KEMANAKAH PERGINYA RUH SETELAH DIPISAHKAN DENGAN JASAD??

KONDISI RUH KETIKA PEMILIKNYA DIWAFATKAN

بسم الله الرحمن الرحيم

langit1Dari ruh orang mukmin tersebut keluar seharum-harumnya wewangian yang terdapat di muka bumi.

Harumnya wewangian ruh orang mukmin itu dapat dicium oleh semua malaikat yang ada di antara langit dan bumi dan semua malaikat yang ada di langit memohon agar ruh tersebut lewat dihadapan mereka.

Keluarnya ruh manusia dari jasadnya itu, sebagaimana telah disinggung adalah termasuk dari perkara-perkara ghaib. Maka tidak ada seorangpun yang mengetahui bentuk, dzat, ukuran ataupun warna dari ruh itu kecuali Allah Azza wa Jalla sebagai penciptanya. Jeritan kesakitan para penghuni kubur akibat disiksa oleh para Malaikat di dalam masing-masing kubur merekapun tidak akan dapat ditangkap dan didengar oleh manusia dan jin kecuali yang dikecualikan dari binatang-binatang. Begitu juga keluarnya bau harum atau busuk dari ruh tersebut tidak ada yang dapat menciumnya kecuali yang diidzinkan oleh-Nya untuk menciumnya yakni para Malaikat.

Namun kewajiban bagi setiap mukmin adalah membenarkan apa yang telah dikabarkan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentang keluarnya ruh dari jasad setiap manusia dengan mengeluarkan bau harum ataupun busuk. Hal ini sebagaimana telah diriwayatkan di dalam hadits yang telah diungkapkan beberapa bab yang lalu, yaitu di antaranya,

 وَ يَخْرُجُ مِنْهَا كَأَطْيَبِ نَفْحَةِ مِسْكٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ اْلأَرْضِ

“Dan keluarlah darinya seperti seharum-harumnya wewangian minyak kesturi yang dijumpai di atas punggung bumi”. [HR Abu Dawud: 4753, Ahmad: IV/ 287-288, 295-296 dan siyak hadits ini baginya, al-Hakim, ath-Thoyalisiy dan al-Ajuriy di dalam kitab asy-Syari’ah halaman 327-328. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [1]

Di dalam riwayat lainnya juga disebutkan akan keluarnya wewangian dari ruh orang mukmin, yaitu,

عن أبى هريرة رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِذَا حُضِرَ اْلمـُؤْمِنُ أَتَتْهُ مَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ ِبحَرِيْرَةٍ بَيْضَاءَ فَيَقُوْلُوْنَ: اخْرُجِى رَاضِيَةً مَرْضِيَّا عَنْكِ إِلىَ رَوْحِ اللهِ وَ رَيْحَانٍ وَ رَبِّ غَيْرِ غَضْبَانٍ فَتَخْرُجُ كَأَطْيَبِ اْلمِسْكِ حَتىَّ أَنَّهُ لَيُنَاوِلُهُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا حَتىَّ يَأْتُوْنَ بِهِ بَابَ السَّمَاءِ فَيَقُوْلُوْنَ: مَا أَطْيَبَ هَذِهِ الرِّيْحَ الَّتىِ جَاءَتْكُمْ مِنَ اْلأَرْضِ فَيَأْتُوْنَ بِهِ أَرْوَاحَ اْلمـُؤْمِنِيْنَ فَلَهُمْ أَشَدُّ فَرَحًا بِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ بِغَائِبِهِ يَقْدَمُ عَلَيْهِ فَيَسْأَلُوْنَهُ: مَاذَا فَعَلَ فُلاَنٌ؟ مَاذَا فَعَلَ فُلاَنٌ؟ فَيَقُوْلُوْنَ: دَعُوْهُ فَإِنَّهُ كَانَ فىِ غَمِّ الدُّنْيَا فَإِذَا قَالَ: أَمَا أَتَاكُمْ؟ قَالُوْا: ذُهِبَ بِهِ إِلىَ أُمِّهِ اْلهَاوِيَةِ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jika (kematian) datang kepada seorang mukmin, maka datanglah para Malaikat rahmat kepadanya dengan membawa kain sutra berwarna putih”. Lalu mereka berkata, “Keluarlah engkau dalam keadaan ridlo lagi pula diridloi (oleh-Nya) menuju kepada rahmat Allah dan penghidupan yang baik, sedangkan Rabb dalam keadaan tidak murka (kepadamu)”. Lalu keluarlah (darinya) seperti seharum-harum minyak kesturi, sampai-sampai sebahagian mereka berebut dengan sebahagian yang lain untuk meraihnya sehingga mereka mencapai pintu langit. Mereka berkata, “Alangkah harumnya wewangian ini yang datang kepada kalian dari arah bumi”. Lalu mereka datang dengannya kepada ruh-ruh orang mukmin. Mereka sangat berbahagia layaknya seseorang di antara kamu yang pergi lalu datang kembali. Mereka bertanya, “Apa yang telah dikerjakan oleh si Fulan? Apa yang telah dilakukan oleh si Fulan?”. Mereka menjawab, “Tinggalkan ia!, karena ia baru saja menghadapi penderitaan (kehidupan) dunia”. Ketika ia bertanya (kepada ruh-ruh orang mukmin), “Tidakkah (si Fulan itu) telah datang kepada kalian?”. Mereka menjawab, “Jika demikian, ia telah pergi ke tempat kembalinya yaitu neraka Hawiyah”. [HR an-Nasa’iy: IV/ 8-9, Ibnu Hibban dan al-Hakim: 1342. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [2]

