AKHI, MARILAH BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA (4)…

BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA (4)

بسم الله الرحمن الرحيم

Birrul walidain7PARA NABI ALAIHIM AS-SALAM BERBAKTI KEPADA ORANG TUA MEREKA

Berbakti kepada kedua orang tua adalah kewajiban yang tidak bisa dielakkan dan keutamaan yang pasti. Kewajibannya pasti dan pelaksanaannya tidak bisa ditawar. Tidak ada alasan bagi siapapun untuk melalaikan dan meremehkan kewajiban ini. Agama, syari’at, ayat dan hadits, akal sehat, kasih sayang, balas budi dan rasa kemanusiaan adalah dalil-dalil yang menunjukkan adanya keharusan melaksanakan kewajiban itu dengan sebaik-baiknya. Berbakti kepada orang tua adalah sifat yang sangat menonjol dan jalan hidup para Nabi dan Rosul alaihi as-Salam, dan juga merupakan perilaku orang-orang mulia dan orang-orang shalih yang memahami ajaran agama mereka yang shahih. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman yang mengabadikan perilaku mulia para Nabi alaihim as-Salam kepada kedua orang tua mereka meskipun kedua orang tua mereka adalah orang kafir,

Nabi Nuh Alaihi as-Salam

رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى اْلأَرْضِ مِنَ اْلكَافِرِينَ دَيَّارًا إِنَّكَ إِن تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا عِبَادَكَ وَ لَا يَلِدُوا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا رَبِّ اغْفِرْ لِى وَ لِوَالِدَيَّ وَ لِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَ لِلْمُؤْمِنِينَ وَ اْلمـُؤْمِنَاتِ وَ لَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا تَبَارًا

Nuh berkata, “Wahai Rabbku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir. Wahai Rabbku! ampunilah aku, kedua orang tuaku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kebinasaan”. [QS. Nuh/ 71: 26-28].

Nabi Nuh alaihi as-Salam menyertakan doa ampunan kepada Allah ta’ala untuk kedua orang tuanya setelah memohon ampun untuk dirinya. Tidaklah dikatakan anak berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tuanya melainkan jika ia senantiasa memohonkan ampun dan mendoakan keduanya dengan berbagai kebaikan. Dan permohonan ampun tersebut dilakukan selama tidak termasuk yang dilarang oleh Allah ta’ala atau Rosul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam. Hal ini sebagaimana telah dijelaskan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam dalil berikut,

عن أبى هريرة رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةِ (أَشْيَاءٍ) إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلِدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْا لَهُ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu  bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam  bersabda, “Apabila seorang manusia meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya kecuali dari tiga perkara yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakannya”. [HR Muslim: 1631, at-Turmudziy: 1376, Abu Dawud: 2880, an-Nasa’iy: VI/ 251 dan Ahmad: II/ 372. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih. Lihat Mukhtashor Shahih Muslim: 1001, Irwa’ al-Ghalil: 1580, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 793, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 75 dan Ahkam al-Jana’iz halaman 223-224].

Nabi Ibrahim Alaihi as-Salam

      يَا أَبَتِ إِنِّى قَدْ جَاءَنِى مِنَ اْلعِلْمِ مَا لَمْ يَأتِكَ فَاتَّبِعْنِى أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا

Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, Maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. [QS. Maryam/ 19: 43].

      يَا أَبَتِ إِنِّى أَخَافُ أَن يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا

Wahai ayahku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Rabb yang Maha pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi setan”. [QS. Maryam/ 19: 45].

Kata “Ya abati” adalah suatu kata yang paling tinggi dalam penghormatan kepada ayah. Dengan kata inilah Nabi Ibrahim Alaihi as-Salam berbicara dengan ayahnya, padahal ayahnya adalah orang kafir.

Namun sikap baik Nabi Ibrahim alaihi as-Salam kepada ayahnya yang kafir dengan mengajaknya untuk mengibadahi Allah ta’ala dan meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya ditanggapi dengan sikap yang buruk olehnya yaitu dengan hendak melemparinya dan mengusirnya.

          قَالَ أَرَاغِبٌ أَنتَ عَنْ ءَالِهَتِى يَا إِبْرَاهِيمُ لَئِن لَّمْ تَنتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ وَ اهْجُرْنِى مَلِيًّا

          Berkata ayahnya, “Wahai Ibrahim, bencikah kamu kepada sembahan-sembahanku?”. Jika kamu tidak berhenti (dengan seruanmu), niscaya aku akan merajammu dan tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama”. [QS Maryam/ 19: 46].

