AKHI, KENALILAH PENANYAMU KELAK DI ALAM KUBUR…

MENGENAL MALAIKAT MUNKAR DAN NAKIR ALAIHIMA AS-SALAM DI DALAM KUBUR

بسم الله الرحمن الرحيم

p138Datangnya dua malaikat alaihima as-Salam yang amat keras bentakkannya kepada jenazah yang telah dikuburkan.

Setelah ruh itu dikembalikan ke jasadnya di dalam kubur, maka datanglah kepadanya dua orang Malaikat yang berwarna hitam kebiruan, keduanya dikenal dengan Malaikat Munkar dan Nakir alaihima as-Salam. Keduanya lalu mendudukan tubuh penghuni kubur itu lalu bertanya kepadanya sambil membentaknya.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : إِذَا قُبِرَ الْمَيِّتُ (أَوْ قَالَ: أَحَدُكُمْ) أَتَاهُ مَلَكَانِ أَسْوَدَانِ أَزْرَقَانِ يُقَالُ لِأَحَدِهِمَا الْمُنْكَرُ وَاْلآخَرُ النَّكِيْرُ فَيَقُوْلاَنِ: مَا كُنْتَ تَقُوْلُ فِى هَذَا الرَّجُلِ؟ فَيَقُوْلُ مَا كَانَ يَقُوْلُ: هُوَ عَبْدُ اللهِ وَ رَسُوْلُهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ فَيَقُوْلاَنِ قَدْ كُنَّا نَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُوْلُ هَذَا ثُمَّ يُفْسَحُ لَهُ فِى قَبْرِهِ سَبْعُوْنَ ذِرَاعًا فِى سَبْعِيْنَ ثُمَّ يُنَوَّرُ لَهُ فِيْهِ ثُمَّ يُقَالُ لَهُ: نَمْ فَيَقُوْلُ: أَرْجِعُ إِلَى أَهْلِى فَأَخْبِرُهُمْ؟ فَيَقُوْلُ: نَمْ كَنَوْمَةِ الْعَرُوْسِ الَّذِى لاَ يُوْقِظُهُ إِلاَّ أَحَبُّ أَهْلِهِ إِلَيْهِ حَتَّى يَبْعَثُهُ اللهُ مِنْ مَضْجَعِهِ ذَلِكَ وَ إِنْ كَانَ مُنَافِقًا قَالَ: سَمْعْتُ النَّاسَ يَقُوْلُوْنَ فَقُلْتُ مِثْلَهُ لاَ أَدْرِى فَيَقُوْلاَنِ: قَدْ كُنَّا نَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُوْلُ ذَلِكَ فَيُقَالُ لِلأَرْضِ: الْتَئِمِى عَلَيْهِ فَتَلْتَئِمُ عَلَيْهِ فَتَخْتَلِفُ أَضْلاَعُهُ فَلاَ يَزَالُ فِيْهَا مُعَذَّبًا حَتَّى يَبْعَثَهُ اللهُ مِنْ مَضْجَعِهِ ذَلِكَ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Apabila mayit (atau, seseorang di antara kalian) telah dikuburkan, datanglah kepadanya dua malaikat yang hitam kebiruan, seorang diantara keduanya dikenal dengan nama Munkar dan yang lainnya dikenal dengan nama Nakir”. Keduanya berkata, ”Apakah yang hendak engkau katakan mengenai lelaki ini?”. Ia berkata, “Dia adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang pantas disembah selain Allah dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad itu adalah hamba Allah dan utusan-Nya”. Keduanya berkata, “Sungguh kami telah mengetahui bahwasanya engkau akan mengatakan itu”. Kemudian dilapangkan baginya di dalam kuburnya sepanjang tujuh puluh hasta kali tujuh puluh hasta. Lalu diberi cahaya baginya di dalamnya. Dikatakan kepadanya, “Tidurlah engkau!”. Ia berkata, “Bolehkah aku kembali kepada keluargaku untuk mengkhabarkan mereka?”. Kedua malaikat itu menjawab, “Tidurlah engkan seperti tidurnya pengantin yang tiada yang dapat membangunkannya kecuali orang yang paling dicintainya diantara keluarganya, sehingga Allah membangkitkannya dari pembaringannya itu”. Dan jikalau si mayit itu seorang munafik, ia berkata, “Aku dengar orang-orang mengatakan (suatu perkataan) lalu akupun mengatakan seperti mereka, aku tidak tahu”. Kedua malaikat itu berkata, “Sesungguhnya kami telah mengetahui bahwasanya engkau akan mengatakan itu”. Dikatakan kepada bumi, “Himpitlah orang munafik itu”, lalu bumipun menghimpitnya. Maka senatiasa ia disiksa di dalamnya sehingga Allah membangkitkannya dari pembaringannya itu. [HR at-Turmudziy: 1071. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [1]

Kedua malaikat itu bertanya kepada orang yang meninggal dunia hanya mengenai perkara-perkara agama.

Yaitu, “Siapakah Rabbmu? Siapakah nabimu? Apakah agamamu? Apakah amal perbuatanmu? Dan apakah kitabmu?”.

Hal ini telah diceritakan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam ketika berada di kebun korma milik Bani Najjar yang terdapat beberapa buah kubur di dalamnya, sebagaimana di dalam hadits berikut ini,

 عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: إِنَّ نَبِيَّ اللهِ  صلى الله عليه و سلم دَخَلَ نَخْلاً لِبَنِى نَجَّارٍ فَسَمِعَ صَوْتًا فَفَزِعَ فَقَالَ: مَنْ أَصْحَابُ هَذِهِ الْقُبُوْرِ ‎؟ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ نَاسٌ مَاتُوْا فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَقَالَ: تَعَوَّذُوْا بِاللهِ مِنْ عَذَابِ النَّارِ وَ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ قَالُوْا: وَ مِمَّ ذَاكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ:  إِنَّ المـْؤْمِنَ إِذَا وُضِعَ فِى قَبْرِهِ أَتَاهُ مَلَكٌ فَيَقُوْلُ لَهُ: مَا كُنْتَ تَعْبُدُ؟ فَإِنَّ اللهَ هَدَاهُ قَالَ: كُنْتُ أَعْبُدُ اللهَ فَيُقَالُ لَهُ: مَا كُنْتَ تَقُوْلُ فِى هَذَا الرَّجُلِ؟ فَيَقُوْلُ: هُوَ عَبْدُ اللهِ وَ رَسُوْلُهُ فَمَا يُسْأَلُ عَنْ شَيْءٍ غَيْرُهَا … إلخ

Dari Anas bin Malik radliyallahu anhu berkata, Adalah Nabiyullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah memasuki kebun korma milik Bani Najjar, tiba-tiba beliau mendengar suara lalu terkejut. Lalu beliau bertanya, “Siapakah penghuni kubur ini?”. Mereka menjawab, “Wahai Rosulullah, mereka adalah beberapa orang yang mati di masa jahiliyah”. Beliau bersabda, “Hendaklah kalian berlindung kepada Allah dari siksa neraka dan fitnah Dajjal”. Mereka bertanya, “Mengapakah begitu wahai Rosulullah?”. Beliau berkata, “Sesungguhnya orang mukmin itu apabila telah diletakkan di dalam kuburnya, datanglah kepadanya seorang malaikat, lalu bertanya kepadanya, “Apakah yang dahulu kamu sembah?”. Ia menjawab, “Dahulu aku menyembah Allah”. Ia ditanya lagi, “Apakah yang hendak kamu katakan mengenai lelaki ini?”. Ia menjawab, “Dia adalah hamba Allah dan utusan-Nya”. Ia tidak ditanya tentang suatu apapun selainnya. Dan seterusnya hadits. [HR Abu Dawud: 4751 dan Ahmad: III/ 233. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].[2]

Jika hanya perkara agama yang dipertanyakan oleh Malaikat Munkar dan Nakir alaihima as-Salam di dalam kuburnya maka sudah seharusnya setiap muslim mempelajari dan memperdalam ilmu agamanya, khususnya yang berkenaan dengan masalah akidah atau keimanan. Sebab ilmu-ilmu selainnya tidak akan bermanfaat dan tidak akan pula menyelamatkannya dari fitnah dan adzab kubur. Namun ilmu tersebut mesti dipelajari dengan bimbingan yang benar dari  alqur’an yang mulia dan hadits-hadits yang shahih dengan pemahaman dan penjelasan dari para ulama salaf yang memang berkompeten untuk itu.

Sebagaimana telah diketahui bahwa menuntut ilmu dan berilmu itu hukumnya adalah wajib ain, artinya setiap muslim wajib mempelajari dan memilikinya meskipun sudah ada orang yang giat mempelajarinya. Tetapi bagi yang belum tahu tentang kewajiban tersebut, inilah sebahagian dalil-dalil tentang kewajiban menuntut ilmu:

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلىَ كُلِّ مُسْلِمٍ

Dari Anas bin Malik radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Menuntut ilmu itu wajib bagi tiap muslim”. [HR Ibnu Majah: 224. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [3]

عن سعد بن أبي وقاص رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: فَضْلُ اْلعِلْمِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ فَضْلِ اْلعِبَادَةِ وَ خَيْرُ دِيْنُكُمُ اْلوَرَعُ

Dari Sa’d bin Abi Waqqosh radliyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Keutamaan ilmu lebih aku cintai daripada keutamaan ibadah, dan sebaik-baik agama kalian adalah sifat wara’”. [HR al-Hakim: 320, al-Bazzar, ath-Thabraniy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy]. [4]

Di dalam dua dalil hadits shahih di atas, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam  telah mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu, karena ilmu adalah pintu kebaikan yang dengannya seorang mengetahui perintah dan larangan dari Allah Azza wa Jalla dan Rosul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam di dalam alqur’an dan sunnah yang shahih, yang sesuai dengan pemahaman salafush shalih. Dengan melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan seseorang akan dihindarkan dari siksa kubur dan dianugrahkan sebahagian dari kenikmatan kubur. Atau pula akan didekatkan serta dimasukkan ke dalam surga dan dijauhkan serta dihindarkan dari neraka. Tetapi bagaimana mungkin seorang muslim dapat dilapangkan kuburnya dan merasakan kenikmatannya bahkan kelak masuk ke dalam surga dan diselamatkan dari siksa kubur apalagi dihindarkan dari adzab neraka jika tidak melaksanakan berbagai macam perintah dan meninggalkan berbagai jenis larangan. Dan bagaimana mungkin pula seorang muslim dapat melaksanakan berbagai macam perintah dan meninggalkan berbagai jenis larangan jika tidak mempunyai ilmu tentang hal tersebut. Dan juga mustahil ia dapat memiliki ilmu, jika tidak belajar dan menuntut ilmu, karena ilmu itu hanya akan dapat dikuasai dan dipahami dengan cara belajar. [5] Apalagi kedudukan ilmu itu adalah jelas lebih utama dari kedudukan ibadah. Sebab ibadah tanpa ilmu itu akan menjadikan ibadah tersebut kacau tiada menentu, tanpa arah tertuju dan akhirnya terjerumus kedalam bid’ah si penipu. Maka pada akhirnya ibadah itu akan membuahkan hasil yang semu, tidak menyelamatkan dari adzab kubur dan neraka dan tidak pula mendatangkan kenikmatan kubur dan surga.

عن معاوية رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فىِ الدِّيْنِ

Dari Mu’awiyah radliyallahu anhuberkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah maka Ia akan memberikan pemahaman kepadanya dalam perkara agama”. [HR al-Bukhoriy: 71, 3116, 7312, Muslim: 1037, at-Turmudziy: 2645, Ibnu Majah: 221, Ahmad: IV/ 101 dan ad-Darimiy: I/ 73-74. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [6]

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Barangsiapa yang tidak paham dalam perkara-perkara agama dan tidak mempelajari kaidah-kaidah Islam serta apa yang berhubungan dengannya dari cabang-cabang (agama) maka diharamkan kebaikan itu (baginya)”.[7]

عن أبى هريرة رضي الله عنه و أبو الدرداء رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: وَ مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلىَ اْلجَنَّةِ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu dan Abu ad-Darda’ radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berjalan di suatu jalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan jalan baginya menuju surga”. [HR Muslim: 2699, at-Turmudziy: 2646, 2682, 2945, Abu Dawud: 3641, 3643, Ibnu Majah: 223, 225, Ahmad: II/ 252, V: 196 dan al-Hakim: 307 ]. [8]

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Adanya ambisi di dalam mencari ilmu syar’iy yang dapat menuntunnya kepada ridlo Allah Azza wa Jalla dan dengannya kita dapat masuk ke dalam surga, in syaa Allah“. [9]

عن زر بن حبيش قال: أَتَيْتُ صَفْوَانَ بْنَ عَسَّال اْلمـُرَادِيّ فَقَالَ: مَا جَاءَ بِكَ ؟ قُلْتُ: أُنْبِطُ اْلعِلْمَ قَالَ: فَإِنىِّ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: مَا مِنْ خَارِجٍ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ فىِ طَلَبِ اْلعِلْمِ إِلاَّ وَضَعَتْ لَهُ اْلمـَلاَئِكَةُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا بِمَا يَصْنَعُ

Dari Zurr bin Hubaisy berkata, aku pernah mendatangi Shofwan bin Assal al-Murodiy. Lalu ia (yaitu Shofwan) bertanya, “Apa yang menyebabkanmu datang?”. Aku menjawab, “Untuk mendapatkan ilmu”. Ia berkata, “Sesungguhnya aku pernah mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seseorang keluar dari rumahnya dalam rangka mencari ilmu melainkan para malaikat merendahkan sayapnya untuknya sebab ridlo dengan apa yang ia perbuat”. [HR Ibnu Majah: 226, Ahmad: IV: 240, Ibnu Hibban dan al-Hakim: 348. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [10]

Dan masih banyak lagi perintah dan anjuran dari Allah Azza wa Jalla dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam agar kaum muslimin senantiasa menuntut, mempelajari dan mengamalkan ilmu-ilmu agama, bukan hanya ilmu-ilmu dunia semata sebagaimana yang diyakini oleh kebanyakan mereka. Tidak, sekali-kali tidak.

asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullahketika ditanya, “Apakah ilmu-ilmu seperti kedokteran dan tekhnik itu termasuk tafaqquh (mendalami pemahaman) di dalam agama Allah?”.  Beliau menjawab, “Ilmu-ilmu tersebut bukan termasuk mendalami pemahaman agama Allah, karena manusia tidak mempelajari alqur’an dan sunnah padanya. Tetapi ilmu-ilmu tersebut termasuk perkara-perkara yang dibutuhkan oleh kaum muslimin. Oleh karena itulah sebahagian ahli ilmu mengatakan, ‘mempelajari industri, kedokteran, tekhnik, geologi dan yang semisalnya itu termasuk fardlu kifayah, dan bukan termasuk ilmu syar’iy, namun tidaklah sempurna mashlahat umat ini melainkan dengannya’. Oleh sebab itu aku peringatkan saudara-saudara yang sedang mempelajari ilmu-ilmu ini agar senantiasa mempunyai tujuan di dalam mempelajarinya untuk memberi manfaat kepada saudara-saudara mereka dari kaum muslimin dan mengangkat martabat umat Islam”.[11]

عن أبى هريرة رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: إِنَّ اللهَ يُبْغِضُ كُلَّ جَعْظَرِيٍّ جَوَّاظٍ سَخَّابٍ فىِ اْلأَسْوَاقِ جِيْفَةٍ بِاللَّيْلِ  ِحمَارٍ بِالنَّهَارِ عَالِمٍ بِأَمْرِ الدُّنْيَا جَاهِلٍ بِأَمْرِ اْلآخِرَةِ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Allah murka kepada setiap perkataan kasar lagi sombong, banyak berteriak di pasar, bagai bangkai di waktu malam dan seperti himar di siang hari, [12] pandai di dalam urusan dunia dan bodoh di dalam urusan akhirat”. [HR Ibnu Hibban dan al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [13]

Berkata asy-Syaikh al-Albaniy rahimahullah, “Alangkah tepatnya hadits ini dalam memberi julukan kepada orang-orang kafir yang sama sekali tidak pernah memikirkan kehidupan akhirat mereka disamping kepandaian mereka dalam urusan dunia mereka. Sebagaimana Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman tentang mereka,

يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِّنَ اْلحَيَاةِ الدُّنْيَا وَ هُمْ عَنِ اْلآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ

“Mereka hanya mengetahui yang zhohir saja dari kehidupan dunia, sedangkan tentang kehidupan akhirat, mereka lalai”. [QS. Ar-Rum/30: 7].

Namun banyak juga di antara kaum muslimin yang memiliki sifat seperti ini. Mereka, pada siang hari begitu sibuknya di ladang atau pasar, sehingga lalai terhadap berbagai kewajiban dan sholat”. [14]

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: إِنَّ اللهَ يُبْغِضُ كُلَّ عَالِمٍ بِالدُّنيَا جَاهِلٍ بِاْلآخِرَةِ

Dari Abu Hurairah aiyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Allah murka kepada setiap orang yang pandai dalam perkara dunia namun bodoh dalam perkara akhirat”. [HR al-Hakim di dalam kitab “tarikhnya”. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih].[15]

Orang yang beriman diteguhkan oleh Allah Azza wa Jalla untuk menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh kedua malaikat tersebut dengan perkataan yang teguh, sehingga ia dapat menjawabnya.

 عن البراء بن عازب رضي الله عنه عَنِ النِّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: يُثَبِّتُ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا بِاْلقَوْلِ الثَّابِتِ (قَالَ): نَزَلَتْ فىِ عَذَابِ اْلقَبْرِ يُقَالُ لَهُ: مَنْ رَبُّكَ؟ فَيَقُوْلُ: رِبِّيَ اللهُ وَ نَبِيِّ مُحَمَّدٌ فَذَلِكَ قَوْلُهُ ((يُثَبِّتُ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا بِاْلقَوْلِ الثَّابِتِ فِى اْلحَيَاةِ الدُّنْيَا وَ فِى اْلآخِرَةِ))

Dari al-Baro’ bin Azib radliyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang teguh”. (Ia berkata), “Ayat ini turun tentang siksa kubur”. Ditanyakan kepadanya, “Siapakah Rabb-mu?”. Ia menjawab, “Rabb-ku adalah Allah dan nabiku adalah Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam”. Maka itulah firman Allah Azza wa Jalla, ((Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan akhirat. QS. Ibrahim/14: 27)). [HR Ibnu Majah: 4269. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [16]

Hal itu dikarenakan orang mukmin itu selalu istikomah dengan keyakinan, ucapan dan perbuatannya yang diajarkan oleh agamanya. Ia mempelajari perkara-perkara agama itu dari orang yang memang merupakan ahli ilmu dengan pengambilan dalil dari sumber yang jelas lagi benar yaitu dari alqur’an dan hadits. Atau melalui buku, majalah, alat elektronik dan sejenisnya yang jelas rujukannya dari alqur’an, hadits dan atsar para shahabat. Sehingga seorang mukmin akan merasa mantap dan teguh dengan keyakinannya karena mempunyai dasar pondasi yang jelas dan kokoh lagi dapat dipertanggung-jawabkan di sisi Allah fpada hari kiamat kelak.

Adapun orang yang tidak beriman baik dari kalangan ahli kitab, kaum musyrikin ataupun munafikin, mereka tidak mampu menjawabnya sehingga ia hanya dapat menjawab, “Ah, ah aku tidak tahu, atau aku dengar orang-orang mengatakan ini dan itu maka akupun mengatakannya”. Hal ini disebabkan sepanjang hidupnya hanya diperuntukkan untuk memenuhi keinginannya terhadap kehidupan dunia, berupa kedudukan tahta, kemilauan harta, kemolekan wanita, kemewahan rumah semata ataupun keelokan kendaraan unta atau toyota. Sehingga ia melupakan urusan akhirat dan Rabbnya Azza wa Jalla yang semua itu dapat dipahami, jika ia mempelajari berbagai perkara tersebut dari agama yang paling sempurna di dalam penjelasan dan penerapan yaitu Islam dengan bimbingan alqur’an dan hadits-hadits shahih.

