جل دَخَلَ اْلجَنَّةَ

            “Barangsiapa yang diakhiri (hidupnya) dengan memberi makan kepada orang miskin dalam rangka mencari keridloan Allah Azza wa Jalla maka ia akan masuk surga. Barangsiapa yang diakhiri (hidupnya) dengan berpuasa satu hari dalam rangka mencari keridloan Allah Azza wa Jalla maka ia akan masuk surga. Barangsiapa yang diakhiri hidupnya dengan ucapan ‘Laa ilaaha illallah’ dalam rangka mencari keridloan Allah Azza wa Jalla maka ia akan masuk surga”. [HR Abu Nu’aim dan Ahmad: V/ 391. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hadits iini isnadnya shahih]. [17]

            Begitu pula Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan umatnya untuk memberi makan kepada orang yang kelaparan dan setiap orang yang membutuhkan makanan. Dan Beliau menetapkan bahwa siapapun di antara umatnya ada yang bermalam dalam keadaan kenyang sedangkan ia tahu tetangganya dalam keadaan kelaparan maka ia bukanlah seorang mukmin.

            Dari Abu Musa al-Asy’ariy radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam,

            فُكُّوا اْلعَانِيَ –يعنى اْلأَسِيْرَ- وَ أَطْعِمُوا اْلجَائِعَ وَ عُودُوا اْلـمَرِيْضَ 

            “Bebaskan budak, berikan makan kepada orang yang lapar dan jenguklah orang yang sakit”. [HR al-Bukhoriy: 3046, 5373, 5649. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [18]

Dari Hani bin Yazid radliyallahu anhu, bahwasanya ketika ia menjadi utusan kepada Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, ia bertanya, “Wahai Rosulullah, sesuatu apakah yang dapat menetapkan ke dalam surga?”. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

        عَلَيْكَ بِحُسْنِ اْلكَلَامِ وَ بَذْلِ الطَّعَامِ

            “Wajib atasmu untuk baik dalam perkataan dan mendermakan makanan”. [HR Ibnu Abi ad-Dunya, al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 811 dan al-Hakim: 69. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [19]

            Dari Shuhaib (bin Sinan) radliyallahu anhu berkata, aku pernah mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

      خِيَارُكُمْ مَنْ أَطْعَمَ الطَّعَامَ وَ رَدَّ السَّلَامَ

            “Sebaik-baik kalian adalah yang suka memberi makan dan membalas ucapan salam”. [HR Ahmad: VI/ 16 dan al-Hakim. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [20]

Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, ‘Saya mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ اْلمـُؤْمِنُ الَّذِى يَشْبَعُ وَ جَارُهُ جَائِعٌ

“Bukanlah orang yang beriman yang ia sendiri kenyang sedangkan tetangga (yang di sebelah)nya kelaparan”. [HR al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 112, al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [21]

Dari Anas bin Malik radliyallahu anhu, dari Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَا آمَنَ بِى مَنْ بَاتَ شَبْعَانٌ وَ جَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ وَ هُوَ يَعْلَمُ

“Tidaklah beriman kepadaku seseorang yang bermalam dalam keadaan kenyang padahal tetangganya yang di sampingnya dalam keadaan lapar sedangkan ia mengetahuinya. [HR ath-Thabraniy di dalam al-Kabir. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [22]

Islam telah menjelaskan dengan gamblang akan kewajiban setiap umatnya. Di antaranya bahwa amal yang paling utama yang mesti dilakukan oleh setiap muslim adalah memasukkan kebahagiaan ke dalam hati saudaranya yang mukmin. Berupa membayarkan hutangnya jika saudaranya itu tidak mampu untuk melunasinya, memberinya makanan meskipun hanya sepotong roti yang mengenyangkannya, memberikan pakaian untuk menutup auratnya dan menjaga tubuhnya dari hawa dingin, hembusan angin ataupun teriknya panas, memenuhi segala kebutuhannya dengan batas kemampuannya, mengurangi atau menghilangkan segala kesulitan yang menghimpitnya dan lain sebagainya.