Menghadapi sikap buruk ayahnya, Nabi Ibrahim tetap berbuat baik kepadanya bahkan bermaksud untuk memohonkan ampun kepada Allah ta’ala untuknya. Beliau melakukan hal itu karena belum ada larangan dari Allah Subhanahu wa ta’ala.

قَالَ سَلَامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّى إِنَّهُ كَانَ بِى حَفِيًّا

          Berkata Ibrahim, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun untukmu kepada Rabbku. Sesungguhnya Ia sangat baik kepadaku”. [QS Maryam/ 19: 47].

Namun pada akhirnya setelah diketahui bahwa ayahnya itu musuh bagi Allah ta’ala maka Beliaupun berlepas diri darinya [Lihat QS al-Bara’ah/ 9: 114]. Padahal beliau adalah orang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.

Bahkan beliaupun memasukkan doa untuk keduanya setelah memohon kebaikan untuk dirinya dan keturunannya.

      رَبِّ اجْعَلْنِى مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَ مِن ذُرِّيَّتِى رَبَّنَا وَ تَقَبَّلْ دُعَاءِ رَبَّنَا اغْفِرْ لِى وَ لِوَالِدَيَّ وَ لِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ اْلحِسَابُ

“Wahai rabbkuku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Wahai Rabb kami, perkenankanlah doaku. Wahai Rabb kami, ampunilah aku dan kedua orang tuaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”. [QS. Ibrahim/ 14: 40-41].

رَبِّ هَبْ لِى حُكْمًا وَ أَلْحِقْنِى بِالصَّالِحَينَ وَ اجْعَل لِّى لِسَانَ صِدْقٍ فِى اْلآخِرِينَ وَ اجْعَلْنِى مِن وَّرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ وَ اغْفِرْ لِأَبِى إِنَّهُ مِنَ الضَّآلِّينَ وَ لَا تُخْزِنِى يَوْمَ يُبْعَثُونَ يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَّ لَا بَنُونَ إِلَّا مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

                (Nabi Ibrahim berdoa), “Wahai Rabbku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh. Dan  jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian. Dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan. Dan ampunilah ayahku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat. Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan”. [QS. Asu-Syu’ara/ 26: 83-87].

Nabi Ibrahim alaihi as-Salam adalah termasuk orang yang wajib kita teladani, khususnya dalam masalah penegakkan tauhid dan keimanan. Kecuali dalam masalah permohonan kepada Allah ta’ala untuk mengampuni ayahnya [Lihat QS al-Mumtahanah/ 60: 4]. Namun tidak terlarang bagi kita untuk tetap berbuat baik kepada kedua orang tua kita selama mereka tidak mengajak kita kepada perbuatan syirik dan kemaksiatan-kemaksiatan lainnya. Sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut,

            وَ إِن جَاهَدَاكَ عَلَى أَن تُشْرِكَ بِي مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan sesuatu dengan Aku yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik. [QS Luqman/ 31 :15].

Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “(Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik) yakni pergauli keduanya di masa hidup keduanya dengan baik yaitu berbuat baik, menahan gangguan (kepada keduanya) dan mematuhi (keduanya) pada selain perbuatan maksiat kepada Allah”. [Aysar at-Tafasir: IV/ 204].

Katanya lagi, “Wajibnya berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua dan menyambung silaturrahmi kepada keduanya”. [Aysar at-Tafasir: IV/ 206].

Nabi Sulaiman Alaihi as-Salam

      حَتَّى إِذَا أَتَوْا عَلَى وَادِ النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَا أَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَ جُنُودُهُ وَ هُمْ لَا يَشْعُرُونَ فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِّنْ قَوْلِهَا وَ قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِى أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِى أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَ عَلَى وَالِدَيَّ وَ أَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَ أَدْخِلْنِى بِرَحْمَـتِكَ فِى عَبَادِكَ الصَّالِحَينَ

Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut, “Wahai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari”. Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. dan dia berdoa, “Wahai Rabbku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang  tuaku dan untuk mengerjakan amal shalih yang Engkau ridloi, dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih”. [QS. An-Naml/ 27: 18-19].

Begitupun yang dilakukan oleh Nabi Sulaiman alaihi as-Salam yang telah memohon kepada Allah Subhanahu wa ta’ala agar selalu dapat bersyukur kepada-Nya atas karunia yang telah dilimpahkan kepadanya dan kepada kedua orang tuanya. Jadi Beliau mengatas namakan kedua orang tuanya untuk bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla, sebagai bentuk berbaktinya beliau kepada keduanya.