Sedangkan dari ruh orang yang tidak beriman dari kalangan orang-orang orang kafir dan munafik keluar bebauan yang amat busuk yang terdapat di muka bumi, sehingga semua malaikat yang ada di antara langit dan bumi dan semua malaikat yang ada di langit memohon agar ruh tersebut tidak lewat dihadapan mereka.

 وَ يَخْرُجُ مِنْهَا كَأَنْتَنِ رِيْحِ جِيْفَةٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ اْلأَرْضِ

“Keluarlah dari ruh tersebut seperti sebusuk-busuk bau bangkai yang terdapat di muka bumi”. [HR Abu Dawud: 4753, Ahmad: IV/ 287-288, 295-296 dan siyak hadits ini baginya, al-Hakim, ath-Thoyalisiy dan al-Ajuriy di dalam kitab asy-Syari’ah halaman 327-328. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [3]

Begitu juga di dalam riwayat lain dari Abu Hurairah radliyallahu anhu yang telah disebutkan di atas,

وَ إِنَّ اْلكَافِرَ إِذَا احْتُضِرَ أَتَتْهُ مَلاَئِكَةُ اْلعَذَابِ بِمِسْحٍ فَيَقُوْلُوْنَ: اخْرُجِى سَاخِطَةً مَسْخُوْطًا عَلَيْكِ إِلىَ عَذَابِ اللهِ عز و جل فَتَخْرُجُ كَأَنْتَنِ رِيْحِ جِيْفَةٍ حَتىَّ يَأْتُوْنِ بِهِ بَابَ اْلأَرْضِ فَيَقُوْلُوْنَ: مَا أَنْتَنَ هَذِهِ الرِّيْحَ حَتىَّ يَأْتُوْنَ بِهِ أَرْوَاحَ اْلكُفَّارِ

 “Sedangkan orang kafir, jika telah datang kepadanya (kematian), datanglah kepadanya para Malaikat adzab dengan membawa semacam karung goni. Lalu mereka berkata, ‘Keluarlah engkau dalam keadaan murka lagi dimurkai (oleh-Nya), menuju kepada siksa Allah  Azza wa Jalla Kemudian keluarlah (darinya) seperti sebusuk-busuk bau bangkai sehingga mereka sampai dengannya ke pintu bumi’. Lalu mereka berkata, ‘Alangkah busuknya bau ini sehingga mereka mendatangi ruh-ruh orang kafir”.   [HR an-Nasa’iy: IV/ 8-9, Ibnu Hibban dan al-Hakim: 1342. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [4]

Adapun perkara ruh yang keluar dari jasad manusia yang mengeluarkan bau harum atau busuk, tidak ada seorangpun yang mengetahui dengan jelas dan pasti akan bentuk, warna dan dzatnya. Sebab manusia tidak diberikan ilmu tentang ruh itu kecuali sangat sedikit. Maka janganlah kita menduga-duganya apalagi merasa sangat mengetahuinya.

وَ يَسْئَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحِ مِنْ أَمْرِ رَبِّى وَ مَا أُوتِيتُم مِّنَ اْلعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Rabbku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan (tentang itu) melainkan sedikit”. [QS. Al-Israa’/17: 85].