Dari Abu Hurairah berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam,

      أَفْضَلُ اْلأَعْمَالِ أَنْ تُدْخِلَ عَلَى أَخِيْكَ اْلمـُؤْمِنِ سُرُوْرًا أَوْ تَقْضِيَ عَنْهُ دَيْنًا أَوْ تُطْعِمَهُ خُبْزًا

            “Seutama-utama amal adalah engkau memasukkan kebahagiaan kepada saudaramu yang mukmin, engkau membayarkan hutangnya atau engkau memberinya makan roti”. [HR Ibnu Abi ad-Dunya di dalam Qodlo’ al-Hawa’ij dan ad-Dailamiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan].  [23]

            Di dalam satu riwayat dari Ibnu Umar radliyallahu anhuma, “Seutama-utama amal adalah engkau memasukkan kebahagiaan kepada seorang mukmin, mengenyangkan rasa laparnya, memberi pakaian untuk auratnya dan memenuhi kebutuhannya”. [HR ath-Thabraniy di dalam al-Awsath]. [24]

            Dari Ibnu al-Munkadir radliyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

      مِنْ أَفْضَلِ اْلعَمَلِ إِدْخَالُ السُّرُوْرِ عَلَى اْلمـُؤْمِنِ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا تَقْضِي لَهُ حَاجَةً تُنَفِّسُ لَهُ كُرْبَةً

            “Sebahagian dari seutama-utama amal adalah memasukkan kebahagiaan kepada seorang mukmin, membayarkan hutangnya, memenuhi kebutuhannya dan melonggarkan satu kesusahan darinya”. [HR al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [25]

            Oleh sebab itu amalan yang bersifat membantu atau menolong saudaranya yang membutuhkan pertolongan semisal para janda dan kaum miskin diserupakan dengan berjihad di jalan Allah ta’ala, orang yang qiyamul lail tanpa henti atau seperti orang yang sedang berpuasa tanpa berbuka.

            Janda tersebut apakah karena ditinggal mati oleh suaminya lantaran sakit, kecelakaan, syahid dalam peperangan dan sebagainya. Atau janda karena ditinggal suaminya tanpa sebab atau janda diceraikan suaminya tanpa alasan yang syar’iy ataupun tidak, maka ia berhak mendapatkan pertolongan seukuran dengan kebutuhannya.

Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

      السَّاعِى عَلَى اْلأَرْمَلَةِ وَ اْلمـِسْكِيْنِ كَالمـُجَاهِدِ فِى سَبِيْلِ اللهِ وَ كَاْلقَائِمِ لَا يَفْتُرُ وَ كَالصَّائِمِ لَا يُفْطِرُ

            “Orang yang berusaha menanggung para janda dan orang miskin itu sama seperti orang yang berjihad di jalan Allah, orang yang qiyam (menegakkan sholat) malam tanpa istirahat dan seperti orang yang berpuasa tanpa berbuka”. [HR Muslim: 2982, al-Bukhoriy: 5353, 6006, 6007, di dalam al-Adab al-Mufrad: 131, at-Turmudziy: 1969, Ibnu Majah: 2140 dan Ahmad: II/ 361. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [26]

            Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Berusaha untuk menanggung para janda dan anak yatim, menafkahi mereka dan tegak di dalam membantu urusan-urusan mereka merupakan bentuk jihad di jalan Allah”. [27]

4). Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ini merupakan petunjuk bagi umatnya untuk selalu bersikap baik dan perhatian kepada saudara-saudaranya dalam berbagai hal.

            Sebab petunjuk dan bimbingan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam adalah sebaik-baik petunjuk, membawa kepada berbagai kebaikan dan kebenaran, menghindarkan dari berbagai keburukan dan kebatilan dan menuntun kepada jalan yang lurus serta surga yang penuh dengan kenikmatan.

Islam adalah agama yang sangat sempurna yang tidak lagi butuh kepada kesempurnaan, sebab tidak ada sesuatu yang dapat membawa dan mendekatkan pemeluknya kepada surga atau menjauhkan dan menghindarkan pemeluknya dari neraka melainkan telah dijelaskan kepada mereka.