Padahal selamat atau tidaknya seseorang di akhirat nanti itu telah diketahui hasilnya dari jawabannya ketika ditanya di dalam kubur, jika ia selamat darinya maka apa yang sesudahnya lebih mudah lagi tetapi jika ia tidak selamat maka apa yang sesudahnya lebih sulit lagi. Ya Allah selamatkan kami dari fitnah dan pertanyaan di dalam kubur.

Hal ini sebagaimana telah disabdakan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang telah dituturkan kembali oleh Utsman bin Affan radliyallahu anhu di dalam hadits yang telah disebutkan terdahulu,

 عَنْ عُثْمَانَ قَالَ: إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِنَّ الْقَبْرَ أَوَّلُ مَنَازِلِ اْلآخِرَةِ فَإِنْ نَجَا فَمَا بَعْدَهُ أَيْسَرُ مِنْهُ وَ إِنْ لَمْ يَنْجُ فَمَا بَعْدَهُ أَشَدُّ مِنْهُ

 Dari Utsman (bin Affan) berkata, “Sesungguhnya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kubur itu adalah tempat kedudukan pertama akhirat. Jika seseorang selamat darinya maka apa yang sesudahnya adalah lebih mudah darinya, dan jika ia tidak selamat maka apa yang sesudahnya lebih berat darinya”. [HR at-Turmudziy: 2308, Ibnu Majah: 4267 dan al-Hakim: 1413. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [17]

Wallahu a’lam bish showab.


[1] Shahih Sunan at-Turmudziy: 856, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 724, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1391 dan Misykah al-Mashobih: 130.

[2] Sunan Abi Dawud: 3977, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1930 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1344.

[3] Shahih Sunan Ibni Majah: 183, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3913, 3914, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 70 dan Jami’ bayan al-Ilmi wa fadl-lihi: 12

[4] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4214.

[5] Yakni hadits yang berbunyi  إنما العلم بالتعلم  artinya “Ilmu itu hanyalah diperoleh dengan cara belajar”. Ini adalah sebuah hadits yang dikeluarkan oleh al-Khathib di dalam kitab “tarikhnya” dari Abu Hurairah radliyallahu anhu  dan di-hasan-kan oleh asy-Syaikh al-Albaniy di dalam kitab Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 342 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2328.

[6] Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 55, Shahih Sunan at-Turmudziy: 2133, Shahih Sunan Ibni Majah: 180, 181, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1194, 1195, 1196, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6611, 6612 dan Jami’ Bayan al-Ilmi wa fadl-lihi: 74.

[7] Bahjah an-Nazhirin: II/ 463.

[8] Mukhtashor Shahih Muslim: 1888, Shahih Sunan at-Turmudziy: 2134, 2159, 2348, Shahih Sunan Abi Dawud: 3096, 3097, Shahih Sunan Ibni Majah:182, 184, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 67, 68, 80 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6297, 6298.

[9] Bahjah an-Nazhirin: I/ 333.

[10] Shahih Sunan Ibni Majah: 185, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5702 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 81.

[11] Kitab al-Ilmi oleh asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin halaman 179.

[12] Bagai bangkai di waktu malam maksudnya tidur pulas dan tidak bergerak bagaikan bangkai orang mati. Seperti himar di siang hari maksudnya bagaikan binatang himar atau keledai yang bekerja sepanjang siang untuk memburu harta dunia.

[13] Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 195 dan Shahih al-Jami ash-Shaghir: 1878.

[14] Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: I/ 332.

[15] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1879.

[16]  Shahih Sunan Ibni Majah: 3444.

[17]  Shahih Sunan at-Turmudziy: 1878, Shahih Sunan Ibni Majah: 3442, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1684 dan Misykah al-Mashobih: 132.

KEMANAKAH PERGINYA RUH SETELAH DIPISAHKAN DENGAN JASAD??

KONDISI RUH KETIKA PEMILIKNYA DIWAFATKAN

بسم الله الرحمن الرحيم

langit1Dari ruh orang mukmin tersebut keluar seharum-harumnya wewangian yang terdapat di muka bumi.

Harumnya wewangian ruh orang mukmin itu dapat dicium oleh semua malaikat yang ada di antara langit dan bumi dan semua malaikat yang ada di langit memohon agar ruh tersebut lewat dihadapan mereka.

Keluarnya ruh manusia dari jasadnya itu, sebagaimana telah disinggung adalah termasuk dari perkara-perkara ghaib. Maka tidak ada seorangpun yang mengetahui bentuk, dzat, ukuran ataupun warna dari ruh itu kecuali Allah Azza wa Jalla sebagai penciptanya. Jeritan kesakitan para penghuni kubur akibat disiksa oleh para Malaikat di dalam masing-masing kubur merekapun tidak akan dapat ditangkap dan didengar oleh manusia dan jin kecuali yang dikecualikan dari binatang-binatang. Begitu juga keluarnya bau harum atau busuk dari ruh tersebut tidak ada yang dapat menciumnya kecuali yang diidzinkan oleh-Nya untuk menciumnya yakni para Malaikat.

Namun kewajiban bagi setiap mukmin adalah membenarkan apa yang telah dikabarkan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentang keluarnya ruh dari jasad setiap manusia dengan mengeluarkan bau harum ataupun busuk. Hal ini sebagaimana telah diriwayatkan di dalam hadits yang telah diungkapkan beberapa bab yang lalu, yaitu di antaranya,

 وَ يَخْرُجُ مِنْهَا كَأَطْيَبِ نَفْحَةِ مِسْكٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ اْلأَرْضِ

“Dan keluarlah darinya seperti seharum-harumnya wewangian minyak kesturi yang dijumpai di atas punggung bumi”. [HR Abu Dawud: 4753, Ahmad: IV/ 287-288, 295-296 dan siyak hadits ini baginya, al-Hakim, ath-Thoyalisiy dan al-Ajuriy di dalam kitab asy-Syari’ah halaman 327-328. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [1]

Di dalam riwayat lainnya juga disebutkan akan keluarnya wewangian dari ruh orang mukmin, yaitu,

عن أبى هريرة رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِذَا حُضِرَ اْلمـُؤْمِنُ أَتَتْهُ مَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ ِبحَرِيْرَةٍ بَيْضَاءَ فَيَقُوْلُوْنَ: اخْرُجِى رَاضِيَةً مَرْضِيَّا عَنْكِ إِلىَ رَوْحِ اللهِ وَ رَيْحَانٍ وَ رَبِّ غَيْرِ غَضْبَانٍ فَتَخْرُجُ كَأَطْيَبِ اْلمِسْكِ حَتىَّ أَنَّهُ لَيُنَاوِلُهُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا حَتىَّ يَأْتُوْنَ بِهِ بَابَ السَّمَاءِ فَيَقُوْلُوْنَ: مَا أَطْيَبَ هَذِهِ الرِّيْحَ الَّتىِ جَاءَتْكُمْ مِنَ اْلأَرْضِ فَيَأْتُوْنَ بِهِ أَرْوَاحَ اْلمـُؤْمِنِيْنَ فَلَهُمْ أَشَدُّ فَرَحًا بِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ بِغَائِبِهِ يَقْدَمُ عَلَيْهِ فَيَسْأَلُوْنَهُ: مَاذَا فَعَلَ فُلاَنٌ؟ مَاذَا فَعَلَ فُلاَنٌ؟ فَيَقُوْلُوْنَ: دَعُوْهُ فَإِنَّهُ كَانَ فىِ غَمِّ الدُّنْيَا فَإِذَا قَالَ: أَمَا أَتَاكُمْ؟ قَالُوْا: ذُهِبَ بِهِ إِلىَ أُمِّهِ اْلهَاوِيَةِ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jika (kematian) datang kepada seorang mukmin, maka datanglah para Malaikat rahmat kepadanya dengan membawa kain sutra berwarna putih”. Lalu mereka berkata, “Keluarlah engkau dalam keadaan ridlo lagi pula diridloi (oleh-Nya) menuju kepada rahmat Allah dan penghidupan yang baik, sedangkan Rabb dalam keadaan tidak murka (kepadamu)”. Lalu keluarlah (darinya) seperti seharum-harum minyak kesturi, sampai-sampai sebahagian mereka berebut dengan sebahagian yang lain untuk meraihnya sehingga mereka mencapai pintu langit. Mereka berkata, “Alangkah harumnya wewangian ini yang datang kepada kalian dari arah bumi”. Lalu mereka datang dengannya kepada ruh-ruh orang mukmin. Mereka sangat berbahagia layaknya seseorang di antara kamu yang pergi lalu datang kembali. Mereka bertanya, “Apa yang telah dikerjakan oleh si Fulan? Apa yang telah dilakukan oleh si Fulan?”. Mereka menjawab, “Tinggalkan ia!, karena ia baru saja menghadapi penderitaan (kehidupan) dunia”. Ketika ia bertanya (kepada ruh-ruh orang mukmin), “Tidakkah (si Fulan itu) telah datang kepada kalian?”. Mereka menjawab, “Jika demikian, ia telah pergi ke tempat kembalinya yaitu neraka Hawiyah”. [HR an-Nasa’iy: IV/ 8-9, Ibnu Hibban dan al-Hakim: 1342. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [2]

Sedangkan dari ruh orang yang tidak beriman dari kalangan orang-orang orang kafir dan munafik keluar bebauan yang amat busuk yang terdapat di muka bumi, sehingga semua malaikat yang ada di antara langit dan bumi dan semua malaikat yang ada di langit memohon agar ruh tersebut tidak lewat dihadapan mereka.

 وَ يَخْرُجُ مِنْهَا كَأَنْتَنِ رِيْحِ جِيْفَةٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ اْلأَرْضِ

“Keluarlah dari ruh tersebut seperti sebusuk-busuk bau bangkai yang terdapat di muka bumi”. [HR Abu Dawud: 4753, Ahmad: IV/ 287-288, 295-296 dan siyak hadits ini baginya, al-Hakim, ath-Thoyalisiy dan al-Ajuriy di dalam kitab asy-Syari’ah halaman 327-328. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [3]

Begitu juga di dalam riwayat lain dari Abu Hurairah radliyallahu anhu yang telah disebutkan di atas,

وَ إِنَّ اْلكَافِرَ إِذَا احْتُضِرَ أَتَتْهُ مَلاَئِكَةُ اْلعَذَابِ بِمِسْحٍ فَيَقُوْلُوْنَ: اخْرُجِى سَاخِطَةً مَسْخُوْطًا عَلَيْكِ إِلىَ عَذَابِ اللهِ عز و جل فَتَخْرُجُ كَأَنْتَنِ رِيْحِ جِيْفَةٍ حَتىَّ يَأْتُوْنِ بِهِ بَابَ اْلأَرْضِ فَيَقُوْلُوْنَ: مَا أَنْتَنَ هَذِهِ الرِّيْحَ حَتىَّ يَأْتُوْنَ بِهِ أَرْوَاحَ اْلكُفَّارِ

 “Sedangkan orang kafir, jika telah datang kepadanya (kematian), datanglah kepadanya para Malaikat adzab dengan membawa semacam karung goni. Lalu mereka berkata, ‘Keluarlah engkau dalam keadaan murka lagi dimurkai (oleh-Nya), menuju kepada siksa Allah  Azza wa Jalla Kemudian keluarlah (darinya) seperti sebusuk-busuk bau bangkai sehingga mereka sampai dengannya ke pintu bumi’. Lalu mereka berkata, ‘Alangkah busuknya bau ini sehingga mereka mendatangi ruh-ruh orang kafir”.   [HR an-Nasa’iy: IV/ 8-9, Ibnu Hibban dan al-Hakim: 1342. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [4]

Adapun perkara ruh yang keluar dari jasad manusia yang mengeluarkan bau harum atau busuk, tidak ada seorangpun yang mengetahui dengan jelas dan pasti akan bentuk, warna dan dzatnya. Sebab manusia tidak diberikan ilmu tentang ruh itu kecuali sangat sedikit. Maka janganlah kita menduga-duganya apalagi merasa sangat mengetahuinya.

وَ يَسْئَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحِ مِنْ أَمْرِ رَبِّى وَ مَا أُوتِيتُم مِّنَ اْلعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Rabbku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan (tentang itu) melainkan sedikit”. [QS. Al-Israa’/17: 85].

Dibukanya pintu-pintu langit oleh para malaikat penjaga pintu langit dengan kedatangan ruh orang mukmin.

Yakni ketika para Malaikat membawa ruhnya naik ke langit lalu minta dibukakan pintu-pintu langit kepada para penjaga pintunya maka dibukalah pintu-pintu tersebut sehingga sampai ke langit yang ke tujuh. Para Malaikat yang ada di langit memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar ruh orang mukmin itu lewat di hadapan mereka. Bahkan para Malaikat itu ikut mengantarkannya sampai ke pintu langit berikutnya lantaran memuliakan orang mukmin tersebut. Lalu semua Malaikat yang ada di langit dan bumi mengucapkan sholawat (doa-doa kebaikan) untuknya. Wallahu a’lam.

Sedangkan orang-orang yang tidak beriman tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu tersebut. Semua Malaikat yang ada di langit dan bumi mengutuknya dan memohon agar ruhnya tidak lewat di hadapan mereka. Hal ini sebagaimana telah disebutkan di dalam ayat berikut ini,

إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِئَايَاتِنَا وَ اسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَآءِ وَلَا يَدْخُلُونَ اْلجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ اْلجَمَلُ فِى سَمِّ اْلخِيَاطِ وَ كَذَلِكَ نَجْزِى اْلـمُجْرِمَينَ

Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. [QS al-A’raf/ 7: 40].

Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy afizhohullah, “Bahwasanya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan menyombongkan diri darinya serta tidak beriman, mengerjakan amal-amal shalih dan hidup di dalam kemusyrikan, keburukan dan kerusakan. Lalu jika seseorang di antara mereka mati dan para malaikat naik ke langit dengan membawa ruhnya maka pintu-pintu langit tidak akan dibukakan untuknya dan tempat kembalinya adalah neraka”. [5]

Kitab catatan orang-orang beriman berada di illiyin yaitu di langit yang paling atas.

Setelah naiknya ruh orang mukmin itu ke langit yang ke tujuh, Allah Azza wa Jalla  memerintahkan para Malaikat untuk mencatat catatan hamba-Nya yang beriman itu di dalam illiyyin yaitu suatu tempat yang paling atas di surga. [6]

كَلَّا إِنَّ كِتَابَ اْلأَبْرَارِ لَفِى عِلِّيِّينَ وَ مَا أَدْرَاكَ مَا عِلِّيِّونَ كِتَابٌ مَّرْقُومٌ يَشْهَدُهُ اْلمـُقَرَّبُونَ

Sekali-kali tidak, sesungguhnya kitab orang-orang yang berbakti itu (tersimpan) dalam ‘illiyyin. Tahukah kamu apakah ‘illiyyin itu? (yaitu) kitab yang bertulis, yang disaksikan oleh malaikat-malaikat yang didekatkan (kepada Allah). [QS. al-Muthaffifin/ 83: 18-21].

Sedangkan kitab catatan orang-orang yang tidak beriman dari kalangan musyrikin, ahli kitab dan munafikin berada di sijjin yaitu di bumi yang paling bawah. [7]

كَلَّا إِنَّ كِتَابَ اْلفُجَّارِ لَفِى سِجِّينٍ وَ مَا أَدْرَاكَ مَا سِجِّينٌ كِتَابٌ مَّرْقُومٌ Sekali-kali jangan curang, karena sesungguhnya kitab orang yang durhaka tersimpan dalam sijjin.  Tahukah kamu apakah sijjin itu?.  (Ialah) kitab yang bertulis. [QS. al-Muthaffifin/ 83: 7-9].

Ruh-ruh tersebut akan dikembalikan ke dalam jasad mereka di dalam kubur untuk menghadapi pertanyaan dua malaikat.

Ruhnya orang beriman akan diletakkan di dalam jasadnya setelah melalui perjalanan melintasi langit yang tujuh.

Namun peletakan ruh ke dalam jasad tersebut tidaklah menjadikan orang yang telah mati tersebut dapat hidup kembali. Sebab tidaklah sama antara bersatunya jasad dengan ruh di alam dunia dengan alam barzakh. Yang ini adalah alam syahadah (nyata) dan yang itu alam ghaib, maka keduanya itu mempunyai perbedaan yang jelas lagi nyata.

Bahkan akal setiap orang akan dikembalikan kepadanya untuk dapat menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir Alaihima as-Salam, hal ini sebagaimana di dalam suatu hadits:

Dari Abdullah bin Umar radliyallahu anhuma bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah menceritakan tentang fattan (Malaikat penguji) kubur. Umar radliyallahu anhu bertanya, “Wahai Rosulullah!, apakah akal-akal kita itu akan dikembalikan kepada kita?”. Maka Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Ya, sebagaimana keadaanmu pada hari ini”. Berkata Umar, “Semoga pada mulutnya (malaikat itu) ada batu”.[8] [HR Ahmad: II/ 172, Ibnu Hibban dan ath-Thabraniy dengan sanad yang hasan]. [9]

Sedangkan ruhnya orang yang tidak beriman akan dilemparkan dari langit dunia sehingga jatuh mengenai jasadnya.

Ketika ruh orang yang kafir itu di tolak naik ke langit berikutnya, ruhnya tersebut dilempar jatuh tepat pada jasadnya. Hal ini laksana seseorang yang jatuh lalu di sambar burung atau ditiup angin kencang ke tempat yang jauh.

 وَ مَنْ يَشْرِكْ بِاللهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَآءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِى بِهِ الرِّيحُ فِى مَكَانٍ سَحِيقٍ

Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. [al-Hajj/ 22: 31].

Hal ini disebabkan janji Allah Azza wa Jalla kepada manusia bahwasanya Ia telah ciptakan mereka dari tanah, lalu mereka dikembalikan ke tanah dan dari tanah pulalah mereka nanti akan dibangkitkan kembali kelak pada hari kiamat.

Ada beberapa ayat yang menjelaskan hal tersebut, yaitu:

مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَ فَيهَا نُعِيدُكُمْ وَ مِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى

Dari bumi (tanah) itulah Kami menciptakan kamu, kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain. [Thoha/ 20: 55].

 قَالَ فِيهَا تَحْيَوْنَ وَ فِيهَا تَمُوتُونَ وَ مِنْهَا تُخْرَجُونَ

Allah berfirman, “Di bumi itu kamu hidup, di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan. [QS. al-A’raaf/ 7: 25].

وَاللهُ أَنبَتَكُم مِّنَ اْلأَرْضِ نَبَاتًا ثُمَّ يُعِيدُكُمْ فِيهَا وَ يُخْرِجُكُمْ إِخْرَاجًا

Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, Kemudian Dia mengambalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya. [QS. Nuh/ 71: 17-18].

Orang yang di dalam kubur mendengar bunyi derap sendal kawan-kawannya ketika pergi berpaling meninggalkannya.

Yaitu ketika para pengantar dari keluarga, kerabat, tetangga dan shahabat meninggalkannya sendirian di dalam kubur, ia mendengar bunyi langkah kaki dan derap sendal mereka.

 فَإِنَّهُ يَسْمَعُ خَفْقَ نِعَالِ أَصْحَابِهِ إِذَا وَلَّوْا عَنْهَ مَدْبِرِيْنَ

 “Maka sesungguhnya ia mendengar bunyi derap sendal kawan-kawannya apabila mereka berpaling membelakang”. [HR Abu Dawud: 4753, Ahmad: IV/ 287-288, 295-296 dan siyak hadits ini baginya, al-Hakim, ath-Thoyalisiy dan al-Ajuriy di dalam kitab asy-Syari’ah halaman 327-328. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [10]

Hal ini berlangsung sesaat saja ketika para pengantar jenazah itu selesai menguburkan jenazah lalu berbalik keluar areal pekuburan untuk pulang. Namun setelah itu, penghuni kubur tidak akan lagi dapat mendengar sedikitpun derap kaki, desahan suara atau lantunan doa atau bacaan ayat-ayat alqur’an orang yang datang menziarahinya.