Dibukanya pintu-pintu langit oleh para malaikat penjaga pintu langit dengan kedatangan ruh orang mukmin.

Yakni ketika para Malaikat membawa ruhnya naik ke langit lalu minta dibukakan pintu-pintu langit kepada para penjaga pintunya maka dibukalah pintu-pintu tersebut sehingga sampai ke langit yang ke tujuh. Para Malaikat yang ada di langit memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar ruh orang mukmin itu lewat di hadapan mereka. Bahkan para Malaikat itu ikut mengantarkannya sampai ke pintu langit berikutnya lantaran memuliakan orang mukmin tersebut. Lalu semua Malaikat yang ada di langit dan bumi mengucapkan sholawat (doa-doa kebaikan) untuknya. Wallahu a’lam.

Sedangkan orang-orang yang tidak beriman tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu tersebut. Semua Malaikat yang ada di langit dan bumi mengutuknya dan memohon agar ruhnya tidak lewat di hadapan mereka. Hal ini sebagaimana telah disebutkan di dalam ayat berikut ini,

إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِئَايَاتِنَا وَ اسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَآءِ وَلَا يَدْخُلُونَ اْلجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ اْلجَمَلُ فِى سَمِّ اْلخِيَاطِ وَ كَذَلِكَ نَجْزِى اْلـمُجْرِمَينَ

Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. [QS al-A’raf/ 7: 40].

Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy afizhohullah, “Bahwasanya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan menyombongkan diri darinya serta tidak beriman, mengerjakan amal-amal shalih dan hidup di dalam kemusyrikan, keburukan dan kerusakan. Lalu jika seseorang di antara mereka mati dan para malaikat naik ke langit dengan membawa ruhnya maka pintu-pintu langit tidak akan dibukakan untuknya dan tempat kembalinya adalah neraka”. [5]

Kitab catatan orang-orang beriman berada di illiyin yaitu di langit yang paling atas.

Setelah naiknya ruh orang mukmin itu ke langit yang ke tujuh, Allah Azza wa Jalla  memerintahkan para Malaikat untuk mencatat catatan hamba-Nya yang beriman itu di dalam illiyyin yaitu suatu tempat yang paling atas di surga. [6]

كَلَّا إِنَّ كِتَابَ اْلأَبْرَارِ لَفِى عِلِّيِّينَ وَ مَا أَدْرَاكَ مَا عِلِّيِّونَ كِتَابٌ مَّرْقُومٌ يَشْهَدُهُ اْلمـُقَرَّبُونَ

Sekali-kali tidak, sesungguhnya kitab orang-orang yang berbakti itu (tersimpan) dalam ‘illiyyin. Tahukah kamu apakah ‘illiyyin itu? (yaitu) kitab yang bertulis, yang disaksikan oleh malaikat-malaikat yang didekatkan (kepada Allah). [QS. al-Muthaffifin/ 83: 18-21].

Sedangkan kitab catatan orang-orang yang tidak beriman dari kalangan musyrikin, ahli kitab dan munafikin berada di sijjin yaitu di bumi yang paling bawah. [7]

كَلَّا إِنَّ كِتَابَ اْلفُجَّارِ لَفِى سِجِّينٍ وَ مَا أَدْرَاكَ مَا سِجِّينٌ كِتَابٌ مَّرْقُومٌ Sekali-kali jangan curang, karena sesungguhnya kitab orang yang durhaka tersimpan dalam sijjin.  Tahukah kamu apakah sijjin itu?.  (Ialah) kitab yang bertulis. [QS. al-Muthaffifin/ 83: 7-9].

Ruh-ruh tersebut akan dikembalikan ke dalam jasad mereka di dalam kubur untuk menghadapi pertanyaan dua malaikat.

Ruhnya orang beriman akan diletakkan di dalam jasadnya setelah melalui perjalanan melintasi langit yang tujuh.

Namun peletakan ruh ke dalam jasad tersebut tidaklah menjadikan orang yang telah mati tersebut dapat hidup kembali. Sebab tidaklah sama antara bersatunya jasad dengan ruh di alam dunia dengan alam barzakh. Yang ini adalah alam syahadah (nyata) dan yang itu alam ghaib, maka keduanya itu mempunyai perbedaan yang jelas lagi nyata.