Yahya bin Zakariya Alaihi as-Salam

يَا يَحْيَى خُذِ اْلكِتَابَ بِقُوَّةٍ وَ ءَاتَيْنَاهُ اْلحُكْمَ صَبِيًّا وَّ حَنَانًا مِّن لَّدُنَّا وَ زَكَاةً وَّ كَانَ تَقِيًّا وَّ بَرًّا بِوَالِدَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ جَبَّارًا عَصِيًّا

Wahai Yahya, ambillah Alkitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan Kami berikan hikmah kepadanya selagi ia masih anak-anak. Dan rasa belas kasihan yang mendalam dari Kami dan suci dari (dosa). Dan ia adalah seorang yang bertakwa, banyak berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia seorang yang sombong lagi durhaka. [QS Maryam/ 19 :14].

Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “Wajibnya berbakti kepada kedua orang tua, menyayangi dan memiliki rasa belas kasih kepada keduanya serta rendah hati kepada keduanya”. [Aysar at-Tafasir: III/ 298].

Ayat di atas menerangkan tentang beberapa pujian Allah ta’ala terhadap Nabi Yahya alaihi as-Salam yang memiliki sifat-sifat terpuji. Di antara sifat terpuji beliau adalah orang yang berbakti kepada kedua orang tuanya. Yakni beliau sangat mengasihi keduanya sehingga belaiu tidak pernah melakukan perbuatan atau mengucapkan suatu ucapan yang menyakiti keduanya. Beliau juga adalah orang menjaga sifat tawadlu (rendah hati) dihadapan kedua sehingga beliau tidak pernah menonjolkan dan membanggakan dirinya dengan kedudukan, kepandaian, banyaknya harta dan selainnya dihadapan keduanya.

Nabi Isa Alaihi as-Salam

قَالَ إِنِّى عَبْدُ اللهِ ءَاتَانِيَ اْلكِتَابَ وَ جَعَلَنِى نَبِيًّا وَّ جَعَلَنِى مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنتُ وَ أَوْصَانِى بِالصَّلَاةِ وَ الزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا وَ بَرًّا بِوَالِدَتِى وَ لَمْ يَجْعَلْنِى جَبَّارًا شَقِيًّا وَالسَلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَ يَوْمَ أَمُوتُ وَ يَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا ذَلِكَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ قَوْلَ اْلحَقِّ الَّذِى فِيهِ يَمْتَرُونَ

Berkata Isa, “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku alkitab (Injil) dan Dia menjadikanku seorang nabi. Dan Dia menjadikanku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup. Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan (hidup) kembali”. Itulah Isa putera Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya. [QS. Maryam/ 19: 30-34].

Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “(Dan berbakti kepada ibuku) yaitu berbuat baik kepadanya lagi mematuhinya dan tidak menimpakan kepadanya gangguan sekecil apapun”. [Aysar at-Tafasir: III/ 304].

Katanya lagi, “Wajibnya berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua, mematuhi keduanya selama dalam perbuatan baik dan menahan gangguan dari keduanya”. [Aysar at-Tafasir: III/ 305].

Ayat diatas menggambarkan beberapa sifat dan perilaku terpuji Nabi Isa alaihi as-Salam. Di antaranya adalah beliau berbakti kepada Maryam, ibunya yang telah melahirkan dan merawatnya sejak kecil. Beliau berbakti kepada ibunya dengan cara mematuhinya terhadap apa yang diperintahkannya tanpa bantahan sedikitpun. Dan beliau juga tidak pernah menimpakan gangguan sekecil apapun kepada ibunya, baik dengan perilaku ataupun ucapan yang menyakitkan.

Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam

Adapun Rosulullah Shallahu alaihi wa sallam telah banyak menjelaskan kepada umatnya tentang kewajiban mereka untuk berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua mereka dalam banyak hadits yang shahih. Begitu pula Beliau telah melarang mereka dari durhaka dan bersikap buruk kepada kedua mereka.