فَإِنَّكَ لَا تُسْمِعُ اْلمـَوْتَى وَ لَا تُسْمِعُ الصُّمَّ الدُّعَآءَ إِذَا وَلَّوْا مُدْبِرِينَ

Maka sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka itu berpaling membelakang. [QS. ar-Rum/ 30: 52].

وَ مَا يَسْتَوِى اْلأَحْيَآءُ وَ لَا اْلأَمْوَاتُ إِنَّ اللهَ يُسْمِعُ مَنْ يَشَآءُ وَ مَا أَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَّن فِى اْلقُبُورِ

Dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar. [QS. Fathir/ 35: 22].

Berkenaan dengan hal ini, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda kepada beberapa pentolan kafirin yang telah mati dan dikuburkan di dalam sumur Badr, [11] sebagaimana di dalam suatu riwayat,

عن ابن عمر رضي الله عنهما قَالَ: اطَّلَعَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم عَلَى أَهْلِ اْلقَلِيْبِ فَقَالَ: وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَكُمْ رَبُّكُمْ حَقًّا فَقِيْلَ لَهُ: تَدْعُوْ أَمْوَاتًا ؟ فَقَالَ: مَا أَنْتُمْ بِأَسْمَعَ مِنْهُمْ وَ لَكِنْ لاَ  ُيجِيْبُوْنَ

Dari Ibnu Umar radliyallahu anhuma berkata, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam menengok penghuni qolib lalu bertanya, “Apakah kalian telah mendapatkan apa yang telah diancamkan oleh Rabb kalian kepada kalian?”. Ditanyakan kepada Beliau, ”Ya Rosulullah, mengapa engkau berbicara kepada orang-orang yang telah mati?”. Beliau menjawab, “Kalian tidaklah lebih mendengar dari mereka, namun mereka tidak dapat menjawab”. [HR al-Bukhoriy: 1370, 3976, 3980, 4026, Muslim 2874, an-Nasa’iy: IV/ 109, 110 dan Ahmad: III/ 220. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [12]

Maksudnya para penghuni qolib badr itu sangat jelas mendengar apa yang dikatakan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam namun mereka tidak dapat menjawab pertanyaan beliau untuk membenarkannya. Bahwa mereka telah mendapatkan apa yang selama ini telah diancamkan kepada mereka namun mereka selalu dustakan yakni adzab kubur dan kelakpun mereka akan mendapat siksaan yang lebih besar lagi di dalam neraka pada hari kiamat.

Namun dengan ucapan Rosul Shallallahu alaihi wa sallam kepada mereka itu, tidak berarti bahwa setelah itu para penghuni kubur dapat mendengar ucapan, keluhan, tangisan, bacaan alqur’an, kiriman doa dan sebagainya dari setiap peziarah yang datang kepada mereka, sebagaimana dijelaskan di dalam ayat di atas.

Wallahu a’lam bish showab.

 

[1] Shahih Sunan Abi Dawud: 3979, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1676, Ahkam al-Jana’iz halaman 198-202, Syar-h al-Aqidah ath-Thohawiyah halaman 396-398, al-Qobru adzabuhu wa na’imuhu halaman 11-14 oleh Husain al-Awayisyah dan Adzab al-Qobri wa Su’al al-Malakain hadits nomor 28 oleh al-Imam al-Baihaqiy.

[2] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1729, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 490 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1309.

[3] Shahih Sunan Abi Dawud: 3979, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1676, Ahkam al-Jana’iz halaman 198-202, Syar-h al-Aqidah ath-Thohawiyah halaman 396-398, al-Qobru adzabuhu wa na’imuhu halaman 11-14 oleh Husain al Awayisyah dan Adzab al-Qobri wa Su’al al-Malakain hadits nomor 28 oleh al-Imam al-Baihaqiy.

[4] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1729, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 490 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1309.

[5] Aysar at-Tafasir: II/ 172.

[6]  Aysar at-Tafasir: IV/ 538.

[7] Sijjin itu berada di bawah bumi yang tujuh. Lihat Tafsir alqur’anul ‘Azhim: IV/ 587 dan Aysar at-Tafasir: V/ 535.

[8]Maksudnya mudah-mudahan Malaikat itu ringan dalam memberikan pertanyaan sehingga ia dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan jawaban yang baik.

[9] Al-Qobru adzabuhu wa na’iimuh halaman 8. Hadits ini dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albaniy di dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 3553.

[10] Shahih Sunan Abi Dawud: 3979, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1676, Ahkam al-Jana’iz halaman 198-202, Syar-h al-Aqidah ath-Thohawiyah halaman 396-398, al-Qobru adzabuhu wa na’imuhu halaman 11-14 oleh Husain al Awayisyah dan Adzab al-Qobri wa Su’al al-Malakain hadits nomor 28 oleh al-Imam al-Baihaqiy.

[11]  Di antara mereka adalah Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Umayyah bin Khalaf dan Abu Jahl bin Hisyam. Pada waktu perang Badr mereka terbunuh dan mayat mereka dikuburkan dan dimasukkan ke dalam sebuah sumur yang dikenal dengan Qolib Badr. [Fat-h al-Bariy: VII/ 302].

[12]  Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1961, 1962, 1963 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5556.

WAHAI SAUDARAKU, RAIHLAH KENIKMATAN KUBUR !!

JENIS-JENIS NIKMAT KUBUR

 بسم الله الرحمن الرحيم

P101Di dalam beberapa penjelasan yang lalu telah diterangkan tentang berbagai jenis siksa kubur dan penyebab-penyebabnya. Jika telah dipahami bahwa semua orang kafir dari kalangan ahli kitab, kaum musyrikin dan kaum munafikin serta yang semisal mereka itu akan dipastikan mendapatkan dan merasakan siksa kubur. Sebagaimana juga dari kalangan umat ini yang gemar mengerjakan berbagai perbuatan dosa dan maksiat. Maka bagaimana dengan keadaan umat ini yang istikomah dalam keimanan, gemar mengerjakan aneka ibadah yang diperintahkan oleh Allah Azza wa Jalla dan Rosul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam dan bersegera meninggalkan dan menanggalkan berbagai perbuatan dosa dan maksiat?.

Maka jawabannya jelas, sebagaimana golongan pertama mendapatkan siksa dan penderitaan maka golongan yang ini niscaya akan mendapatkan nikmat dan kebahagiaan di dalam kubur-kubur mereka, sesuai dengan tingkat keimanan dan amal shalih mereka.

Kenikmatan kubur itu juga beraneka jenis dan variasi tergantung keimanan dan amal shalih dari tiap-tiap mukmin yang mendapatkannya. Namun di sini hanya akan dijelaskan sebahagian darinya sebagaimana telah dituangkan dan diutarakan di dalam beberapa hadits, di antaranya adalah,

1). Dilapangkan kubur.

Jika himpitan di dalam kubur yang menyebabkan tulang belulang berselisih itu merupakan salah satu dari siksa kubur. Maka dilapangkannya kubur seorang mukmin itu, jelas merupakan kenikmatan.

Apalagi jika luas kubur itu adalah sejauh mata memandang yang dapat dirasakan oleh penghuninya yang mukmin, sebagaimana telah berlalu haditsnya di muka,

وَ يُفْسَحُ لَهُ فِى قَبْرِهِ مَدَّ بَصَرِهِ

“Dan dilapangkan untuknya di dalam kuburnya sejauh pandangannya”. [HR Abu Dawud: 4753, Ahmad: IV/ 287-288, 295-296 dan siyak hadits ini baginya, al-Hakim, ath-Thoyalisiy dan al-Ajuriy di dalam kitab asy-Syari’ah halaman 327-328. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [1]

Dan juga karena dalil hadits berikut ini, yang menerangkan luasnya kubur itu adalah tujuh puluh hasta (kali tujuh puluh hasta), apalagi jika kuburnya itu dipenuhi oleh yang berwarna hijau suatu warna yang melambangkan kesejukan dan kesegaran, maka semakin bertambahlah kenikmatannya. Sebab biasanya umat manusia itu menyukai pemandangan yang berwarna hijau.

 إِنَّ اْلعَبْدَ إِذَا وُضِعَ فىِ قَبْرِهِ وَ تَوَلىَّ عَنْهُ أَصْحَابُهُ حَتىَّ أَنَّهُ يَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ أَتَاهُ مَلَكَانِ فَيُقْعِدَانِهِ فَيَقُوْلاَنِ لَهُ: مَا كُنْتَ تَقُوْلُ فىِ هَذَا الرَّجُلِ؟ -لِمُحَمَّدٍ- فَأَمَّا اْلمـُؤْمِنُ فَيَقُوْلُ: أَشْهَدُ أَنَّهُ عَبْدُ اللهِ وَ رَسُوْلُهُ فَيُقَالُ: انْظُرْ إِلىَ مَقْعَدِكَ مِنَ النَّارِ قَدْ أَبْدَلَكَ اللهُ بِهِ مَقْعَدًا مِنَ اْلجَنَّةِ فَيَرَاهُمَا جَمِيْعًا وَ يُفْسَحُ لَهُ فىِ قَبْرِهِ سَبْعُوْنَ ذِرَاعًا وَ يُمْلَأُ عَلَيْهِ خَضِرًا إِلىَ يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ

“Sesungguhnya seorang hamba itu apabila diletakkan di dalam kuburnya dan kawan-kawannyapun telah berpaling meninggalkannya, datanglah dua orang Malaikat kepadanya. Keduanya mendudukkannya dan bertanya kepadanya, “Apa yang hendak engkau katakan tentang lelaki ini?”, -yaitu Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam-. Adapun orang mukmin ia akan menjawab, ”Dia adalah hamba dan utusan Allah”. Dikatakan kepadanya, “Lihatlah tempat tinggalmu di neraka yang Allah sungguh-sungguh telah menggantikannya untukmu dengan surga”. Lalu ia melihat kedua (tempatnya itu). Kemudian dilapangkanlah baginya kuburnya sejarak tujuh puluh hasta dan kuburnyapun dipenuhi oleh yang berwarna hijau sampai hari mereka dibangkitkan dari kubur (yaitu hari kiamat)”. [HR Ahmad: III/ 233-234, al-Bukhoriy: 1374, Abu Dawud dan an-Nasa’iy: IV/ 98 dari Anas bin Malik radliyallahu anhu. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [2]

2). Diberi cahaya.

Kenikmatan kubur selanjutnya adalah kuburnya akan diterangi oleh cahaya yang dapat mengusir kegelapan kubur. Sebab di dunia saja manusia akan tersiksa jika hidup dalam kegelapan tanpa secercah cahayapun yang menyinarinya. Maka tatkala sinar cahaya itu berhasil mengusir kegelapan niscaya ia akan senang dan merasakan kenikmatan di dalamnya.

 عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : إِذَا قُبِرَ الْمَيِّتُ (أَوْ قَالَ: أَحَدُكُمْ) أَتَاهُ مَلَكَانِ أَسْوَدَانِ أَزْرَقَانِ يُقَالُ لِأَحَدِهِمَا الْمُنْكَرُ وَاْلآخَرُ النَّكِيْرُ فَيَقُوْلاَنِ: مَا كُنْتَ تَقُوْلُ فِى هَذَا الرَّجُلِ؟ فَيَقُوْلُ مَا كَانَ يَقُوْلُ: هُوَ عَبْدُ اللهِ وَ رَسُوْلُهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ فَيَقُوْلاَنِ قَدْ كُنَّا نَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُوْلُ هَذَا ثُمَّ يُفْسَحُ لَهُ فِى قَبْرِهِ سَبْعُوْنَ ذِرَاعًا فِى سَبْعِيْنَ ثُمَّ يُنَوَّرُ لَهُ فِيْهِ ثُمَّ يُقَالُ لَهُ: نَمْ فَيَقُوْلُ: أَرْجِعُ إِلَى أَهْلِى فَأَخْبِرُهُمْ؟ فَيَقُوْلُ: نَمْ كَنَوْمَةِ الْعَرُوْسِ الَّذِى لاَ يُوْقِظُهُ إِلاَّ أَحَبُّ أَهْلِهِ إِلَيْهِ حَتَّى يَبْعَثُهُ اللهُ مِنْ مَضْجَعِهِ ذَلِكَ وَ إِنْ كَانَ مُنَافِقًا قَالَ: سَمِعْتُ النَّاسَ يَقُوْلُوْنَ فَقُلْتُ مِثْلَهُ لاَ أَدْرِى فَيَقُوْلاَنِ: قَدْ كُنَّا نَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُوْلُ ذَلِكَ فَيُقَالُ لِلأَرْضِ: الْتَئِمِى عَلَيْهِ فَتَلْتَئِمُ عَلَيْهِ فَتَخْتَلِفُ أَضْلاَعُهُ فَلاَ يَزَالُ فِيْهَا مُعَذَّبًا حَتَّى يَبْعَثَهُ اللهُ مِنْ مَضْجَعِهِ ذَلِكَ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Apabila mayit (atau, seseorang di antara kalian) telah dikuburkan, datanglah kepadanya dua malaikat yang hitam biru, seorang diantara keduanya dikenal dengan nama malaikat Munkar dan yang lainnya dikenal dengan nama malaikat Nakir”. Keduanya berkata, “Apakah yang hendak engkau katakan mengenai lelaki ini?”. Ia berkata, “Dia adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang pantas disembah selain Allah dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad itu adalah hamba Allah dan utusan-Nya”. Keduanya berkata, “Sungguh kami telah mengetahui bahwasanya engkau akan mengatakan itu. Kemudian dilapangkan baginya di dalam kuburnya sepanjang tujuh puluh hasta kali tujuh puluh hasta. Lalu diberi cahaya baginya di dalamnya”. Dikatakan kepadanya, “Tidurlah engkau”. Ia berkata, “Bolehkah aku kembali kepada keluargaku untuk mengkhabarkan mereka?”. Kedua malaikat itu menjawab, “Tidurlah engkau seperti tidurnya pengantin yang tiada yang dapat membangunkannya kecuali orang yang paling dicintainya diantara keluarganya, sehingga Allah membangkitkannya dari pembaringannya itu”. Dan jikalau si mayit itu seorang munafik, ia berkata, “Aku dengar orang-orang mengatakan (suatu perkataan) lalu akupun mengatakan seperti mereka, aku tidak tahu”. Kedua malaikat itu berkata, “Sesungguhnya kami telah mengetahui bahwasanya engkau akan mengatakan itu”. Dikatakan kepada bumi, “Himpitlah orang munafik itu, lalu bumipun menghimpitnya”. Maka senatiasa ia disiksa di dalamnya sehingga Allah membangkitkannya dari pembaringannya itu. [HR at-Turmudziy: 1071. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [3]

Oleh karena itu Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam menganjurkan untuk mendoakan kebaikan kepada seorang mukmin yang baru meninggal dunia ketika menyaksikan jenazahnya. Sebagaimana diriwayatkan dari Ummu Salamah radliyallahu anha, ia berkata, “Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah menemui Abu Salamah radliyallahu anhu yang matanya masih dalam keadaan terbuka, lalu Beliau memejamkannya. Kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya ruh itu jika dicabut akan diikuti oleh mata”. Seketika itu sejumlah orang dari keluarganya ribut. Lalu beliau bersabda, “Janganlah kalian mendoakan diri kalian kecuali kebaikan, karena sesungguhnya para malaikat itu mengamini apa yang kalian ucapkan”. Kemudian beliau berdoa,

اللَّهُمَّ اغْفِرْ ِلأَبىِ سَلَمَةَ وَ ارْفَعْ دَرَجَتَهُ فىِ اْلمـَهْدِيِّيْنَ وَ اخْلُفْهُ فىِ عَقِبِهِ فىِ اْلغَابِرِيْنَ وَ اغْفِرْ لَنَا وَ لَهُ يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ  وَ افْسَحْ لَهُ فىِ قَبْرِهِ وَ نَوِّرْ لَهُ فِيْهِ

“Ya Allah, ampunilah Abu Salamah, angkatlah derajatnya ke tingkat orang-orang yang mendapat petunjuk dan gantilah ia di lingkungan keluarga yang ditinggalkannya. Wahai Rabb sekalian alam, ampunilah kami dan dia, lapangkanlah kuburnya dan terangilah ia di dalamnya”. [HR Muslim: 920, Abu Dawud: 3118, Ahmad: VI: 297 dan al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [4]

3). Istirahat tidur sampai hari berbangkit.

Di antara kenikmatan kubur lainnya adalah istirahat tidur bagi penghuninya sampai hari dimana ia dibangkitkan pada hari itu, yakni hari kiamat, sebagaimana di dalam hadits dari Abu Hurairah radliyallahu anhu di atas,

 ثُمَّ يُقَالُ لَهُ: نَمْ فَيَقُوْلُ: أَرْجِعُ إِلَى أَهْلِى فَأَخْبِرُهُمْ؟ فَيَقُوْلُ: نَمْ كَنَوْمَةِ الْعَرُوْسِ الَّذِى لاَ يُوْقِظُهُ إِلاَّ أَحَبُّ أَهْلِهِ إِلَيْهِ حَتَّى يَبْعَثُهُ اللهُ مِنْ مَضْجَعِهِ ذَلِكَ

 Dikatakan kepadanya, “Tidurlah engkau!”. Ia berkata, “Bolehkah aku kembali kepada keluargaku untuk mengkhabarkan mereka?”. Kedua malaikat itu menjawab, “Tidurlah engkau seperti tidurnya pengantin yang tiada yang dapat membangunkannya kecuali orang yang paling dicintainya diantara keluarganya”, sehingga Allah membangkitkannya dari pembaringannya itu. [HR at-Turmudziy: 1071. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [5]

Tidur adalah kenikmatan yang amat bernilai apalagi jika dilakukan setelah mengalami kepenatan dan keletihan yang luar biasa. Penat dalam mengisi kehidupan yang amat monoton sepanjang hari, dari makan, minum, mandi, bekerja, berjalan, duduk, berkendaraan, tidur, berbicara, diam dan lain sebagainya. Letih lantaran berjuang membela agama Allah Subhanahu wa ta’ala yang mendapat rintangan dan perlawanan dari kebanyakan manusia yang durhaka kepada Allah Jalla wa Ala. Maka obat mujarab yang dapat menghilangkan atau meringankan kepenatan dan keletihan itu adalah istirahat dan tidur pulas.

Oleh karena itu istirahat tidur di dalam kubur adalah suatu kenikmatan yang menyenangkan setelah menjalani berbagai rutinitas di dunia. Namun istirahat itu dapat menjadi hak seseorang muslim jika ia dapat melewati fitnah kubur dengan baik. Jika ia berhasil melewatinya dan lulus dari pertanyaan-pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir alaihima as-Salam, maka ia dapat tidur pulas istirahat sampai hari kiamat tanpa merasakan lagi berbagai kesusahan dan penderitaan.

4). Makan sebahagian dari buah-buahan surga sebelum tegaknya hari kiamat.

Salah satu kenikmatan di alam barzakh yang Allah Subhanahu wa ta’ala anugrahkan kepada para penghuninya yang beriman adalah menghidangkan sebahagian buah-buahan surga. Yakni ruh-ruh mereka akan terbang melayang dari satu pohon ke pepohonan yang lain di dalam surga untuk memakan sebahagian buah-buahan itu. Atau ruh-ruh mereka berada di dalam tembolok burung-burung surga yang berwarna hijau, lalu mengikuti burung-burung itu terbang menyinggahi sungai-sungai surga dan pepohonannya lalu memakan sebahagian buahnya sehingga Allah Jalla Dzikruhu mengembalikan ruh-ruh itu ke jasadnya pada hari kiamat.