Bahkan akal setiap orang akan dikembalikan kepadanya untuk dapat menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir Alaihima as-Salam, hal ini sebagaimana di dalam suatu hadits:

Dari Abdullah bin Umar radliyallahu anhuma bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah menceritakan tentang fattan (Malaikat penguji) kubur. Umar radliyallahu anhu bertanya, “Wahai Rosulullah!, apakah akal-akal kita itu akan dikembalikan kepada kita?”. Maka Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Ya, sebagaimana keadaanmu pada hari ini”. Berkata Umar, “Semoga pada mulutnya (malaikat itu) ada batu”.[8] [HR Ahmad: II/ 172, Ibnu Hibban dan ath-Thabraniy dengan sanad yang hasan]. [9]

Sedangkan ruhnya orang yang tidak beriman akan dilemparkan dari langit dunia sehingga jatuh mengenai jasadnya.

Ketika ruh orang yang kafir itu di tolak naik ke langit berikutnya, ruhnya tersebut dilempar jatuh tepat pada jasadnya. Hal ini laksana seseorang yang jatuh lalu di sambar burung atau ditiup angin kencang ke tempat yang jauh.

 وَ مَنْ يَشْرِكْ بِاللهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَآءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِى بِهِ الرِّيحُ فِى مَكَانٍ سَحِيقٍ

Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. [al-Hajj/ 22: 31].

Hal ini disebabkan janji Allah Azza wa Jalla kepada manusia bahwasanya Ia telah ciptakan mereka dari tanah, lalu mereka dikembalikan ke tanah dan dari tanah pulalah mereka nanti akan dibangkitkan kembali kelak pada hari kiamat.

Ada beberapa ayat yang menjelaskan hal tersebut, yaitu:

مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَ فَيهَا نُعِيدُكُمْ وَ مِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى

Dari bumi (tanah) itulah Kami menciptakan kamu, kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain. [Thoha/ 20: 55].

 قَالَ فِيهَا تَحْيَوْنَ وَ فِيهَا تَمُوتُونَ وَ مِنْهَا تُخْرَجُونَ

Allah berfirman, “Di bumi itu kamu hidup, di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan. [QS. al-A’raaf/ 7: 25].

وَاللهُ أَنبَتَكُم مِّنَ اْلأَرْضِ نَبَاتًا ثُمَّ يُعِيدُكُمْ فِيهَا وَ يُخْرِجُكُمْ إِخْرَاجًا

Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, Kemudian Dia mengambalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya. [QS. Nuh/ 71: 17-18].

Orang yang di dalam kubur mendengar bunyi derap sendal kawan-kawannya ketika pergi berpaling meninggalkannya.

Yaitu ketika para pengantar dari keluarga, kerabat, tetangga dan shahabat meninggalkannya sendirian di dalam kubur, ia mendengar bunyi langkah kaki dan derap sendal mereka.

 فَإِنَّهُ يَسْمَعُ خَفْقَ نِعَالِ أَصْحَابِهِ إِذَا وَلَّوْا عَنْهَ مَدْبِرِيْنَ

 “Maka sesungguhnya ia mendengar bunyi derap sendal kawan-kawannya apabila mereka berpaling membelakang”. [HR Abu Dawud: 4753, Ahmad: IV/ 287-288, 295-296 dan siyak hadits ini baginya, al-Hakim, ath-Thoyalisiy dan al-Ajuriy di dalam kitab asy-Syari’ah halaman 327-328. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [10]

Hal ini berlangsung sesaat saja ketika para pengantar jenazah itu selesai menguburkan jenazah lalu berbalik keluar areal pekuburan untuk pulang. Namun setelah itu, penghuni kubur tidak akan lagi dapat mendengar sedikitpun derap kaki, desahan suara atau lantunan doa atau bacaan ayat-ayat alqur’an orang yang datang menziarahinya.

فَإِنَّكَ لَا تُسْمِعُ اْلمـَوْتَى وَ لَا تُسْمِعُ الصُّمَّ الدُّعَآءَ إِذَا وَلَّوْا مُدْبِرِينَ

Maka sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka itu berpaling membelakang. [QS. ar-Rum/ 30: 52].

وَ مَا يَسْتَوِى اْلأَحْيَآءُ وَ لَا اْلأَمْوَاتُ إِنَّ اللهَ يُسْمِعُ مَنْ يَشَآءُ وَ مَا أَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَّن فِى اْلقُبُورِ

Dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar. [QS. Fathir/ 35: 22].