Sedangkan dalam kehidupannya, Beliau adalah seorang yatim yang ditinggalkan oleh ayahnya di waktu Beliau masih dalam kandungan ibunya dan bahkan pula ditinggalkan oleh ibunya ketika beliau masih kecil. Oleh sebab itu telah dikenal dalam sirah bahwa dimasa kecilnya, beliau diasuh oleh kakeknya Abdul Muththalib lalu oleh pamannya Abu Thalib. Sehingga dalam masa kenabiannya beliau tidak berinteraksi dengan kedua orang tuanya dalam bentuk berkata santun, bersikap lembut, menolong keduanya dan selainnya dalam rangka berbuat baik kepada keduanya. Oleh sebab itu Beliau pernah meminta idzin kepada Allah Azza wa Jalla dengan dua hal, yaitu; memohonkan ampun untuk ibunya atau menziarahi kuburnya. Sebab memohonkan ampun untuk ibu atau ayah kepada Allah ta’ala adalah satu dari perilaku berbakti dan berbuat baik kepadanya.

Namun Allah ta’ala menolak dan tidak mengidzinkannya sebab ibunda Beliau adalah seorang musyrikah yang dilarang bagi Beliau untuk memohonkan ampun untuknya. Dan Allah ta’ala hanyalah mengidzinkan Beliau untuk menziarahi kubur ibunya dan menganjurkan umatnya untuk berziarah kubur dalam rangka mengingat kematian dan kampung akhirat.

عن أبى هريرة قَالَ: زَارَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم قَبْرَ اُمِّهِ فَبَكَى وَ أَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ فَقَالَ: اسْتَاْذَنْتُ رَبىِّ فىِ أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لىِ وَ اسْتَأْذَنْتُ فىِ أَنْ اَزُوْرَ قَبْرَهَا فَأَذِنَ لىِ فَزُوْرُوْا اْلقُبُوْرَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ اْلأمَوْتَ

                Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah mengunjungi (menziarahi) kubur ibunya. Lalu Beliau menangis dan membuat orang-orang yang disekitarnya menangis. Beliau bersabda, “Aku minta idzin kepada Rabbku untuk memohonkan ampun untuknya namun aku tidak diidzinkan (darinya). Dan aku meminta idzin untuk menziarahi kuburnya dan diidzinkan untukku. Maka sebab itu ziarahilah kubur-kubur karena hal tersebut dapat mengingatkan kematian kepada kalian”. [HR Muslim: 976, Abu Dawud: 3234, an-Nasa’iy: I/ 286, Ibnu Majah: 1572, Ahmad: II/ 441, al-Baihaqiy, ath-Thahawiy dan Ibnu Hibban. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih. Lihat Mukhtashor Shahih Muslim: 495, Shahih Sunan Abu dawud: 2771, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1923, Shahih Sunan Ibnu Majah: 1277, Irwa’ al-Ghalil: 772 dan Ahkam al-Jana’iz halaman 238].

Hadits ini adalah dalil tegas bahwa ibunda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mati dalam keadaan kafir dan kekal di neraka. [Syar-h Musnad Abi Hanifah halaman 334].

Demikianlah beberapa dalil yang menjelaskan tentang perilaku para Rosul alaihim as-Salam dalam berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua mereka. Dan kisah-kisah mereka di dalam Alqur’an adalah merupakan ibroh atau pengajaran bagi manusia, khususnya umat Islam dalam berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua mereka.

لَقَدْ كَانَ فِى قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُولِى اْلأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُّفْتَرَى وَ لَكِن تَصْدِيقَ الَّذِى بَيْنَ يَدَيْهِ وَ تَفْصِيلَ كُــلِّ شَيْءٍ وَ هُدًى وَ رَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُّؤْمِنُونَ

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang memiliki akal. Alqur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. [QS Yusuf/ 12: 111].

Semoga kisah para Rosul alaihim as-Salam menjadi motivasi dan inspirasi bagi kita untuk selalu berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua kita dengan sungguh-sungguh dan sesuai dengan batas kemampuan kita masing-masing.

Wallahu a’lam bish showab.

2 comments on “AKHI, MARILAH BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA (4)…

  1. assalammualaikum…
    saya membaca kajian sunnah ini mebuat sya bersedih, dan saya masih bersekolah smp. dan memotivasikan

    • Waalaikumussalam wa rohmatullah wa barokatuh. Mdh2an tulisan ini bermanfaat buat kita dan seluruh kaum muslimin dan menjadikan kita semua sebagai umat Islam yg taat beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala sesuai dengan contoh Nabi Shalllallahu alaihi wa sallam serta menjadikan kita sebagai anak-anak yang shalih dan berbakti kepada orang tua. Aamiin.

Tinggalkan komentar