Hal ini telah diungkapkan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam kepada umatnya untuk memotivasi mereka agar berusaha mendapatkan dan meraihnya dengan sepenuh kesungguhan, sebagaimana di dalam dalil hadits berikut ini,

عن عبد الرحمن بن كعب الأنصاري أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَاهُ كَانَ يُحَدِّثُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِنَّمَا نَسْمَةُ اْلمـُؤْمِنِ طَائِرٌ يَعْلَقُ فىِ شَجَرِ اْلجَنَّةِ حَتَّى يَرْجِعَ إِلىَ جَسَدِهِ يَوْمَ يُبْعَثُ

Dari Abdurrahman bin Ka’b al-Anshoriy bahwasanya ia mengkhabarkan bahwa ayahnya pernah bercerita, bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ruh orang mukmin itu terbang melayang dan makan pada pohon-pohon surga sehingga ia kembali kepada jasadnya pada hari ia dibangkitkan”. [HR Ibnu Majah: 4271, an-Nasa’iy: IV/ 108, Ahmad: III/ 455, 456, 460, Malik dan Ibnu Hibban. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [6]

 عن ابن عباس قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: لَمَّا أُصِيْبَ إِخْوَانُكُمْ بِأُحُدٍ جَعَلَ اللهُ أَرْوَاحَهُمْ فىِ جَوْفِ طَيْرٍ خُضْرٍ تَرِدُ أَنْهَارَ اْلجَنَّةِ تَأْكُلُ مِنْ ثِمَارِهَا وَ تَأْوَى إِلىَ قَنَادِيْلَ مِنْ ذَهَبٍ مُعَلَّقَةٍ فىِ ظِلِّ اْلعَرْشِ فَلَمَّا وَجَدُوْا طِيْبَ مَأْكَلِهِمْ وَ مَشْرَبِهِمْ وَ مَقِيْلِهِمْ قَالُوْا مَنْ يُبَلِّغُ إِخْوَانَنَا عَنَّا أَنَّا أَحْيَاءٌ فىِ اْلجَنَّةِ نُرْزَقُ لِئَلاَّ يَزْهَدُوْا فىِ الْجِهَادِ وَ لاَ يَنْكُلُوْا عِنْدَ اْلحَرْبِ فَقَالَ اللهُ سُبْحَانَهُ: أَنَا أُبَلِّغُهُمْ عَنْكُمْ فَأَنْزَلَ اللهُ((وَ لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِى سَبِيلِ اللهِ أَمْوَاتًا)) إلى آخر الآية

Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Ketika saudara-saudara kalian terbunuh pada waktu perang Uhud, Allah meletakkan ruh-ruh mereka di rongga (tembolok) burung hijau, yang mendatangi sungai-sungai surga. Mereka makan dari buah-buahan surga dan berlindung pada kendi-kendi yang terbuat dari emas yang bergantung pada naungan arsy”. Ketika mereka jumpai bagusnya makanan, minuman dan tempat tidur mereka, mereka berkata, “Siapakah yang hendak menyampaikan (berita) kami ini kepada saudara-saudara kami, bahwasanya Kami hidup di dalam surga dalam keadaan diberi rizki. Agar mereka tidak membenci jihad dan tidak lari ketika peperangan?”. Allah Subhanah berfirman, “Aku yang akan menyampaikan (berita) tentang kalian kepada mereka”. Lalu Allah menurunkan ((Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu)) sampai akhir ayat. QS. Ali Imran/ 3: 169. [HR Abu Dawud: 2520, Ahmad: I/ 266 dan al-Hakim: 2489, 3219. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: hasan]. [7]

5). Memakai pakaian dari surga

Di antara kenikmatan di dalam kubur lainnya adalah sebahagian penghuninya akan diberi pakaian dengan pakaian surga, sebagaimana telah dijelaskan di dalam dalil hadits yang telah disebutkan di muka, di antara lafazh haditsnya adalah,

فَأَفْرِشُوْهُ  مِنَ  الْجَنَّةِ  وَأَلْبِسُوْهُ مِنَ الْجَنَّةِ وَافْتَحُوْا لَهُ بَابًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Maka hamparkan suatu hamparan dari surga untuknya, pakaikanlah pakaian dari surga untuknya dan bukakanlah untuknya satu pintu ke arah surga”. [HR Ahmad: III/ 233-234, al-Bukhoriy: 1374, Abu Dawud dan an-Nasa’iy: IV/ 98. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [8]

6). Melihat tempat tinggalnya di surga.

Diawal hadits diceritakan tentang keadaan orang mukmin yang telah berhasil menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir alaihima as-Salam lalu ditemani oleh amalnya yang shalih, kemudian melihat apa yang disediakan di dalam surga.

فَإِذَا رَأَى مَا فِى  الْجَنَّةِ قَالَ: رَبِّ عَجِّلْ قِيَامَ السَّاعَةِ كَيْمَا أَرْجِعُ إِلَى أَهْلِى وَ مَالِى

Maka ketika ia melihat apa yang ada di dalam surga ia berkata, “Wahai Rabb-ku segerakanlah tegaknya hari kiamat agar aku kembali kepada keluarga dan harta bendaku”. [HR Ahmad: III/ 233-234, al-Bukhoriy: 1374, Abu Dawud dan an-Nasa’iy: IV/ 98. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [9]

Juga sebagaimana yang diceritakan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam riwayat hadits yang telah lalu,

 ثُمَّ يُفْرَجُ لَهُ قِبَلَ اْلجَنَّةِ فَيَنْظُرُ إِلىَ زَهْرَتِهَا وَ مَا فِيْهَا فَيُقَالُ لَهُ: هَذَا مَقْعَدُكَ وَ يُقَالُ لَهُ: عَلىَ اْليَقِيْنِ كُنْتَ وَ عَلَيْهِ مُتَّ و عَلَيْهِ تُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ

 “Lalu dibukakan untuknya satu celah ke arah surga maka ia melihat hiasan dan segala isinya. Dikatakan kepadanya, “Inilah tempatmu, di atas keyakinan ini engkau dahulu berada, di atasnya pula engkau mati dan di atasnya pulalah engkau akan dibangkitkan In syaa Allah”. [HR Ibnu Majah: 4268 dan Ahmad: VI/ 140. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].[10]

Jika seorang mukmin yang telah mati itu dilapangkan kuburnya sejauh mata memandang, beristirahat tidur selayaknya tidur pengantin, diberi cahaya yang menerangi kuburnya dan selainnya, maka semuanya itu merupakan beberapa bentuk nikmat kubur yang pantas ia dapatkan. Lalu tatkala di saat itu pula diperlihatkan kepadanya tempat tinggalnya kelak di surga dengan berbagai hiasan dan aneka ragam isinya pada hari kiamat, maka bertambahlah kenikmatan dan kebahagiaan yang dirasakannya dan iapun semakin rindu untuk segera mendapatkannya.

7) Ditemani oleh amal shalihnya.

Di antara kebaikan yang paling didambakan oleh setiap orang adalah mempunyai teman sejati yang menyenangkan dan menyelamatkan. Maka Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam banyak memerintahkan umatnya untuk mencari, memilih dan memilah orang yang hendak menjadi temannya sehari-hari, dan itu tidak akan terwujud kecuali dengan orang mukmin. Apalagi jika mukmin itu berwajah tampan, berpakaian bagus dan harum baunya, yang dapat menemaninya setiap saat, tentu ia akan lebih senang lagi.

Oleh sebab itu sebagai balasan atas keshalihan dan ketakwaan seorang muslim, Allah Subhanahu wa ta’ala berkenan memberikan teman yang menyertainya di dalam kuburnya sampai hari ia dibangkitkan. Teman itu adalah perwujudan dari amal shalihnya yang senantiasa ia kerjakan dengan penuh kesungguhan dan ketulusan selama hidup di dunia.

Dalilnya adalah sebagaimana telah disebut di dalam hadits yang diriwayatkan dari al-Barro’ bin Azib radliyallahu anhu terdahulu,

وَيَأْتِيْهِ [و فى رواية: يُمَثَّلُ لَهُ] رَجُلٌ حَسَنُ الْوَجْهِ حَسَنُ الثِّيَابِ  طَيِّبُ الرِّيْحِ فَيَقُوْلُ: أَبْشِرْ بِالَّذِى يَسُرُّكَ أَبْشِرْ بِرِضْوَانٍ مِنَ اللهِ وَ جَنَّاتٍ فِيْهَا نَعِيْمٌ مُقِيْمٌ هَذَا يَوْمُكَ الَّذِى كُنْتَ تُوْعَدُ فَيَقُوْلُ لَهُ: وَ أَنْتَ فَبَشَّرَكَ اللهُ بِخَيْرٍ مَنْ أَنْتَ؟ فَوَجْهُكَ الْوَجْهُ يَجِيءُ بِالْخَيْرِ فَيَقُوْلُ: أَنَا عَمَلُكَ الصَّالِحُ فَوَاللهِ مَا عَلِمْتُكَ إِلاَّ كُنْتَ سَرِيْعًا فِى طَاعَةِ اللهِ بَطِيْئًا فِى مَعْصِيَةِ اللهِ فَجَزَاكَ اللهُ خَيْرًا

“Datanglah kepadanya [di dalam satu riwayat, “diserupakan baginya”] seorang pria yang elok wajahnya, bagus pakaiannya lagi pula harum baunya. Ia berkata, “Bergembiralah engkau dengan yang menyenangkanmu, bergembiralah engkau dengan memperoleh keridloan Allah dan surga yang  di dalamnya terdapat kenikmatan abadi, ini adalah hari yang telah dijanjikan kepadamu”. Lalu ia berkata kepadanya, “Dan engkau, maka mudah-mudahan Allah menggembirakanmu dengan kebaikan, siapakah engkau? wajahmu adalah wajah yang datang membawa kebaikan”. Ia berkata, “Aku adalah amalmu yang shalih. Maka demi Allah, aku tidaklah mengenalmu melainkan engkau bersegera di dalam mentaati Allah lagi pula lambat di dalam mendurhakai Allah, mudah-mudahan Allah memberi balasan kebaikan kepadamu”. [HR Abu Dawud: 4753, Ahmad: IV/ 287-288, 295-296 dan siyak hadits ini baginya, al-Hakim, ath-Thoyalisiy dan al-Ajuriy di dalam kitab asy-Syari’ah halaman 327-328. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [11]

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ يَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : يَتْبَعُ الْمَيِّتُ ثَلاَثَةٌ فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَ يَبْقَى وَاحِدٌ يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَ مَالُهُ وَ عَمَلُهُ فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَ مَالُهُ وَ  يَبْقَى  عَمَلُهُ

Dari Anas bin Malik radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Ada tiga perkara yang mengikuti mayit. Akan kembali dua perkara dan tetap bersamanya satu perkara. Yang mengikutinya adalah keluarga, harta dan amalnya, yang kembali adalah keluarga dan hartanya dan yang tetap bersamanya adalah amalnya”. [HR Muslim: 2960,al-Bukhoriy: 6514, at-Turmudziy: 2379, an-Nasa’iy: IV/ 53 dan Ahmad: III/ 110. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [12]

 

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Terdapat dorongan untuk mengerjakan sesuatu yang dapat tetap bersama manusia, yaitu berupa amal shalih. Agar menjadi temannya di dalam kubur tatkala orang-orang kembali dan meninggalkannya sendirian”. [13]

Demikianlah beberapa bentuk kenikmatan yang akan Allah Subhanahu wa ta’ala berikan kepada orang-orang yang berhak mendapatkannya dari kalangan mukminin di dalam kubur mereka, sebagaimana telah dijelaskan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam  beberapa hadits shahih.

Mudah-mudahan kita semuanya diselamatkan dan dilindungi oleh Allah Azza wa jalla dari berbagai siksa kubur dan juga dianugrahkan oleh-Nya berbagai nikmat kubur. Hal itu, kita akan dapatkan kelak dengan meningkatkan dan menguatkan keimanan dan akidah tauhid kita dan juga mengerjakan, memperbanyak dan meningkatkan kwalitas amal-amal shalih kita.

Wallahu a’lam bish showab.


[1] Shahih Sunan Abi Dawud: 3979, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1676, Ahkam al-Jana’iz halaman 198-202, Syar-h al-Aqidah ath-Thohawiyah halaman 396-398, al-Qobru adzabuhu wa na’imuhu halaman 11-14 oleh Husain al Awayisyah dan Adzab al-Qobri wa Su’al al-Malakain hadits nomor 28 oleh al-Imam al-Baihaqiy.

[2] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1938 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1676.

[3] Shahih Sunan at-Turmudziy: 856, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 724, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1391 dan Misykah al-Mashobih: 130.

[4]  Mukhtashor Shahih Muslim: 456, Shahih Sunan Abi Dawud: 2675, al-Jami’ ash-Shaghir: 7266 dan Ahkam al-Jana’iz halaman 22.

[5] Shahih Sunan at-Turmudziy: 856, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 724, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1391 dan Misykah al-Mashobih: 130.

[6] Shahih Sunan Ibni Majah: 3446, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1960, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 995 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2373.

[7] Shahih Sunan Abi Dawud: 2199, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5205 dan Misykah al-Mashobih: 3853.

[8]  Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1938 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1676.

[9]  Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1938 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1676.

[10] Shahih Sunan Ibni Majah: 3443, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1361, 1968 dan Misykah al-Mashobih: 139.

[11] Shahih Sunan Abi Dawud: 3979, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1676, Ahkam al-Jana’iz halaman 198-202, Syar-h al-Aqidah ath-Thohawiyah halaman 396-398, al-Qobru adzabuhu wa na’imuhu halaman 11-14 oleh Husain al Awayisyah dan Adzab al-Qobri wa Su’al al-Malakain hadits nomor 28 oleh al-Imam al-Baihaqiy.

[12]  Mukhtashor Shahih Muslim: 2086,Shahih Sunan at-Turmudziy: 1938, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1829,Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 8017 dan Misykah al-Mashobih: 5168.

[13]  Bahjah an-Nazhirin: I/ 186.

SAUDARAKU, RAIH MANFAAT AMAL SHALIHMU SETELAH WAFATMU…

HAL-HAL YANG DAPAT MEMBANTU SEORANG MUSLIM SETELAH KEMATIANNYA

KUBUR10Disamping hal-hal yang dapat menjauhkan setiap muslim dari adzab kubur, ada beberapa hal lainnya yang bermanfaat bagi seorang muslim dan bahkan dapat membantunya setelah kematiannya.

Beberapa hal yang dapat membantu setiap muslim di alam kuburnya sebagaimana telah dijelaskan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam hadits-haditsnya yang shahih, di antaranya adalah,

1)). Sholat Jenazah

Sholat jenazah yang dilaksanakan oleh empat puluh orang mukmin yang tidak berbuat syirik bagi seorang muslim, maka sholat tersebut sangat berfaidah baginya, yaitu dengan sholat itu mereka dapat memberikan syafaat itu kepadanya. Maka hal ini menunjukkan akan pentingnya bergaul dengan orang-orang shalih dan melazimkan diri dengan mereka di masjid, tempat kajian dan semisalnya, sehingga mereka akan menyolatkannya ketika ia meninggal dunia.

عن عائشة رضي الله عنها عَنِ النِّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَا مِنْ مِيِّتٍ تُصَلِّي عَلَيْهِ أُمَّةٌ مِنَ اْلمـُسْلِمِيْنَ يَبْلُغُوْنَ مِائَةً كُلُّهُمْ يَشْفَعُوْنَ لَهُ إِلاَّ شُفِّعُوْا فِيْهِ

Dari Aisyah radliyallahu anha dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang mayit yang disholatkan oleh sekelompok orang dari kaum muslimin yang mencapai seratus orang dan semuanya memberikan syafaat kepadanya, melainkan mereka diperkenankan memberikan syafaat kepadanya”. [HR Muslim: 947, an-Nasa’iy: IV/ 75, 76, at-Turmudziy: 1029, dan Ahmad: VI/ 32, 40, 97, 231. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [1]

عن ابن عباس رضي الله عنهما قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: مَا مِنْ رَجُلٍ مُسْلِمٍ َيمُوْتُ فَيَقُوْمُ عَلَى جَنَازَتِهِ أَرْبَعُوْنَ رَجُلاً لاَ يُشْرِكُوْنَ بِاللهِ شَيْئًا إِلاَّ شَفَّعَهُمُ اللهُ فَيْهِ

Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, Aku pernah mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah ada seorang muslim meninggal dunia lalu ada empat puluh orang yang tidak mempersekutukan sesuatu dengan Allah [2]   menyolatkan jenazahnya melainkan Allah akan memberikan syafaat kepadanya melalui mereka”. [HR Muslim: 948, Abu Dawud: 3170, Ahmad: I/ 277-278 dan al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih].[3]

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Orang yang diterima syafaat dan dikabulkannya doa mereka adalah orang-orang yang bertauhid dengan benar yang tidak mempersekutukan sesuatupun dengan Allah (tidak berbuat syirik)”.  [4]

2)).Berdiam dirinya para pengantar kuburnya, lamanya seukuran dengan seseorang menyembelih kambing lalu membagi-bagikan dagingnya.

Termasuk sunnah yang dianjurkan di dalam Islam adalah berdiam diri sebentar di sekitar kubur seorang Muslim yang baru dikuburkan, lamanya seukuran dengan disembelihnya seekor kambing lalu dibagi-bagikan dagingnya. Hal ini dapat menenangkan penghuninya dan bersiap menjawab pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir alaihima as-Salam. Hal ini telah diungkapkan oleh seorang shahabat yaitu Amr bin al-Ash radliyallahu anhu  di dalam atsar berikut ini,

عن عمرو بن العاص قَالَ: فَإِذَا دَفَنْتُمُوْنىِ فَشُنُّوْا عَلَيَّ التُّرَابَ شَنًّا ثُمَّ أَقِيْمُوْا حَوْلَ قَبْرِى قَدْرَ مَا تُنْحَرُ جَزُوْرٌ وَ يُقْسَمُ لَحْمُهَا حَتىَّ أَسْتَأْنِسَ بِكُمْ مَاذَا أُرَاجِعُ بِهِ رُسُلَ رَبىِّ

Dari Amr bin al-Ash radliyallahu anhu berkata, “Lalu apabila kalian telah menguburkanku, maka taburkan debu di atas (jasad)ku dengan sekali tabur. Kemudian berdiam dirilah kalian di sekitar kuburku selama seekor kambing di sembelih lalu dibagi-bagikan dagingnya, sehingga aku dapat merasa tenang bersama kalian dan aku tahu apa yang menjawab (pertanyaan) para utusan Rabbku”. [Telah mengeluarkan atsar ini Muslim: 121].

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Di antara sunnah adalah berdiam diri sebentar di dekat kubur dalam keadaan mendoakan kebaikan untuk mayit dan memohonkan keteguhan untuknya”.  [5]

3)). Doa minta ampunan dan keteguhan para pengantarnya untuknya.

Hal lain yang dapat memberi faidah kepada orang yang telah mati adalah, permohonan ampun dan permintaan keteguhan dari pertanyaan Malaikat kubur kepada Allah ketika jenazahnya baru saja dikuburkan. Hal ini sebagaimana perintah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam di dalam dalil hadits berikut ini,

عن عثمان بن عفان رضي الله عنه قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم إِذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ اْلمـَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ فَقالَ: اسْتَغْفِرُوْا لِأَخِيْكُمْ وَ سَلُوْا لَهُ التَّثْبِيْتَ فَإِنَّهُ اْلآنَ يُسْأَلُ

Dari Utsman bin Affan radliyallahu anhu berkata, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam apabila telah selesai dari menguburkan jenazah, beliau berdiam diri di atasnya. Lalu bersabda, “Mohonkanlah ampunan (kepada Allah) untuk saudara kalian itu dan mintakanlah keteguhan untuknya, karena ia sekarang sedang ditanya”. [HR Abu Dawud: 3221, al-Hakim: 1412 dan al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].  [6]

4)). Beberapa amal perbuatannya yang dikerjakannya ketika masih hidup.