Berkenaan dengan hal ini, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda kepada beberapa pentolan kafirin yang telah mati dan dikuburkan di dalam sumur Badr, [11] sebagaimana di dalam suatu riwayat,

عن ابن عمر رضي الله عنهما قَالَ: اطَّلَعَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم عَلَى أَهْلِ اْلقَلِيْبِ فَقَالَ: وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَكُمْ رَبُّكُمْ حَقًّا فَقِيْلَ لَهُ: تَدْعُوْ أَمْوَاتًا ؟ فَقَالَ: مَا أَنْتُمْ بِأَسْمَعَ مِنْهُمْ وَ لَكِنْ لاَ  ُيجِيْبُوْنَ

Dari Ibnu Umar radliyallahu anhuma berkata, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam menengok penghuni qolib lalu bertanya, “Apakah kalian telah mendapatkan apa yang telah diancamkan oleh Rabb kalian kepada kalian?”. Ditanyakan kepada Beliau, ”Ya Rosulullah, mengapa engkau berbicara kepada orang-orang yang telah mati?”. Beliau menjawab, “Kalian tidaklah lebih mendengar dari mereka, namun mereka tidak dapat menjawab”. [HR al-Bukhoriy: 1370, 3976, 3980, 4026, Muslim 2874, an-Nasa’iy: IV/ 109, 110 dan Ahmad: III/ 220. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [12]

Maksudnya para penghuni qolib badr itu sangat jelas mendengar apa yang dikatakan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam namun mereka tidak dapat menjawab pertanyaan beliau untuk membenarkannya. Bahwa mereka telah mendapatkan apa yang selama ini telah diancamkan kepada mereka namun mereka selalu dustakan yakni adzab kubur dan kelakpun mereka akan mendapat siksaan yang lebih besar lagi di dalam neraka pada hari kiamat.

Namun dengan ucapan Rosul Shallallahu alaihi wa sallam kepada mereka itu, tidak berarti bahwa setelah itu para penghuni kubur dapat mendengar ucapan, keluhan, tangisan, bacaan alqur’an, kiriman doa dan sebagainya dari setiap peziarah yang datang kepada mereka, sebagaimana dijelaskan di dalam ayat di atas.

Wallahu a’lam bish showab.

 

[1] Shahih Sunan Abi Dawud: 3979, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1676, Ahkam al-Jana’iz halaman 198-202, Syar-h al-Aqidah ath-Thohawiyah halaman 396-398, al-Qobru adzabuhu wa na’imuhu halaman 11-14 oleh Husain al-Awayisyah dan Adzab al-Qobri wa Su’al al-Malakain hadits nomor 28 oleh al-Imam al-Baihaqiy.

[2] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1729, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 490 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1309.

[3] Shahih Sunan Abi Dawud: 3979, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1676, Ahkam al-Jana’iz halaman 198-202, Syar-h al-Aqidah ath-Thohawiyah halaman 396-398, al-Qobru adzabuhu wa na’imuhu halaman 11-14 oleh Husain al Awayisyah dan Adzab al-Qobri wa Su’al al-Malakain hadits nomor 28 oleh al-Imam al-Baihaqiy.

[4] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1729, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 490 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1309.

[5] Aysar at-Tafasir: II/ 172.

[6]  Aysar at-Tafasir: IV/ 538.

[7] Sijjin itu berada di bawah bumi yang tujuh. Lihat Tafsir alqur’anul ‘Azhim: IV/ 587 dan Aysar at-Tafasir: V/ 535.

[8]Maksudnya mudah-mudahan Malaikat itu ringan dalam memberikan pertanyaan sehingga ia dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan jawaban yang baik.

[9] Al-Qobru adzabuhu wa na’iimuh halaman 8. Hadits ini dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albaniy di dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 3553.

[10] Shahih Sunan Abi Dawud: 3979, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1676, Ahkam al-Jana’iz halaman 198-202, Syar-h al-Aqidah ath-Thohawiyah halaman 396-398, al-Qobru adzabuhu wa na’imuhu halaman 11-14 oleh Husain al Awayisyah dan Adzab al-Qobri wa Su’al al-Malakain hadits nomor 28 oleh al-Imam al-Baihaqiy.

[11]  Di antara mereka adalah Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Umayyah bin Khalaf dan Abu Jahl bin Hisyam. Pada waktu perang Badr mereka terbunuh dan mayat mereka dikuburkan dan dimasukkan ke dalam sebuah sumur yang dikenal dengan Qolib Badr. [Fat-h al-Bariy: VII/ 302].

[12]  Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1961, 1962, 1963 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5556.

Tinggalkan komentar