Dari Abu Dzarr radliyallahu anhu berkata, “Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah pergi meninggalkan kita (wafat), dan tiada seekor burung yang (terbang) membolak-balikkan kedua sayapnya di udara melainkan beliau telah menyebutkannya kepada kami sebagai suatu ilmu darinya. Berkata (Abu Dzarr), Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ اْلجَنَّةِ وَ يُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ إِلاَّ وَ قَدْ بُيِّنَ لَكُمْ

 “Tidaklah tinggal sesuatupun yang dapat mendekatkan kalian ke surga dan menjauhkan kalian dari neraka, melainkan sungguh-sungguh telah dijelaskan kepada kalian”. [HR ath-Thabraniy di dalam al-Kabir dan Ahmad: V/ 153, 162 tanpa kalimat kedua. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: hadits ini sanadnya shahih]. [28]

Dari Salman al-Farisiy radliyallahu anhu berkata, ‘Pernah ditanyakan kepadanya,

قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ صلى الله عليه و سلم كُلَّ شَيْءٍ حَتىَّ اْلخِرَاءَةَ قَالَ: فَقَالَ: أَجَلْ

 “Sesungguhnya Nabi kalian Shallallahu alaihi wa sallam telah mengajarkan kalian segala sesuatu sampai (diajarkan pula adab) buang air besar”. Ia berkata, maka Salman radliyallahu anhu menjawab, ”Ya, benar”. [HR Muslim: 262, at-Turmudziy: 16, Abu Dawud: 7 dan Ibnu Majah: 316. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [29]

Meskipun pertanyaan kaum musyrikin kepada Salman al-Farisiy radliyallahu anhu itu bersifat ejekan dan cemoohan, namun para shahabat, khususnya Salman membenarkannya bahwasanya Nabi mereka Shallallahu alaihi wa sallam telah mengajarkan segala sesuatu kepada mereka. Berupa akidah, ibadah, muamalah, akhlak dan lain sebagainya bahkan sampai adab buang air besar sebagai bentuk kesempurnaan, keagungan dan kemuliaan Islam yang membimbing dan menuntun para pemeluknya kepada kelayakan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat kelak. Namun anehnya, banyak di antara kaum muslimin sendiri yang tidak tahu atau mungkin pura-pura tidak tahu atau bahkan tidak mau tahu bahwa Islam agama mereka itu adalah agama yang sangat lengkap dan sempurna yang paling pantas untuk dijadikan pedoman hidup di dunia dan bimbingan menuju akhirat.

Maka sudah sepantasnya kita sebagai umat Islam yaitu umatnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam untuk selalu membantu saudara-saudara kita ketika ditimpa dan diterpa berbagai kesulitan, kesengsaraan, kedukaan, cobaan dan sejenisnya yang menimpa mereka seukuran dengan kemampuan dan kesanggupan kita masing-masing.

5). Alqur’an yang mulia telah menetapkan bagi setiap muslim untuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.

      وَ تَعَاوَنُوْا عَلَى اْلبِرِّ وَ التَّقْوَى

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa. [QS al-Maidah/ 5: 2].

Berkata al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah, “Allah ta’ala telah memerintahkan para hamba-Nya yang beriman untuk saling tolong menolong melakukan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran yaitu ketakwaan. Dan juga telah melarang mereka dari bantu membantu dalam kebatilan dan saling tolong menolong dalam perbuatan dosa dan hal-hal yang diharamkan”. [30]

Jadi tolong menolong itu hanya dalam perbuatan baik dan ketakwaan. Perbuatan baik itu setiap amalan yang disukai dan diridloi oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dan diperintahkan atau dicontohkan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Maka siapapun di antara muslim ada yang butuh bantuan, maka hendaknya saudaranya segera membantunya tanpa menundanya, menolongnya tanpa pamrih kepadanya dan membantunya tanpa perhitungan kepadanya.