Hal lain yang sangat bermanfaat bagi orang yang telah mati, telah disebutkan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam hadits berikut,

عن أبى هريرة رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةِ (أَشْيَاءٍ) إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلِدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْا لَهُ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu  bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam  bersabda, “Apabila seorang manusia meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya kecuali dari tiga perkara yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakannya”. [HR Muslim: 1631, at-Turmudziy: 1376, Abu Dawud: 2880, an-Nasa’iy: VI/ 251 dan Ahmad: II/ 372. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih].  [7]

عن أبى هريرة رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ اْلمـُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَ حَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ: عِلْمًا عَلَّمَهُ وَ نَشَرَهُ وَ وَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ أَوْ مُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَناَهُ أَوْ بَيْتًا ِلابْنِ السَّبِيْلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فىِ صِحِّتِهِ وَ حَيَاتِهِ تَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Sesungguhnya sebahagian dari apa yang akan ditemui oleh seorang mukmin dari sebahagian amal dan kebaikannya sesudah matinya adalah; ilmu yang ia ajarkan dan sebar luaskan, anak shalih yang ia tinggalkan, alqur’an yang ia wariskan, masjid ia ia bangun, rumah singgah bagi orang yang bepergian yang ia bangun, sungai yang ia alirkan atau sedekah yang ia keluarkan dari sebahagian hartanya semasa ia sehat dan hidup. Semuanya itu adalah sebahagian yang ia akan dapati setelah matinya”. [HR Ibnu Majah: 242, al-Baihaqiy dan Ibnu Khuzaimah: 2490. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan].  [8]

Di dalam dua hadits di atas, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah menyebutkan beberapa hal yang sangat bermanfaat bagi Muslim yang telah meninggal dunia, yaitu di antaranya:

a. Anaknya yang shalih.

Yakni semua amal shalih anaknya berupa sholat, shaum, zakat, sedekah, haji, umrah, membaca alqur’an dan selainnya akan diperoleh oleh kedua orangtuanya.

b. Sedekah jariyah.

Yaitu sedekah yang dikeluarkan olehnya semasa hidupnya, lalu sedekah itu dimanfaatkan untuk usaha oleh orang yang menerima sedekah tersebut untuk usaha dan mencari nafkah. Lalu selama penerima sedekah itu memanfaatkannya untuk tujuan ibadah kepada Allah  berupa pemberian nafkah kepada keluarganya, memberi bantuan kepada anak yatim, para janda dan sebagainya, maka muslim pemberi sedekah jariyah itu akan ikut mendapatkan pahala kebaikannya meskipun ia sudah meninggal dunia.

c. Ilmu yang bermanfaat yang ia ajarkan dan sebar luaskan kepada manusia.

Begitu pula bagi para pengajar dan penyebar ilmu syar’iy, ia akan senantiasa mendapatkan pahala dari orang-orang yang mengamalkan apa yang ia ajarkan lewat kajian-kajian agama atau melalui buku-buku, tulisan-tulisan di majalah, media elektronik dan semisalnya yang ia sebarkan. Ia terus mendapat bagian andil pahala dari mereka, meskipun ia telah meninggal dunia puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu.

d. Mushaf (alqur’an) yang ia wariskan.

Jika ada seorang muslim karena keterbatasannya, ia hanya mampu membeli mushaf, buku-buku, majalah-majalah syar’iy dan yang semisalnya lalu menghibahkannya kepada kaum muslimin di masjid, pesantren atau suatu komunitas muslim dan selain mereka. Maka ia senantiasa memanen pahala dari mereka yang membaca mushaf tersebut dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, meskipun ia telah meninggal dunia.

e. Masjid yang ia bangun.

Begitupun jika ia mampu membangun sebuah masjid dengan tujuan memakmurkannya dengan pengajaran yang benar sesuai dengan alqur’an dan sunnah yang shahih. Maka ia akan terus dapat mengais pahala dari orang-orang yang datang ke masjid tersebut untuk beribadah, semisal sholat, itikaf, menghadiri kajian-kajian ilmiyah agama, ifthor jama’iy (buka bersama) dan lain sebagainya.  Kendatipun ia sendiri telah berada di liang lahad sekian tahun yang lalu.

f. Rumah singgah bagi para musafir dan orang yang membutuhkannya.

Di antara perbuatan sosial yang paling baik adalah membuat suatu tempat semisal rumah singgah yang disediakan untuk orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal karena dalam suatu perjalanan yang kehabisan bekal untuk menginap, biaya tranportasi ataupun konsumsi. Maka ketika ada seorang muslim yang menyediakan sarana tersebut, maka ia akan terus mendapatkan pahala dari perbuatannya itu meskipun ia sudah meninggal dunia.

g. Sungai atau aliran air yang ia alirkan.

Begitu pula termasuk perbuatan social yang paling baik adalah membuat aliran air yang dialirkan ke sawah dan ladang  penduduk untuk irigasi, atau dialirkan ke pemukiman mereka untuk kebutuhan mck (mandi cuci kakus), atau dialirkan ke masjid atau musholla mereka untuk keperluan ibadah dan selainnya maka ia akan terus mendapatkan pahala dari perbuatannya tersebut meskipun ia telah meninggal dunia.

h. Dan selainnya.

5)). Sedekah anaknya atas nama dirinya.

Seorang muslim juga dapat mengambil manfaat setelah wafatnya, dari sedekah anak-anaknya atas nama dirinya. Maka sudah sepatutnya setiap orang tua muslim untuk mendidik anak-anaknya untuk selalu taat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rosul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam serta senantiasa berbakti kepada kedua orang tuanya ketika keduanya masih hidup. Berbakti kepada mereka dengan cara melayani dengan baik, tidak membentak, tidak mengatakan ahh, berkata-kata yang santun dan lemah lembut, mendoakan kebaikan untuk keduanya dan sebagainya.

Adapun berbuat baik setelah wafatnya keduanya atau salah satunya adalah di antaranya dengan cara menguatkan keimanannya, memperbanyak amal shalih dan meningkatkan kwalitasnya dan menjauhi berbagai kemaksiatan. Sebab semua amal kebaikan itu akan diperoleh oleh kedua orang tuanya yang muslim dan mengakui akidah tauhid.

Hal lain yang sangat bermanfaat untuk keduanya adalah dengan menyedekahkan sesuatu yang diperbolehkan syariat dengan atas nama mereka berdua. Hal ini sebagaimana di dalam dalil hadits berikut ini,

عن عائشة أَنَّ رَجُلاً قَالَ ِللنَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم إِنَّ أُمىِّ افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَ أَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ فَهَلْ َلهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ: نَعَمْ

Dari Aisyah radliyallahu anha bahwasanya ada seorang lelaki berkata kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam,“Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia secara mendadak. Saya kira jika ia sempat berbicara niscaya ia ingin bersedekah. Lalu jika saya bersedekah atas namanya, apakah ia akan mendapatkan pahala”?. Beliau menjawab,“Ya”. [HR al-Bukhoriy: 1388, 2760, Muslim: 1004, Abu Dawud: 2881 dan an-Nasa’iy: VI/ 250. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih].  [9]

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, Bolehnya seorang anak bersedekah atas nama kedua orang tuanya”.  [10]

عن ابن عباس رضي الله عنهما أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ رضي الله عنه–أَخَا بَنىِ سَاعِدَةَ- تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ وَ هُوَ غَائِبٌ عَنْهَا فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ أَمِّى تُوُفِّيَتْ وَ أَنَا غَائِبٌ عَنْهَا أَيَنْفَعُهَا شَيْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا؟ قَالَ: نَعَمْ قَالَ: فَإِنىِّ أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِىَ اْلمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا

Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhuma, bahwasanya Sa’d bin Ubadah –saudaranya Bani Sa’idah- ibunya telah meninggal dunia sedangkan ia tidak menyaksikannya (ketika itu). Ia bertanya, “Wahai Rosulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia sedangkan aku tidak menyaksikannya. Apakah bermanfaat baginya jika aku menyedekahkan sesuatu untuknya?. Beliau menjawab, “Ya”. Sa’d berkata, “Aku meminta persaksianmu (wahai rosulullah) bahwasanya kebunku yang sedang berbuah ini menjadi sedekah atas namanya”. [HR al-Bukhoriy: 2756, 2762, 2770, Abu Dawud: 2882, an-Nasa’iy: VI/ 250-251, 252-253 dan at-Turmudziy: 669 dan Ahmad: I/ 370. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih].  [11]

6. Pembayaran shoum  atau haji nadzar dari keluarga mayit untuknya.

Ketika salah satu dari kedua orang tua bernadzar untuk melakukan kebaikan-kebaikan semisal; shaum, haji, sedekah dan selainnya, lalu ia meninggal dunia sebelum sempat menunaikan nadzarnya, maka keluarganya khususnya anaknya, wajib menyempurnakan nadzarnya tersebut. Jika tidak, maka orang tuanya yang bernadzar tersebut berdosa lantaran tidak menyempurnakan nadzarnya.

عن ابن عباس أَنَّ سَعْدَ بْنِ عُبَادَةَ رضي الله عنه اسْتَفْتىَ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَ عَلَيْهَا نَذْرٌ؟ فَقَالَ: اقْضِهِ عَنْهَ

Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhuma, bahwasanya Sa’d bin Ubadah radliyallahu anhu meminta fatwa kepada Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia sedangkan ia masih mempunyai hutang nadzar?”. Maka Beliau bersabda, “Bayarlah untuknya!”. [HR al-Bukhoriy: 2761, 6698, 6959, Muslim: 1638, Abu Dawud: 3307, at-Turmudziy: 1546, an-Nasa’iy: VI/ 253, 254, al-Baihaqiy, ath-Thoyalisiy dan Ahmad: I/ 219, 329, 370. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih].  [12]

عن عائشة أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَنْ مَاتَ وَ عَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ

Dari Aisyah radliyallahu anha bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang meninggal dunia sedangkan ia masih berhutang shaum maka hendaklah wali (keluarga)nya membayar shaum untuknya”. [HR al-Bukhoriy: 1952, Muslim: 1147, Abu Dawud: 2400, 3311 dan al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih].  [13]

عن ابن عباس : أَنَّ امْرَأَةً رَكِبَتِ اْلبَحْرَ فَنَذَرَتْ إِنَّ اللهَ تبارك و تعالى أَنْجَاهَا أَنْ تَصُوْمَ شَهْرًا فَأَنْجَاهَا اللهُ عز و جل فَلَمْ تَصُمْ حَتىَّ مَاتَتْ فَجَاءَتْ قَرَابَةٌ لَهَا [إِمَّا أُخْتُهَا أَوِ ابْنَتُهَا] إِلىَ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم فَذَكَرَتْ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ: أَرَأَيْتُكَ لَوْ كَانَ عَلَيْهَا دَيْنٌ كُنْتِ تَقْتَضِيْهِ قَالَتْ: نَعَمْ قَالَ: فَدَيْنُ اللهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى فَاقْضِ عَنْ أُمِّكِ

Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhuma, bahwasanya ada seorang wanita mengarungi lautan (dengan kapal laut), lalu ia bernadzar, jika Allah tabaaroka wa ta’aala menyelamatkan dirinya maka ia akan shaum selama satu bulan. Maka Allah Azza wa Jalla pun menyelamatkannya, namun ia belum menunaikan nadzarnya untuk shaum sehingga ia meninggal dunia. Kemudian salah seorang kerabatnya (yaitu saudara wanitanya atau anak perempuannya) datang kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam lalu menceritakan hal tersebut kepada Beliau. Maka Beliaupun bersabda, ”Bagaimana menurutmu, jika ia mempunyai hutang, apakah engkau juga akan melunasinya?”. Wanita itupun menjawab, “Ya, tentu”. Lalu Beliaupun bersabda, “Sesungguhnya berhutang kepada Allah itu lebih pantas untuk dilunasi, dari sebab itu bayarlah untuk ibumu!”. [HR Abu Dawud: 3310, al-Bukhoriy: 1953, Muslim: 1148, Ahmad: I/ 224, ath-Thohawiy, al-Baihaqiy dan ath-Thoyalisiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih].  [14]

عن ابن عباس: أَنَّ امْرَأَةً نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَمَاتَتْ فَأَتَى أَخُوْهَا النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم فَسَأَلَهُ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ: أَرَأَيْتَ لَوْ كَانَ عَلَى أُخْتِكَ دَيْنٌ أَكُنْتَ قَاضِيَهُ؟ قَالَ: نَعَمْ قَالَ: فَاقْضُوْا اللهَ فَهُوَ أَحَقُّ بِاْلوَفَاءِ

Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhuma, bahwasanya ada seorang wanita yang bernadzar untuk menunaikan ibadah haji. Lalu ia meninggal dunia (sebelum menunaikannya). Maka saudara lelakinya mendatangi Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan menanyakan hal itu kepadanya. Beliau bertanya, “Bagaimana pendapatnya jika saudaramu itu mempunyai hutang, apakah kamu mau membayarkannya?”. Ia menjawab, “Ya”. Maka Beliau bersabda, “Maka sempurnakan nadzarnya kepada Allah, sebab ia lebih berhak untuk disempurnakan”. [HR an-Nasa’iy: V/ 116, al-Bukhoriy: 6699 dan Ahmad: I/ 239-240, 345. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih].  [15]

Dari Buraidah radliyallahu anhu berkata, “Ketika aku sedang duduk-duduk di dekat Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seorang wanita sambil berkata, ‘Sesungguhnya aku telah menyedekahkan seorang budak perempuan atas nama ibuku yang telah meninggal dunia”. Beliau menjawab, “Pahalamu telah tetap (bagimu), dan warisan akan kembali kepadamu”. Ia berkata lagi, “Wahai Rosulullah, sesungguhnya ibuku telah berhutang shaum selama sebulan, bolehkah aku shaum (qodlo) untuknya?”. Beliau menjawab, Shaumlah engkau untuknya”. Ia berkata lagi,

إِنَّهَا لَمْ تَحُجَّ قَطٌّ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا

            “Sesungguhnya ibuku belum pernah menunaikan haji sedikitpun, bolehkah aku berhaji untuknya?”. Beliau menjawab,

حُجِّي عَنْهَأ

“Berhajilah engkau untuknya”. [HR Muslim: 1149].

7)). Pembayaran hutang dari keluarganya atau selainnya, jika si mayit memiliki hutang.

Sebagaimana telah disebutkan terdahulu, di antara penyebab adzab kubur adalah hutang yang belum dilunasi oleh seorang Muslim ketika ia meninggal dunia.

Ketika seorang Muslim meninggal dunia sedangkan ia meninggalkan hutang, maka keluarganya hendaknya segera membayarkan hutangnya dari harta yang dimilikinya meskipun hartanya habis untuk membayar hutang tersebut. Jika ia tidak mempunyai harta, maka pemerintah wajib membayarkan hutangnya jika semasa hidupnya ia memang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk membayarnya. Tapi jika pemerintah menolak untuk membayarkannya, maka keluarga, kerabat ataupun shahabat diperbolehkan untuk melunasi hutangnya. [16]  Hal ini  telah dilakukan oleh Abu Qotadah dan Sa’d bin al-Athwal radliyallahu anhuma di dalam dalil hadits berikut ini,

عن جابر بن عبد الله  قَالَ: مَاتَ رَجُلٌ فَغَسَّلْنَاهُ وَ كَفَّنَّاهُ وَ حَنَّطْنَاهُ وَ وَضَعْنَاهُ لِرَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم حَيْثُ تُوْضَعُ اْلجَناَئِزُ عَنْدَ مَقَامِ جِبْرِيْلَ ثُمَّ آذَنَّا رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم بِالصَّلاَةِ عَلَيْهِ فَجَاءَ مَعَنَا [فَتَخَطَّى] خُطًى ثُمَّ قَالَ: لَعَلَّ عَلَى صَاحِبِكُمْ دَيْنًا؟ قَالُوْا: نَعَمْ دِيْنَارَانِ فَتَخَلَّفَ [قَالَ: صَلُّوْا عَلىَ صَاحِبِكُمْ] فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ مِنَّا يُقَالُ لَهُ أَبُوْ قَتَادَةَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ هُمَا عَلَيَّ فَجَعَلَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: هُمَا عَلَيْكَ وَ فىِ مَالِكَ وَ اْلمـَيِّتُ مِنْهُمَا بَرِيْءٌ ؟ فَقَالَ: نَعَمْ فَصَلَّى عَلَيْهِ فَجَعَلَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم إِذَا لَقِيَ أَبَا قَتَادَةَ يَقُوْلُ [وفى رواية: ثُمَ لَقِيَهُ مِنَ اْلغَدِ فَقَالَ]: مَا صَنَعَتِ الدِّيْنَارَانِ؟ [قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّمَا مَاتَ أَمْسِ] حَتىَّ كَانَ آخِرَ ذَلِكَ [و فى الرواية الأخرى ثُمَّ لَقِيَهُ مِنَ اْلغَدِ فَقاَلَ: مَا فَعَل الدِّيْنَارَانِ؟] قَالَ: قَدْ قَضَيْتُهُمَا يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: اْلآنَ حِيْنَ بَرَدَتْ عَلَيْهِ جِلْدُهُ

Dari Jabir bin Abdullah radliyallahuanhu berkata, Ada seorang laki-laki meninggal dunia, lalu kami memandikan, mengkafani dan memberinya wewangian. Kemudian kami letakkan jenazahnya untuk Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di tempat dimana jenazah biasa diletakkan yaitu di makom Jibril. Selanjutnya kamipun memberitahu Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam untuk menyolatkannya. Lalu Beliau datang bersama kami kemudian melangkah satu langkah dan bersabda, “Barangkali kawan kalian ini mempunyai hutang?”. Mereka menjawab, “Ya, yaitu sebanyak dua dinar”. Maka Beliaupun mundur (tidak jadi menyolatkannya). Beliau berkata, “Sholatkanlah teman kalian ini!”. Lalu ada seseorang di antara kami yang bernama Abu Qotadah berkata, “Wahai Rosulullah!, hutangnya yang dua dinar itu menjadi tanggunganku”. Kemudian Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Hutang dua dinar itu sekarang menjadi tanggunganmu dan dibayar dari hartamu dan mayit itu telah terlepas dari dua dinar tersebut”. Abu Qotadah menjawab, “Ya”. Lalu Rosulullah pun menyolatkannya. Kemudian Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam apabila setiap kali bertemu dengan Abu Qotadah, beliau bersabda (dalam sebuah riwayat, kemudian beliau menemuinya pada keesokan harinya seraya bersabda), “Apa yang dilakukan oleh uang dua dinar itu?”. (Ia berkata, “Wahai Rosulullah, sesungguhnya ia baru saja meninggal dunia kemarin), sehingga ia menjadi akhir dari itu”. (Di dalam riwayat yang lain disebutkan, Kemudian Beliau menemuinya pada keesokan harinya seraya bertanya, “Apa yang telah dilakukan oleh uang dua dinar itu?). Dia menjawab, “Aku telah melunasi hutangnya yang dua dinar itu, wahai Rosulullah!”. Lalu beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sekarang, kulitnya telah menjadi dingin (dari adzab)”. [HR al-Hakim, al-Baihaqiy, ath-Thoyalisiydan Ahmad: III/ 330.Berkataasy-Syaikh al-Albaniy: Hasan].[17]

عن سعد بن الأطول رضي الله عنه: أَنَّ أَخَاهُ مَاتَ وَ تَرَكَ ثَلاَثَمِائَةِ دِرْهَمٍ وَ تَرَكَ عِيَالاً قَالَ: فَأَرَدْتُ أَنْ أُنْفِقَهَا عَلَى عِيَالِهِ قَالَ: فَقَالَ لىِ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم: إِنَّ أَخَاكَ مَحْبُوْسٌ بِدَيْنِهِ فَاذْهَبْ فَاقْضِ عَنْهُ فَذَهَبْتُ فَقَضَيْتُ عَنْهُ ثُمَّ جِئْتُ قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ قَدْ قَضَيْتُ عَنْهُ إِلاَّ دِيْنَارَانِ ادَّعَتْهُمَا امْرَأَةٌ وَ لَيْسَتْ لَهَا بَيِّنَةٌ قَالَ: اعْطِهَا فَإِنَّهَا مُحِقَّةٌ (و فى رواية: صَادِقَةٌ)

Dari Sa’d bin al-Athwal radliyallahu anhu, bahwasanya saudara laki-lakinya meninggal dunia dengan meninggalkan (warisan) sebanyak 300 dirham dan beberapa orang keluarganya. Kemudian aku hendak menafkahkannya kepada keluarganya. Ia (yaitu Sa’d) berkata, Lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya saudaramu itu tertahan oleh hutangnya, maka pergilah dan lunasilah hutangnya itu”. Maka akupun pergi dan melunasinya, kemudian aku mendatangi Beliau dan berkata, “Wahai Rosulullah, sesungguhnya aku telah melunasi hutangnya kecuali dua dinar yang diakui oleh seorang wanita sebagai miliknya namun ia tidak mempunyai bukti yang jelas akan hal itu”. Maka Beliau bersabda, “Berikan uang itu kepadanya, karena ia memang benar”. (Di dalam satu riwayat: ia seorang yang jujur). [HR Ibnu Majah: 2433, Ahmad: IV/ 136, V/ 7 dan al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih].  [18]

8. Doa dan permohonan ampun dari kaum muslimin.

Sebagaimana semasa hidupnya mereka saling mendoakan misalnya; saling mengucapkan salam ketika saling bertemu, mendoakan orang yang bersin ketika mengucapkan hamdalah, mendoakan saudaranya yang baru saja menjadi pengantin dan sebagainya. Maka ketika ada seorang Muslim yang meninggal dunia untuk kembali ke haribaan-Nya maka saudaranya sesama Muslim akan segera menyaksikan jenazahnya untuk ikut memandikan, mengkafani dan menyolatkannya lalu menguburkannya di pekuburan kaum muslimin. Dan ia tak akan lupa untuk mendoakan kebaikan untuknya kepada Allah Azza wa Jalla agar melapangkan kuburnya, memberi cahaya di dalamnya, memberikan keteguhan jawaban dari pertanyaan Malaikat kubur, mengampuni dosa-dosanya, menjauhkannya dari siksa kubur dan neraka, memasukkannya ke dalam rahmat dan surga-Nya dan lain sebagainya.

Apalagi Allah Azza wa Jalla telah mengabadikan di dalam ayat-Nya tentang sifat orang-orang mukmin yang mendoakan ampunan bagi saudara-saudara mereka yang telah mendahului mereka dalam keimanan ketika saudara-saudara mereka itu masih hidup atau telah meninggal dunia.

وَ الَّذِينَ جَآءُوا مِنْ بَعْدِهَمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْلَنَا وَ لِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِاْلإِيمَانِ

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa, “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami. [QS. al-Hasyr/ 59: 10].

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الرَّجُلَ لَتُرْفَعُ دَرَجَتُهُ فِى اْلجَنَّةِ فَيَقُوْلُ: أَنَّى لِى هَذَا؟ فَيُقَالُ: بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ

“Sesungguhnya ada seseorang yang diangkat derajatnya di dalam surga. Ia berkata, ‘Sebab apa aku mendapatkan ini?’. Dikatakan kepadanya, ‘Dengan sebab permohonan ampun anakmu untukmu”. [HR Ibnu Majah: 3660, Ahmad: II/ 509, Ibnu Abi Syaibah  dan al-Baghowiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].  [19]

Hadits di atas menegaskan bahwa seorang ayah atau juga ibu dapat mengambil faidah dari doa permohonan ampun anak-anaknya, di antaranya yaitu diangkat dan ditinggikan derajatnya kelak pada hari kiamat di dalam surga.

Semoga bermanfaat bagiku, keluarga dan para sahabatku serta seluruh kaum muslimin untuk mempersiapkan diri ke alam selanjutnya yang setiap manusia pasti akan mengalaminya.

Wallahu a’lam bish showab.


[1] Mukhtasor Shahih Muslim 482, Shahih Sunan at-Turmudziy: 821, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1881, 1882, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5786 dan Ahkam al-Jana’iz halaman 126.

[2] Tidak berbuat syirik.

[3] Mukhtashor Shahih Muslim: 483, Shahih Sunan Abi Dawud: 2714, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5708, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 2267 dan Ahkam al-Jana’izhalaman 127.

[4] Bahjah an-Nazhirin: II/ 182.

[5] Bahjah an-Nazhirin: II/ 37.

[6] Shahih Sunan AbiDawud: 2758, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 945 dan Ahkam al-Jana’iz halaman 198.

[7] Mukhtashor Shahih Muslim: 1001, Irwa’ al-Ghalil: 1580, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 793, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 75 dan Ahkam al-Jana’iz halaman 223-224.

[8] Shahih Sunan Ibni Majah: 198, Shahh at-Targhib wa at-Tarhib: 74, al-Jami’ ash-Shaghir: 2231 dan Ahkam al-Jana’iz halaman 224.

[9]Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 693, Shahih Sunan Abu Dawud: 2505 dan Shahih Sunan an-Nasa’iy: 3410.

[10] Bahjah an-Nazhirin: II/ 193.

[11] Shahih Sunan Abi Dawud: 2506, Shahih Sunan at-Turmudziy: 537, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 3411, 3416 dan Ahkam al-Jana’iz halaman 218.

 [12] Shahih Sunan Abi Dawud: 2828, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1251, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 3418, 3419, 3420, 3421, 3422, 3423, 3424 dan Ahkam al-Jana’iz halaman 214.

[13] Shahih Sunan Abi Dawud: 2100, 2832 dan Ahkam al-Jana’iz halaman 214.

[14] Shahih Sunan Abi Dawud: 2831 dan Ahkam al-Jana’iz halaman 214.

[15] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2469 dan Irwa’ al-Ghalil: 993.

[16]Lihat keterangan asy-Syaikh al-Albaniy rahimahullah tentang masalah ini di dalam kitabnya Ahkam al-Jana’iz halaman 25.

[17]Ahkam al-Jana’iz halaman 27, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2753 dan Adzab al-Qobri: 153.

[18] Shahih Sunan Ibni Majah: 1973 dan Ahkam al-Jana’iz halaman 25-26.

[19] Shahih Sunan Ibnu Majah: 2953, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1598, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1617 dan Misykah al-Mashobih: 2354.

SAUDARAKU JANGAN SUNGKAN BERAMAL SHALIH, NISCAYA MEMBANTUMU KELAK DI DALAM KUBUR..

 HAL-HAL YANG DAPAT MENJAUHKAN DARI ADZAB KUBUR

بسم الله الرحمن الرحيم

KUBUR9Setiap muslim niscaya berkeinginan untuk dihindarkan dan diselamatkan dari adzab kubur. Oleh sebab itu Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan umatnya untuk senantiasa berdoa meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dari siksa kubur sebagaimana telah berlalu penjelasannya. Kemudian, menghindarkan dirinya dari berbagai amalan yang menyebabkan datangnya adzab kubur tersebut, seperti; membersihkan diri dari air kencing, menanggalkan dan meninggalkan ghibah, namimah, dusta dan lain sebagainya.

Disamping itu, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah menerangkan di dalam hadits-haditsnya yang tsabit kepada kaum muslimin beberapa amalan khusus yang dapat menyelamatkan pelakunya dari siksa kubur. Meskipun sebenarnya semua amal shalih yang diniatkan lantaran mengharapkan keridloan Allah Azza wa Jalla itu dapat menyelamatkan mereka dari siksa tersebut.

Namun di dalam bab ini hanya akan dijelaskan sebahagian darinya agar setiap muslim terdorong untuk mengamalkannya supaya diri mereka terlindung dan selamat dari aneka siksa kubur. Di antaranya adalah;

1). Mati syahid

Mati syahid yang dimaksud adalah mati karena dibunuh oleh orang-orang kafir ketika berperang melawan mereka dalam rangka memperjuangkan agama Allah Subhanahu wa ta’ala. Banyak keutamaan yang Allah Jalla wa Ala berikan kepada orang yang mati syahid, salah satu di antaranya adalah ia dilindungi dari fitnah dan adzab kubur. Hal ini sebagaimana di dalam dalil-dalil berikut ini,

عن قيس الجذامي قَال: قَال رَسُوْلُ الله صلى الله عليه و سلم: لِلشَّهِيْدِ عِنْدَ اللهِ سِتُّ خِصَالٍ: يُغْفَرُ لَهُ فىِ أَوَّلِ دَفْعَةٍ مِنْ دَمِهِ وَ يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ اْلجَنَّةِ وَ يُجَارُ مِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ وَ يَاْمَنُ مِنَ اْلفَزَعِ اْلأَكْبَرِ وَ يُحَلَّى حِلْيَةَ اْلإِيْمَانِ وَ يُزَوَّجُ مِنَ اْلحُوْرِ اْلعِيْنِ وَ يُشَفَّعُ فىِ سَبْعِيْنَ إِنْسَانًا مِنْ أَقَارِبِهِ

Dari Qois al-Judzamiy berkata, telah bersabda RosulullahShallallahu alaihi wa sallam, “Orang yang mati syahid itu mempunyai enam keistimewaan; diampuni dosa sejak awal tetesan darahnya, melihat tempatnya di surga, dilindungi dari adzab kubur, aman dari rasa terkejut yang sangat besar (maksudnya, ketika dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat), diberi hiasan dengan perhiasan iman, dinikahkan dengan bidadari yang bermata jeli dan diberi hak untuk memberi syafaat sekitar 70 orang dari kerabatnya”. [HR Ibnu Majah: 2799 dan Ahmad: IV/ 200, 131. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [1]

عن المقدام بن معديكرب رضي الله عنه قَال: قَال رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: ِللشَّهِيْدِ عِنْدَ اللهِ سِتُّ خِصَالٍ: يُغْفَرُ لَهُ فىِ أَوَّلِ دُفْعَةٍ مِنْ دَمِهِ وَ يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ اْلجَنَّةِ وَ يُجَارُ مِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ وَ يَاْمَنُ مِنَ اْلفَزَعِ اْلأَكْبَرِ وَ يُوْضَعُ عَلىَ رَأْسِهِ تَاجُ اْلوِقَارِ اْليَاقُوْتَةُ مِنْهَا خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَ مَا فِيْهَا وَ يُزَوَّجُ اثْنَتَيْنِ وَ سَبْعِيْنَ زَوْجَةً مِنَ اْلحُوْرِ اْلعِيْنِ وَ يُشَفَّعُ فىِ سَبْعِيْنَ  مِنْ أَقَارِبِهِ

 Dari al-Miqdam bin Ma’dikarib radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Orang yang mati syahid itu mempunyai enam keistimewaan; diampuni dosa sejak awal tetesan darahnya, melihat tempatnya di surga, dilindungi dari adzab kubur, aman dari rasa terkejut yang sangat besar, diletakkan di kepalanya mahkota kewibawaan, dimana satu batu mulia yang ada padanya itu lebih baik dari dunia dan seisinya, dinikahkan dengan 72 bidadari yang bermata jeli dan berhak memberi syafaat sekitar 70 orang dari kerabatnya”. [HR at-Turmudziy: 1663. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [2]

عن رجل مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم أَنَّ رَجُلاً قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا بَالُ اْلمـُؤْمِنِيْنَ يُفْتَنُوْنَ فىِ قُبُوْرِهِمْ إِلاَّ الشَّهِيْدُ ؟ قَالَ: كَفىَ بِبَارِقَةِ السُّيُوْفِ عَلىَ رَأْسِهِ فِتْنَةً

Dari seseorang shahabat NabiShallallahu alaihi wa sallam, bahwasanya ada seseorang bertanya, “Wahai Rosulullah, mengapa kondisi kaum mukminin itu diuji di dalam kubur-kubur mereka, kecuali orang yang mati syahid?”. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Cukuplah baginya dengan kilatan pedang yang melintas di atas kepala sebagai suatu ujian”. [HR an-Nasa’iy: IV/ 99. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [3]

 Ketika tiap mukmin diuji di dalam kuburnya, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengecualikan orang yang mati syahid. Hal ini disebabkan karena kilatan pedang tajam yang tertuju ke arah batang lehernya yang disaksikan oleh kedua matanya itu sudah mencukupinya sebagai pengganti dari ujian atau siksaan di dalam kuburnya.

2). Mempersiapkan diri untuk berjihad di jalan Allah.

Amalan lain yang dapat menyelamatkan pelakunya dari adzab kubur adalah mempersiapkan diri untuk berjihad di jalan Allah Subhanahu wa ta’ala. Apakah berupa mempersiapkan bekal makanan, pakaian ataupun tenda. Mempersiapkan persenjataan dan kendaraan dengan menghimpun dana atau yang lainnya. Melatih phisik dengan berlatih berkuda, memanah, menembak, berenang atau bela diri. Menggalang ukhuwah dan persatuan sesama mukmin darimanapun asalnya mereka berada. Berjaga-jaga di daerah perbatasan antara daerah kaum muslim dan musuh, sebab dikhawatirkan musuh datang untuk menyerang tiba-tiba. Dan yang paling penting adalah memahami tata cara berjihad dengan benar sesuai dengan ajaran alqur’an dan hadits-hadits yang shahih dan mengikhlaskan niat karena mengharapkan keridloan Allah Jalla Dzikruhu semata.

Berikut ini dalil tentang keutamaan dari ribath yakni mempersiapkan diri di jalan Allah atau selalu waspada berjaga-jaga pada jalan Allah. Yang di antara keutamaannya adalah pelakunya akan aman dari fitnah kubur.

عن فضالة بن عبيد أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: كُلُّ مَيِّتٍ يُخْتَمُ عَلىَ عَمَلِهِ إِلاَّ اْلمـُرَابِطُ فَإِنَّهُ َينْمُو لَهُ عَمَلُهُ إِلىَ يَوْمِ اْلقِيَامَةِ وَ يُؤَمَّنُ مِنْ فَتَّانِ اْلقَبْرِ

Dari Fadlolah bin Ubaid bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Setiap orang yang mati itu akan ditutup amalannya kecuali orang yang berjaga di jalan Allah (murabith). Sesungguhnya amal itu akan terus tumbuh kembang sampai hari kiamat dan ia akan diamankan dari fitnah kubur”. [HR Abu Dawud: 2500, at-Turmudziy: 1621, al-Hakim: 2464 dan Ahmad: VI/ 20. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [4]

عن سلمان الفارسي رضي الله عنه قَالَ:  سَمِعْتُ النَّبيِّ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: رِبَاطُ يَوْمٍ وَ لَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَ قِيَامِهِ وَ إِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ وَ أُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَ أُمِنَ اْلفَتَّانُ

Dari Salman al-Farisiy radliyallahu anhu berkata, aku pernah mendengar Rosulullah  Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Berjaga-jaga di tapal batas selama satu hari satu malam itu lebih baik daripada mengerjakan shiyam dengan qiyamul lailnya selama sebulan. Jika ia meninggal dunia, maka pahala amal yang pernah dikerjakannya akan terus mengalir, rizkinyapun akan terus berlangsung dan ia akan aman dari pemfitnah”. [5] [HR Muslim: 1913, an-Nasa’iy: VI/ 39, at-Turmudziy: 1665, al-Hakim: 2469 dan Ahmad: V/ 440-441. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [6]

3). Membaca dan mengamalkan surat al-Mulk.

Rosulullah  Shallallahu alaihi wa sallam telah menjelaskan di dalam hadits-hadits shahihnya tentang keutamaan beberapa surat dari surat-surat di dalam alqur’an. Misalnya keutamaan surat al-Ikhlas yang merupakan sepertiga alqur’an, al-Fatihah yang tidak sah sholat seorang muslim tanpanya bahkan disebut dengan ummul qur’an, al-Baqarah, al-Kahfi dan lain sebagainya. Demikian pula beliau Shallallahu alaihi wa sallam telah menyebutkan keutamaan surat al-Mulk atau Tabaarok yang jika dibaca oleh seorang muslim apalagi dipahami dan diamalkan maka surat tersebut dapat mencegahnya dari siksa kubur.

عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه أنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: سُوْرَةُ تَبَارَكَ هِيَ اْلمـَانِعَةُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

Dari Abdullah bin Mas’ud radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Surat Tabaarok (al-Mulk) itu adalah pencegah dari adzab kubur”. [HR Abu asy-Syaikh di dalam Thabaqoot al-Ashbihaniyyin, Ibnu Murdawaih dan al-Hakim: 3892. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [7]

4). Mengamalkan berbagai amal shalih lainnya.