6). Jika ingin selalu mendapatkan pertolongan Allah ta’ala maka biasakanlah menolong orang lain dalam kebaikan dan dengan penuh keikhlasan.

وَ يُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَّ يَتِيمًا وَّ أَسِيرًا إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاءً وَّ لَا شُكُورًا

Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridloan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. [QS al-Insan/ 76: 8-9].

                Mereka memberi makan kepada orang-orang yang membutuhkan dari orang miskin, anak yatim dan tawanan. Makanan tersebut adalah makanan yang masih mereka sukai bukan makanan yang sudah basi atau tidak layak untuk dimakan dan dikonsumsi. Adapun tujuan mereka adalah untuk meraih dan mendapatkan keridloan Allah ta’ala semata, bukan untuk mengharap balasan dari orang yang mereka beri makan dan bukan pula ucapan terima kasih.

 7). Allah Azza wa Jalla pasti akan menunaikan janji-Nya karena Dia tidak pernah ingkar janji. [QS Rum/ 30: 6, az-Zumar/ 39: 20 dan selainnya].

            Jika seorang hamba muslim sudah menunaikan kewajibannya dengan membantu saudaranya yang muslim dengan penuh kesungguhan dan seukuran kemampuannya maka Allah ta’ala akan memenuhi janjinya dengan bersiap-siap untuk membantu hamba-Nya tersebut dikala membutuhkan bantuan-Nya. Dan ingatlah Allah ta’ala tidak pernah ingkar janji.

Semoga bermanfaat bagiku, keluargaku, para shahabatku dan kaum muslimin seluruhnya. Wallahu a’lam bish showab.

 


[1] Mukhtashor Shahih Muslim: 1888, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1151, 1574, 2348, Shahih Sunan Abi Dawud: 4137, Shahih Sunan Ibni Majah: 184, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6577 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 67, 899.

[2] Bahjah an-Nazhirin: I/ 333.

[3] Syar-h al-Arba’in an-Nawawiyah halaman 391.

[4] Aysar at-Tafasir: III/ 502.

[5] Aysar at-Tafasir: V/ 74.

[6] Mukhtashor Shahih Muslim: 1830, Shahih Sunan Abu Dawud: 4091, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1152, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 504, Irwa’ al-Ghalil: 2450 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6707.

[7] Syar-h Riyadl ash-Shalihin: II/ 99.

[8]Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5690 dan Misykah al-Mashobih: 4983.

[9]Shahih al-Adab al-Mufrad: 563.

[10]Shahiih al-Jami’ ash-Shaghir: 6547 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1217.

[11] Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 854 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1410.

[12] Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: II/ 535 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 250.

[13] Mukhtashor Shahih Muslim: 1766, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 962 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4448.

[14]Bahjatun Nazhirin: I/ 350.

[15] Shahih al-Adab al-Mufrad: 100, 101, Shahih Sunan Abu Dawud: 4289, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1564, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 800 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1475.

[16]Bahjatun Nazhirin: I/ 350.

[17] Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1645.

[18] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4229.

[19] Shahih al-Adab al-Mufrad: 623, Irwa’ al-Ghalil: 2615, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1939 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4049.

[20] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3318 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 948.

[21] Shahih al-Adab al-Mufrad: 82, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 149, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5382 dan Misykah al-Mashobih: 4991.

[22] Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: I/ 230 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5505.

[23] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1096 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1494.

[24] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1096 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: III/ 482.

[25] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5897 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 2291.

[26] Mukhtashor Shahih Muslim: 1767, Shahih al-Adab al-Mufrad: 98, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1604, Shahih Sunan Ibnu Majah: 1740, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 2881, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3680 dan Misykah al-Mashobih: 4951.

[27] Bahjah an-Nazhirin: I/ 351.

[28] Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1803.

[29] Mukhtashor Shahih Muslim: 116, Shahih Sunan at-Turmudziy: 15, Shahih Sunan Abi Dawud: 5 dan Shahih Sunan Ibni Majah: 255.

[30] Tafsir al-Qur’an al-Azhim: II/ 10 dan Bahjah an-Nazhirin: I/ 261.