Pada dasarnya setiap amal shalih yang dikerjakan oleh setiap muslim dalam keadaan ikhlas mengharapkan keridloan-Nya semata misalnya berupa; sholat, shaum, zakat, sedekah, silaturrahmi, berbakti kepada kedua orang tua, berbuat baik kepada manusia dan selainnya akan menjaga dan melindungi dirinya dari kedatangan para malaikat kubur dari berbagai arah. Sholat akan menjaga dari arah kepala, shaum dari arah kanan, zakat dari arah kiri dan berbagai kebaikan dari arah kakinya, lalu semuanya mencegah dan melindunginya dari kedatangan para malaikat kubur dengan ucapan, tiada tempat masuk dari arahku”. Seakan berusaha menyelamatkan orang mukmin itu dari berbagai fitnah dan penderitaan kubur. Hal ini sebagaimana telah dituangkan di dalam riwayat hadits berikut ini,

عن أبي هريرة رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِنَّ اْلمـَيِّتَ يَسْمَعُ خَفْقَ نِعَالِهِمْ إِذَا وَلَّوْا مُدْبِرِيْنَ فَإِنْ كَانَ مُؤْمِنًا كَانَتِ الصَّلاَةُ عِنْدَ رَأْسِهِ وَ كَانَ الصَّوْمُ عَنْ يَمِيْنِهِ وَ كَانَتِ الزَّكَاةُ عَنْ يَسَارِهِ وَ كَانَ فِعْلُ اْلخَيْرَاتِ مِنَ الصَّلاَةِ وَ الصَّدَقَةِ وَ الصِّلَةِ وَ اْلمـَعْرُوْفِ وَ اْلإِحْسَانِ إِلىَ النَّاسِ عِنْدَ رِجْلَيْهِ فَيُؤْتىَ مِنْ قِبَلِ رَأْسِهِ فَتَقُوْلُ الصَّلاَةُ مَا قِبَلىِ مَدْخَلٌ وَ يُؤْتىَ مِنْ عَنْ يَمِيْنِهِ فَيَقُوْلُ الصَّوْمُ: مَا قِبَلىِ مَدْخَلٌ وَ يُؤْتىِ عَنْ يَسَارِهِ فَتَقُوْلُ الزَّكَاةُ: مَا قِبَلىِ مَدْخَلٌ وَ يُؤْتىِ مِنْ قِبَلِ رِجْلَيْهِ فَيَقُوْلُ فِعْلُ اْلخَيْرَاتِ: مَا قِبَلىِ مَدْخَلٌ فَيُقَالُ لَهُ: اقْعُدْ فَيَقْعُدُ وَ تُمَثَّلُ لَهُ الشَّمْسُ قَدْ دَنَتْ ِللْغُرُوْبِ فَيُقَالُ لَهُ: مَا تَقُوْلُ فىِ هَذَا الرَّجُلِ الَّذِي كَانَ فِيْكُمْ وَ مَا تَشْهَدُ بِهِ فَيَقُوْلُ: دَعُوْنىِ أُصَلِّى فَيَقُوْلُوْنَ: إِنَّكَ سَتَفْعَلُ وَلَكِنْ أَخْبِرْنَا عَمَّا نَسْأَلُكَ عَنْهُ قَالَ: وَ عَمَّ تَسْاَلُوْنىِ عَنْهُ فَيَقُوْلُوْنَ: أَخْبِرْنَا عَمَّا نَسْأَلُكَ عَنْهُ قَالَ: وَ عَمَّ تَسْأَلُوْنىِ فَيَقُوْلُوْنَ: أَخْبِرْنَا مَا تَقُوْلُ فىِ هَذَا الرَّجُلِ الَّذِى كَانَ فِيْكُمْ وَ مَا تَشْهَدُ بِهِ عَلَيْهِ فَيَقُوْلُ: مُحَمَّدًا أَشْهَدُ أَنَّهُ عَبْدُ اللهِ وَ أَنَّهُ جَاءَ بِالْحَقِّ مِنْ عِنْدِ اللهِ فَيُقَالُ لَهُ: عَلىَ ذَلِكَ حَيِيْتَ وَ عَلَى ذَلِكَ مِتَّ وَ عَلَى ذَلِكَ تُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ …الخ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang mati itu mendengar derap sandal (para pengantarnya) apabila mereka telah berpaling ke belakang (pulang). Jika ia seorang mukmin, maka amalan sholat itu berada di bahagian atas kepalanya, shaum di bahagian sebelah kanannya, zakat di bahagian sebelah kirinya dan berbagai perbuatan baik semisal sholat, sedekah, silaturrahmi, perbuatan baik, bersikap baik kepada orang lain berada di bahagian kedua kakinya. Lalu di datangkan (Malaikat kubur) dari arah kepalanya, maka sholat berkata, “Tiada tempat masuk dari arahku”. Ketika datang dari sebelah kanan, shaum berkata, “Tiada tempat masuk dari arahku”. Tatkala datang dari arah kiri, zakat berkata, “Tiada tempat masuk dari arahku”. Dan disaat datang dari arah kedua kaki, maka perbuatan-perbuatan baik lainnya berkata, “Tiada tempat masuk dari arahku”. Dikatakan kepadanya, “Duduklah, lalu iapun duduk, lalu dibayangkan kepadanya bahwa matahari hampir terbenam”. Dikatakan kepadanya, “Apakah pendapatmu mengenai seorang laki-laki yang telah diutus ditengah-tengah kalian?, dan apa yang hendak kamu persaksikan tentangnya?”.  Ia berkata, “Tinggalkan aku sejenak, sampai aku menunaikan sholat terlebih dahulu. Mereka (yakni para malaikat kubur) berkata, “Kamu dapat mengerjakannya nanti, tapi kabarkan kepada kami tentang apa yang kami tanyakan kepadamu”. Ia berkata, “Apakah yang kalian tanyakan kepadaku tentangnya?”. Mereka berkata, “Kabarkan kepada kami apa yang kami tanyakan kepadamu!”. Ia berkata, “Tinggalkan aku sebentar, hingga aku mengerjakan sholat terlebih dahulu”. Mereka berkata, “Kamu dapat mengerjakannya nanti, tetapi kabarkan kepada kami apa yang kami telah tanyakan kepadamu”. Ia berkata, “Apakah yang kalian tanyakan kepadaku tentangnya?”. Mereka berkata, “Kabarkan kepada kami, apakah pendapatmu mengenai seorang laki-laki yang telah diutus ditengah-tengah kalian?, dan apa yang hendak kamu persaksikan tentangnya?”. Lalu ia menjawab, “Dia adalah Muhammad, aku bersaksi bahwasanya ia adalah seorang hamba Allah yang datang dengan membawa kebenaran dari sisi Allah”. Dikatakan kepadanya, “Di atas keyakinan itulah engkau hidup, di atas keyakinan itu pula engkau mati dan di atas keyakinan itu jugalah engkau akan dibangkitkan in syaa Allah”. Dan seterusnya hadits… [HR al-Hakim: 1443, Ibnu Hibban, Ahmad: II/ 445, Abdurrazak, Ibnu Abi Syaibah, Abu Nua’im, al-Baihaqiy di dalam Adzab al-Qubr: 79 dan ath-Thabraniy di dalam al-Awsath]. [8]

5). Mati dengan sebab sakit perut.

Begitu pula, berbagai musibah penyakit di dunia ini ternyata memiliki keutamaan semisal, penyakit tha’un (pes atau sampar), sill (tbc), Dzat al-Janbi (radang selaput dada), penyakit perut dan selainnya. Semua penyakit itu jika diderita oleh seorang muslim yang ridlo dan sabar atas mushibah tersebut maka ketika ia mati maka matinya adalah mati syahid dan ia dalam keadaan husnul khatimah. [9] Di antara penyakit-penyakit itu ada juga yang menyebabkan seorang muslim terselamatkan dari siksa kubur, yaitu sakit perut sebagaimana di dalam dalil berikut,

 عن عبد الله بن يسار قَالَ: كُنْتُ جَالِسًا وَ سُلَيْمَانُ بْنُ صَرْدٍ وَ خَالِدٌ بْنُ عُرْفُطَةَ  فَذَكَرُوْا أَنَّ رَجُلاً تُوُفِّيَ مَاتَ بِبَطْنِهِ فَإِذَا هُمَا يَشْتَهِيَانِ أَنْ يَكُوْنَا شُهَدَاءَ جَنَازَتِهِ فَقاَلَ أَحَدُهُمَا لِلْآخَرِ أَلَمْ يَقُلْ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ يَقْتُلْهُ بَطْنُهُ فَلَنْ يُعَذَّبَ فىِ قَبْرِهِ فَقَالَ اْلآخَرُ: بَلىَ

Dari Abdullah bin Yasar radliyallahu anhu berkata, aku pernah duduk bersama Sulaiman bin Shard dan Kholid bin Urfuthah. Lalu mereka menceritakan bahwasanya ada seseorang yang meninggal dunia lantaran (sakit) perutnya. Tiba-tiba keduanya ingin menyaksikan jenazahnya. Seseorang di antara keduanya berkata, “Bukankah Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang dibunuh oleh perutnya (maksudnya oleh penyakit-penyakit perut) maka ia tidak akan di adzab di dalam kuburnya”. Maka yang lainnya menimpali, “Ya, benar”. [HR an-Nasa’iy: IV/ 98, at-Turmudziy: 1064 dan Ahmad: IV/ 262. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [10]

6). Meninggal dunia pada hari jum’at atau malamnya.

Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga telah menjelaskan beberapa waktu yang baik untuk beribadah atau mengerjakan suatu amalan syar’iy, semisal sepertiga malam yang terakhir pada setiap malam, sepuluh hari terakhir di bulan Ramadlan terutama yang ganjil untuk mencari lailatul qodar, pada waktu hari Arafah bagi yang menunaikan ibadah haji, hari Jum’at dan malamnya, waktu yang ada di antara adzan dan ikomat dan lain sebagainya. Maka di antara beberapa waktu yang mempunyai keistimewaan adalah hari Jum’at dan malamnya. Di antara keistimewaannya sebagaimana telah dijelaskan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah bahwa setiap muslim yang meninggal dunia pada hari itu dalam keadaan mengharap rahmat-Nya dan takut akan adzab-Nya maka ia akan dijaga oleh Allah Azza wa Jalla dari fitnah kubur.

عن عبد الله بن عمرو قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوْتُ يَوْمَ اْلجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ اْلجُمُعَةِ إِلاَّ وَقَاهُ اللهُ فِتْنَةَ اْلقَبْرِ

Dari Abdullah bin Amr radliyallahu anyhuma berkata, telah bersabda RosulullahShallallahu alaihi wa sallam, “Tidaklah seorang muslim meninggal dunia pada hari jum’at atau malam jum’at melainkan Allah ta’ala akan menjaganya dari fitnah kubur”. [HR at-Turmudziy: 1074 dan Ahmad: II/ 169. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [11]

                Demikian beberapa hal yang dapat menjauhkan seorang muslim dari mendapatkan fitnah dan adzab kubur selain dari berdoa memohon perlindungan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dari mendapatkan perkara-perkara buruk dari fitnah dan adzab di dalamnya.

Hendaklah setiap muslim untuk berusaha mengerjakan berbagai amal shalih yang telah disyariatkan oleh Allah ta’ala dan dicontohkan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam semisal berjihad meskipun sampai mati syahid, mempersiapkan segala sesuatu untuk persiapan berjihad, membaca surat al-Mulk, sholat berpuasa (shaum), membayar zakat atau sedekah, berbakti kepada kedua orang tua, bersilaturrahmi dan lain sebagainya. Karena semua amal shalih itu kelak akan memeliharanya dari fitnah dan adzab kubur bi idznillah.

            Begitu pula jika ia terkena berbagai penyakit yang dapat menyebabkan kematiannya. Seluruh penyakit yang menimpanya itu jika dihadapi dengan sabar, ridlo, baik sangka kepada Allah ta’ala, tidak banyak mengeluh dan selainnya akan dapat menghapus dosa-dosa yang pernah ia lakukan. Apalagi jika ia terkena penyakit perut yang ia dapat terbunuh karenanya, maka niscaya ia akan terpelihara dari siksa kubur.

            Begitupun sebaiknya bagi seorang muslim, hendaknya memanfaatkan hari yang Allah ta’ala muliakan yaitu hari jum’at untuk selalu memperbanyak membaca sholawat, membaca surat al-Kahfi dan selainnya. Maka jika ia meninggal pada hari tersebut atau pada waktu malamnya niscaya Allah akan menjaganya dari fitnah kubur. Wallahu a’lam bish showab.

            Semoga pembahasan ini juga bermanfaat bagiku, keluargaku, para kerabat dan shahabatku serta seluruh kaum muslimin di dalam menyiapkan diri menuju kehidupan selanjutnya di alam barzakh.


[1]Shahih Sunan Ibni Majah: 2257, al-Jami’ ash-Shaghir: 5182, Misykah al-Mashobih: 3834 dan Ahkam al-Jana’iz halaman 50.

[2] Shahih Sunan at-Turmudziy: 1358 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5182.

[3] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1940 dan Ahkam al-Jana’iz halaman 50.

[4] Shahih Sunan Abi Dawud: 2182, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1322, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4562, Ahkam al-Jana’iz halaman 58 dan Misykah al-Mashobih: 3823.

[5] Yakni malaikat Munkar dan Nakir yang menguji atau menanyakan tentang perkara-perkara agamanya di dalam kubur.

[6] Mukhtashor Shahih Muslim: 1075, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1361, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2969, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3483, Ahkam al-Jana’iz halaman 58 dan Irwa’ al-Ghalil: 1200.

[7] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3643 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1140. Di dalam satu riwayat dari Abu Hurairah radliyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

      سُوْرَةٌ مِنَ اْلقُرْآنِ ثَلَاثُوْنَ آيَةً تَشْفَعُ لِصَاحِبِهَا حَتَّى يُغْفَرُ لَهُ ((تَبَارَكَ الَّذِى بِيَدِهِ اْلمـُلْكُ))

            “Di dalam alqur’an ada satu surat yang terdiri dari 30 ayat  yang dapat memberikan syafaat bagi pemiliknya (yaitu pembaca, penghafal dan pengamalnya) sehingga diampuni dosanya, yaitu surat Tabaarokal ladzii bi yadihil mulku”. [HR Abu Dawud: 1400, at-Turmudziy: 2891, Ibnu Majah: 3786 dan Ahmad: II/ 299, 321. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan sebagaimana di dalam Shahih Sunan Abu Dawud: 1247, Shahih Sunan at-Turmudziy: 2315, Shahih Sunan Ibnu Majah: 3053, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2091, 3644 dan Misykah al-Mashobih: 2153].

[8]Lihat pula Fat-h al-Bariy: III/ 237. Hadits ini dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albaniy di dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 3561.

[9]Lihat penjelasan lengkapnya di dalam kitab Ahkam al-Jana’iz wa bida’uha halaman 48-59 susunan asy-Syaikh al-Albaniy.

[10]Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1939, Shahih Sunan at-Turmudziy: 849, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6461 dan Ahkam al-Jana’iz halaman 53.

[11] Shahih Sunan at-Turmudziy: 858, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5773, Ahkam al-Jana’iz halaman 49-50 dan Misykah al-Mashobih: 1367.

SAUDARAKU, MARI BERLINDUNG KEPADA ALLAH TA’ALA DARI FITNAH DAN ADZAB KUBUR..

ROSULULLAH Shallallahu alaihi wa sallam MENYURUH UMATNYA UNTUK SENANTIASA BERLINDUNG KEPADA ALLAH Azza wa Jalla DARI ADZAB KUBUR

بسم الله الرحمن الرحيم

KUBUR12Dalam beberapa penjelasan lalu telah dijelaskan tentang berbagai jenis siksa kubur, amalan-amalan yang menjadi penyebab seseorang mendapatkannya dan beberapa perkara yang menjadi pencegahnya.  Hal ini dijelaskan agar setiap muslim menjadi takut akan siksa kubur sehingga mereka berusaha secara maksimal dan optimal untuk menanggalkan dan meninggalkan berbagai amalan yang menjadi penyebab mendapatkan siksa kubur. Dan juga diharapkan mereka berusaha dengan sungguh-sungguh untuk selalu mengerjakan amalan-amalan yang dapat mencegah siksa kubur menimpa diri mereka.

Bahkan berdoa meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dari siksa kubur itu disyariatkan bahkan diwajibkan di dalam setiap sholat ketika tasyahhud akhir sesudah mengucapkan sholawat Ibrahimiyyah dan sebelum mengucapkan salam, karena adzab kubur itu benar ada dan akan terjadi bagi orang yang memang berhak mendapatkannya.

Apalagi Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah mengajarkan doa isti’adzah (meminta perlindungan) dari empat perkara ini kepada para shahabat radliyallahu anhum sebagaimana beliau biasa mengajarkan surat-surat dari alqur’an.    

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللهِ مِنْ أَرْبَعٍ يَقُوْلُ: اللَّهُمَّ إِنىِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَ مِنْ فِتْنَةِ اْلمـَحْيَا وَاْلمـَمَاتِ وَ مِنْ شَرِّ فِتْنَةِ اْلمـَسِيْحِ الدَّجَّالِ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Apabila seseorang di antara kalian telah selesai membaca tasyahhud akhir maka hendaklah ia berlindung kepada Allah dari empat perkara. Beliau berdoa, ‘Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab neraka Jahannam, dari adzab kubur, dari fitnah hidup dan mati dan dari kejahatan fitnahnya Dajjal”. [HR Muslim: 588, Abu Dawud: 983, Ibnu Majah: 909, an-Nasa’iy: III/ 58, Ahmad: II/ 237, 477 dan ad-Darimiy: I/ 310. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [1]

عن ابن عباس رضي الله عنهما أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم كَانَ يُعَلِّمُهُمْ هَذَا الدُّعَاءَ كَمَا يُعَلِّمُهُمُ السُّوْرَةَ مِنَ اْلقُرْآنِ يَقُوْلُ: اللَّهُمَّ إِنىِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ اْلمـَسِيْحِ الدَّجَّالِ وَ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ اْلمـَحْيَا وَ اْلمـَمَاتِ

Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhuma bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan doa ini kepada mereka (yakni para shahabat radliyallahu anhum) sebagaimana beliau mengajarkan surat dari alqur’an kepada mereka. Beliau berdoa, “Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab neraka Jahannam, aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur, aku berlindung kepada-Mu dari fitnahnya Dajjal dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah hidup dan mati”. [HR Muslim: 590 (134), an-Nasa’iy: IV/ 104, VIII/ 276-277, Abu Dawud: 1542, at-Turmudziy: 3494, Ibnu Majah: 3840 dan Ahmad: I/ 242, 258, 298. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih].[2]

Namun di samping itu, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah mengajarkan umatnya beberapa doa meminta perlindungan dari berbagai keburukan. Lalu memerintahkan mereka untuk senantiasa memohon perlindungan kepada Allah ta’ala dari berbagai keburukan tersebut, terutama dari adzab kubur dan adzab neraka di dalam banyak hadits-haditsnya yang shahih.

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ يَهُوْدِيَّةً دَخَلَتْ عَلَيْهَا فَذَكَرَتْ عَذَابَ الْقَبْرِ فَقَالَتْ لَهَا أَعَاذَكِ اللهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ فَسَأَلَتْ عَائِشَةُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم عَنْ عَذَابِ الْقَبْرِ فَقَالَ: نَعَمْ عَذَابُ الْقَبْرِ حَقٌّ قَالَتْ عَائِشَةُ: فَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يُصَلِّى صَلاَةً بَعْدُ إِلاَّ تَعَوَّذَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

Dari Aisyah radliyallahu anha bahwasanya seorang wanita Yahudi pernah masuk (ke rumahnya), lalu wanita tersebut menceritakan tentang adzab kubur. Ia (yaitu wanita Yahudi itu) berkata kepadanya (yaitu Aisyah), “Semoga Allah menjagamu dari adzab kubur”. Lalu Aisyah bertanya kepada Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentang adzab kubur. Beliau menjawab, “Ya, adzab kubur itu benar”. Berkata Aisyah, “Maka aku tidaklah melihat Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengerjakan satu sholat melainkan ia berlindung dari adzab kubur”. [HR Ahmad: VI/ 174 dan an-Nasa’iy: III/ 56. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [3]

عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رضي الله عنه قَالَ بَيْنَمَا النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم فِى حَائِطٍ لِبَنِى النَّجَّارِ عَلَى بَغَلَةٍ لَهُ وَ نَحْنُ مَعَهُ إِذْ حَادَتْ بِهِ فَكَادَتْ تُلْقِيْهِ وَ إِذَا أَقْبُرٌ سِتَّةٌ أَوْ خَمْسَةٌ أَوْ أَرْبَعَةٌ [قَالَ: كَذَا كَانَ يَقُوْلُ الْجُرَيْرِيُّ] فَقَالَ: مَنْ يَعْرِفُ أَصْحَابَ هَذِهِ اْلأَقْبُرِ؟ فَقَالَ رَجُلٌ: أَنَا قَالَ: فَمَتَى مَاتَ هَؤُلاَءِ؟ قَالَ: مَاتُوْا فِى اْلإِشْرَاكِ فَقَالَ: إِنَّ هَذِهِ اْلأُمَّةَ تُبْتَلَى فِى قُبْوْرِهَا فَلَوْلاَ أَنْ تَدَافَنُوْا لَدَعَوْتُ اللهَ أَنْ يُسْمِعَكُمْ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ الَّذِى أَسْمَعُ مِنْهُ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ فَقَالَ: تَعَوَّذُوْا بِاللهِ مِنْ عَذَابِ النَّارِ فَقَالُوْا: نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ عَذَابِ النَّارِ قَالَ: تَعَوَّذُوْا بِاللهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ فَقَالُوْا نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ قَالَ: تَعَوَّذُوْا بِاللهِ مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَ مَا بَطَنَ قَالُوْا: نَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَ مَا بَطَنَ قَالَ: تَعَوَّذُوْا بِاللهِ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ قَالُوْا: نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ

Dari Zaid bin Tsabit radliyallahu anhu berkata, Ketika Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di sebuah kebun milik Bani an-Najjar di atas baghol (yaitu peranakan kuda dan keledai) miliknya sedangkan kami bersamanya. Tiba-tiba baghol tersebut menghindar dan hampir-hampir ia menjatuhkan Rosulullah. Sekonyong-konyong ada enam, lima atau empat buah kuburan (Berkata Ibnu Ulayyah, “Demikian dikatakan oleh al-Jurairiy”). Lalu beliau berkata, “Siapakah yang mengetahui penghuni kubur ini?”. Seorang lelaki menjawab, “Saya”. Beliau bertanya, “Kapankah mereka mati?”. Ia menjawab, “Di masa kemusyrikan (atau di masa jahiliyah)”. Lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya umat ini diuji didalam kuburnya, kalaulah tidak kalian saling menguburkan niscaya aku akan memohon kepada Allah agar memperdengarkan kalian dari siksa kubur yang aku mendengarnya”. Lalu beliau menghadap kami dengan wajahnya dan berkata, “Berlindunglah kalian dari siksa neraka!”. Mereka berkata, “Kami berlindung kepada Allah dari siksa neraka”. Beliau berkata, “Berlindunglah kalian dari siksa kubur!”. Mereka berkata, “Kami berlindung kepada Allah dari siksa kubur”. Beliau berkata, “Berlindunglah kalian dari berbagai fitnah yang nampak maupun yang tersembunyi!”. Mereka berkata, “Kami berlindung kepada Allah dari berbagai fitnah yang nampak maupun yang tersembunyi”. Beliau berkata, “Berlindunglah kalian dari fitnah Dajjal!”. Mereka berkata, “Kami berlindung kepada Allah dari fitnah Dajjal”. [HR Muslim: 2867 (67) dan Ahmad: V/ 190. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].[4]

Dari Amr bin Maimun al-Audiy berkata, ‘Sa’d (bin Abi Waqqosh) radliyallahu anhu mengajarkan anak-anaknya beberapa kalimat sebagaimana seorang guru mengajarkan menulis kepada anak-anaknya’. Ia berkata, ‘Sesungguhnya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam berlindung dari hal-hal tersebut di setiap usai sholat dengan mengucapkan doa,

اَللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوْذُ بِكَ مِنَ اْلجُبْنِ وَ أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أَرُدَّ إِلَى أَرْذَلِ اْلعُمُرِ وَ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا وَ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut. Aku berlindung kepada-Mu dari dikembalikannya aku kepada umur yang paling hina (pikun). Aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia. Dan aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur”. [HR al-Bukhoriy: 2822, 6365, 6370, 6374, 6390, Muslim: 2706 (52), at-Turmudziy: 3567 dan an-Nasa’iy: VIII/ 256, 266. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [5]

Dari Anas bin Malik radliyallahu anhu berkata, Nabi Shallallahu alaihi wa sallah berdoa,

اَللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوْذُ بِكَ مِنَ اْلعَجْزِ وَ اْلكَسَلِ وَ اْلجُبْنِ وَ اْلهَرَمِ وَ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ اْلمـَحْيَا وَ اْلمـَمَاتِ وَ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, kepengecutan dan kerentaan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah hidup dan mati dan aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur”. [HR al-Bukhoriy: 2833, 4707, 6367, 6371, Muslim: 2706 (50), an-Nasa’iy: VIII/ 257 dan Ibnu Abi Syaibah. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [6]

Dari Aisyah radliyallahu anha bahwasanya ia berkata, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

اَللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرَائِيْلَ وَ مِيْكَائِيْلَ وَ رَبَّ إِسْرَافِيْلَ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ حَرِّ النَّارِ وَ مِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ

“Ya Allah, Rabbnya Jibril dan Mikail dan juga Rabbnya Israfil, aku berlindung kepada-Mu dari panasnya neraka dan dari adzab kubur. [HR an-Nasa’iy: VIII/ 278. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [7]

Dari Aisyah radliyallahu anha bahwasanya Nabi Shallalahu alaihi wa sallam berdoa,

اَللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوْذُ بِكَ مِنَ اْلكَسَلِ وَ اْلهَرَمِ وَ اْلمـَأْثَمِ وَ اْلمـَغْرَمِ وَ مِنْ فِتْنَةِ اْلقَبْرِ وَ مِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ وَ مِنْ فِتْنَةِ النَّارِ وَ مِنْ عَذَابِ النَّارِ وَ مِنْ شَرِّ فِتْنَةِ اْلغِنَى وَ أَعُوْذَ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ اْلفَقْرِ وَ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ اْلمـَسِيْحِ الدَّجَّالِ اَللَّهُمَّ اغْسِلْ عَنِّى خَطَايَاىَ بِمَاءِ الثَّلْجِ وَ اْلبَرَدِ وَ نَقِّ قَلْبِى مِنَ اْلخَطَايَا كَمَا نَقَيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ وَ بَاعِدْ بَيْنِى وَ بَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعِدْتَ بَيْنَ اْلمـَشْرِقِ وَ اْلمـَغْرِبِ

“Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari sifat malas, kerentaan (usia lanjut), perbuatan dosa, hutang, dari fitnah kubur dan adzab kubur, dari fitnah neraka dan adzab neraka, dari kejelekan fitnah kaya, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah kefakiran dan aku berlindung pula kepada-Mu dari fitnah Dajjal. Ya Allah, cucilah dosa-dosaku dariku dengan air salju dan air dingin. Sucikanlah hatiku dari dosa-dosa sebagaimana Engkau telah mensucikan pakaian putih dari kotoran. Jauhkanlah antaraku dan antara dosa-dosaku sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dan barat”. [HR al-Bukhoriy: 6368, Muslim: 589 (49), an-Nasa’iy: VIII/ 262-263, 266, at-Turmudziy: 3495, Ibnu Majah: 3838 dan Ahmad: VI/ 57, 207. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [8]

Bahkan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan umatnya untuk membaca doa wirid pagi dan sore dengan memohon kepada Allah ta’ala dari berbagai hal yang buruk, di antaranya dari adzab neraka dan adzab kubur.                                                                       

Dari Abdullah (bin Mas’ud) radliyallahu anhu berkata, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam apabila menjelang senja Beliau berdoa,

أَمْسَيْنَا وَ أَمْسَى اْلمـُلْكُ لِلَّهِ وَ اْلحَمْدُ لِلَّهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمـُلْكُ وَ لَهُ اْلحَمْدُ وَ هُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِى هَذِهِ اللَّيْلَةِ وَ خَيْرَ مَا بَعْدَهَا وَ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِى هَذِهِ اللَّيْلَةِ وَ شَرِّ مَا بَعْدَهَا رَبِّ أَعُوْذَ بِكَ مِنَ اْلكَسَلِ وَ سُوْءِ اْلكِبَرِ رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابٍ فِى النَّارِ وَ عَذَابٍ فِى اْلقَبْرِ

“Kami telah memasuki waktu senja hari dan kerajaan hanya milik Allah. Segala puji hanya milik Allah. Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah satu-satunya, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya puji-pujian. Dia-lah Yang Maha kuasa atas segala sesuatu. Wahai Rabb, aku memohon kepada-Mu akan kebaikan mala mini dan kebaikan sesudahnya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan malam ini dan kejahatan sesudahnya. Wahai Rabb, aku berlindung kepada-Mu dari sifat malas dan keburukan di hari tua. Wahai Rabb, aku berlindung kepada-Mu dari siksaan di dalam neraka dan adzab di dalam kubur”. Dan apabila pagi hari, Beliau membaca doa seperti itu pula, “Kami telah memasuki pagi hari.. dst”. [HR Muslim: 2723 (75), Abu Dawud: 5071 dan at-Turmudziy: 3390. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [9]

 Demikian beberapa wirid dan doa dari sekian banyak doa yang telah diajarkan dan dicontohkan oleh Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam agar berlindung dari adzab kubur. Semua siksa kubur tersebut tidak dapat disaksikan dan didengar oleh manusia yang masih hidup, sebab kejadian dan perkara ini adalah termasuk perkara-perkara ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah ta’ala. Hal ini sebagaimana telah ditegaskan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallamdi dalam dalil berikut,

 

عن أنس  رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: لَوْ لاَ أَنْ لاَ تَدَافَنُوْا لَدَعَوْتُ اللهَ أَنْ يُسْمِعَكُمْ مِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ

Dari Anas bin Malik radliyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Kalaulah kalian tidak saling menguburkan, niscaya aku akan memohon kepada Allah agar dapat memperdengarkan siksa kubur kepada kalian”. [HR Muslim: 2867, an-Nasa’iy: IV/ 102 dan Ahmad: III/ 103, 111, 153, 175, 201, 284 . Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [10]

Binatang-binatang dapat mendengar suara orang yang disiksa di dalam kuburnya

Begitu juga Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah menerangkan kepada umatnya tentang siksaan kubur yang dialami oleh orang yang memang berhak mendapatkannya, bahwa siksa kubur itu dapat didengar oleh semua makhluk termasuk binatang, kecuali jin dan manusia.

عن ابن مسعود رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِنَّ اْلمـَوْتىَ لَيُعَذَّبُوْنَ فىِ قُبُوْرِهِمْ حَتىَّ اْلبَهَائِمَ لَتَسْمَعُ أَصْوَاتَهُمْ

Dari Ibnu Mas’ud radliyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang-orang yang telah meninggal dunia itu disiksa di dalam kubur mereka, hingga binatang-binatang dapat mendengarkan suara mereka”. [HR ath-Thabraniy di dalam al-Kabir dan Abu Nu’aim. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [11]

                Sebab seandainya setiap manusia dapat mendengar jeritan, rintihan dan teriakan penyesalan para pendurhaka Allah ta’ala dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam ketika disiksa dengan aneka ragam siksaan, niscaya para penggali kubur, orang-orang yang tinggal berdampingan dengan pekuburan, para peziarah kubur atau orang yang kerap kali melewatinya, mereka akan menjadi beriman karenanya. Jika demikian, tidak berfaidah lagi diturunkannya alqur’an yang mulia, diutusnya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, dakwah para penerus Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang mengajak kepada akidah tauhid dan kepada amalan-amalan sunnah dan menyeru untuk meninggalkan kemusyrikan, bid’ah dan berbagai maksiat lainnya.

Karena dengan mendengar jeritan kesakitan pendurhaka yang disiksa di dalam kubur, maka mereka akan mencari tahu penyebabnya semasa hidupnya, lalu mereka akan menjauhkan diri dari perbuatan yang dilakukan oleh orang yang telah mati dan disiksa di dalam kuburnya tersebut. Padahal dakwah yang telah dicontohkan dan dicanangkan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam akan tetap berlaku sepanjang masa.

Begitu pula, tidak akan berguna doa dan wirid yang telah diajarkan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam untuk berlindung dari adzab neraka dan adzab kubur sebagaimana telah dipaparkan di atas.

Oleh karena itu, sebagai muslim yang baik hendaknya kita berusaha dengan semaksimal dan seoptimal mungkin untuk meningkatkan keimanan dan akidah kita, mengamalkan berbagai amal shalih dan menjauhkan berbagai amal buruk dalam rangka menghindar dari fitnah dan adzab kubur. Dan di samping itu, hendaknya kita membiasakan dan melazimkan diri untuk berdoa dan meminta perlindungan kepada Allah ta’ala dari kedahsyatan dan kengerian adzab kubur dengan doa-doa yang telah diajarkan atau dicontohkan oleh Beliau. Khususnya pada waktu-waktu yang telah disyariatkan semisal, di waktu sholat pada saat tasyahhud akhir setelah membaca sholawat Ibrahimiyyah sebelum salam, atau membaca doa pagi dan sore yang terkandung di dalamnya meminta perlindungan dari fitnah dan adzab kubur dan selainnya.

Wallahu a’lam bish showab. Semoga berfaidah bagiku, keluargaku, para kerabatku, para shahabatku dan kaum muslimin seluruhnya.


[1] Shahih Sunan Abi Dawud: 867, Shahih Sunan Ibni Majah: 741, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1242, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 699, 700, Irwa’ al-Ghalil: 350 dan Shifat ash-Sholah an-Nabiy halaman 145 cetakan ke-14 dan Ash-l Shifat ash-Sholah an-Nabiy: III/ 998-1000.

[2]Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1950, 5085, Shahih Sunan Abu Dawud: 1364, Shahih Sunan at-Turmudziy: 2776, Shahih Sunan Ibni Majah: 3097 dan Ash-l Shifat ash-Sholah an-Nabiy: III/ 1001.

[3]Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1377, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1240, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3992 dan Misykah al-Mashobih: 128.

[4]Mukhtashor Shahih Muslim: 493, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2262, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 159 dan Misykah al-Mashobih: 129.

[5]Shahih Sunan at-Turmudziy: 2825 dan Shahih Sunan an-Nasa’iy: 5032, 5033, 5058, 5059, 5071.

[6]Shahih Sunan an-Nasa’iy: 5037, 5045.

[7]Shahih Sunan an-Nasa’iy: 5092, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1544 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1305.

[8]Shahih Sunan an-Nasa’iy: 5049, 5057, Shahih Sunan Ibnu Majah: 3095, Shahih Sunan at-Turmudziy: 2777, Irwa’ al-Ghalil: 860 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1288.

[9]Shahih Sunan Abu Dawud: 4238 dan Shahih Sunan at-Turmudziy: 2699.

[10] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1945 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5325.

[11] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1965, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1377 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 3548.

SAUDARAKU, HINDARILAH ADZAB KUBUR…!!!

JENIS-JENIS ADZAB KUBUR

بسم الله الرحمن الرحيم

kubur11Setelah dipahami beberapa jenis dosa yang menyebabkan terjerumusnya seseorang ke dalam salah satu atau lebih siksaan Allah Jalla Jalaluh di dalam kubur, akan dijelaskan disini beberapa jenis siksa kubur yang memang telah disediakan oleh-Nya untuk orang yang memang pantas untuk mendapatkannya.

Hal ini perlu dijelaskan di sini agar setiap muslim merasa takut terhadap adzab kubur lalu mereka berusaha menghindar dan menjauh darinya dengan sepenuh hati dan sekuat tenaga.

Bahkan terkadang Allah Subhanahu wa ta’ala menampakkan beberapa hal yang dialami para penghuni kubur kepada sebahagian manusia yang masih hidup. Hal ini telah diutarakan oleh Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahdi dalam kitabnya yang sangat bernilai, “Hal tersebut sungguh telah tersingkap bagi sebahagian manusia sehingga mereka dapat mendengar suara (jeritan) orang-orang yang disiksa di dalam kubur mereka dan juga dapat melihat dengan mata kepala mereka sendiri para penghuninya itu diadzab di dalam kubur mereka. Tetapi hal tersebut tidak dapat dilakukan selamanya dalam setiap waktu, namun hanya dapat dirasakan pada waktu tertentu saja”. [1]

Begitu pula, siksa kubur akan dialami oleh orang-orang yang berhak menerimanya seukuran dengan perbuatannya mendurhakai Allah Subhanahu wa ta’ala,meskipun ia mati tanpa diketahui jasadnya lantaran dimakan binatang buas, tenggelam ditengah lautan, tertimbun tanah, habis terbakar kobaran api tiada sisa, hancur luluh terkena serpihan bom atau pesawat yang ditumpangi meledak dan yang semisalnya. Allah Subhanahu wa ta’ala tidak pernah mengalami kesulitan sedikitpun untuk menyiksa mereka, sebab AllahSubhanahu wa ta’ala mampu menghimpun kembali serpihan jasad tersebut lalu membalas setiap mereka dengan balasan yang setimpal. [2]

Ini adalah masalah keghaiban dimana setiap mereka yang telah ditetapkan kematian atasnya, maka ia telah berada di alam selain dunia yaitu alam barzakh. Kendatipun jasadnya terbenam di dalam lautan yang paling dalam, terpendam di dalam benaman lumpur yang tebal, melayang kian kemari di angkasa yang luas, dibakar menjadi abu lalu diterbangkan oleh angin atau ditebar di lautan, dimakan oleh binatang buas sehingga ia berada di rongga perut seekor ular, buaya, harimau dan sejenisnya, tergantung di atas dahan dalam waktu yang panjang dan sebagainya. Maka karena mereka sudah berada di alam barzakh niscaya keadaannyapun berbeda dengan alam dunia yang telah mereka tinggalkan, tiada seseorangpun yang dapat mengetahui, menjelaskan dan mengatur alam tersebut kecuali AllahSubhanahu wa ta’ala. Semua panca indra tidak dapat mengurai dengan jelas akan keadaan alam barzakh, sebab semuanya tertutup tiada sedikitpun celah untuk mengintainya. Dan yang dapat memahami dan menerima semuanya itu hanyalah keimanan dan ketundukkan yang tertanam di dalam hati setiap mukmin.

Maka kewajiban bagi setiap mukmin untuk meyakini dengan penuh keyakinan, bahwa tiada kesulitan sedikitpun bagi Malaikat Maut dan kawan-kawannya alaihim as-Salam untuk mencabut nyawa setiap orang yang telah ditetapkan kematian atasnya,  siapa, dimana dan bagaimanapun keadaannya. Demikian pula, tiada kesukaran secuilpun bagi Malaikat Munkar dan Nakir alaihima as-Salam untuk bertanya beberapa perkara agama kepada setiap mayit, siapa, dimana dan bagaimanapun keadaannya. Dan tentu, tiada kesusahan pula bagi Malaikat adzab alaihi as-Salam untuk menyiksa setiap jiwa yang memang berhak untuk mendapatkannya, siapa, dimana dan bagaimanapun keadaannya. Jika demikian, niscaya amat mudah bagi Allah  Azza wa Jalla untuk menciptakan, mengatur dan memelihara alam barzakh sebagaimana mudahnya mengatur alam dunia beserta isinya.

Oleh sebab itu ketika ada orang yang mati dalam kondisi jasadnya hancur atau musnah maka mudah bagi Allah Subhanahu wa ta’ala untuk menghimpunnya kembali semudah Ia menciptakannya. Apalagi hanya sekedar meminta pertanggungjawaban kepada jenazah yang tertimbun reruntuhan, teruruk tanah, terbenam lumpur, tenggelam di perairan, atau selainnya, yang demikian itu sangat mudah bagi AllahJalla wa Ala. Sebagaimana telah diceritakan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentang adanya seseorang dari umat terdahulu dari Bani Israil yang berwasiat kepada keluarganya untuk dibakar jika ia telah mati lalu abunya disebarkan ke arah angin yang bertiup keras atau ditebarkan di lautan. Kemudian Allah Jalla Dzikruhu himpunkan kembali abu yang bertebaran itu untuk menyatu menjadi jasadnya, lalu menanyakan kepadanya tentang alasannya melakukan perbuatan tersebut. Cerita ini telah diabadikan di dalam hadits berikut ini,

عن حذيفة رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: كَانَ رَجُلٌ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ يُسِيءُ الظَّنَّ بِعَمَلِهِ فَقَالَ لِأَهْلِهِ: إِذَا أَنَا مُتُّ فَخُذُوْنىِ فَذَرُّوْنىِ فىِ اْلبَحْرِ فىِ يَوْمٍ صَائِفٍ فَفَعَلُوْا بِهِ فَجَمَعَهُ اللهُ ثُمَّ قَالَ: مَا حَمَلَكَ عَلَى الَّذِى صَنَعْتَ؟ قَالَ: مَا حَمَلَنىِ عَلَيْهِ إِلاَّ مَخَافَتُكَ فَغَفَرَ لَهُ

Dari Hudzaifah radliyallahu anhu dari NabiShallallahu alaihi wa sallam bercerita, “Pernah terjadi seseorang sebelum kalian berburuk sangka dengan amal perbuatannya. Ia berkata kepada keluarganya, ‘Apabila aku telah mati, maka ambil tindakan kepadaku (yakni di dalam riwayat yang lain, “bakarlah aku”) lalu taburkanlah (abuku) di lautan pada waktu hari panas terik. Kemudian merekapun melakukan (perintahnya). Lalu Allah Subhanahu wa ta’ala mengumpulkannya (kembali jasadnya) lalu berfirman, Apa yang mendorongmu untuk mengerjakan hal itu?”. Ia menjawab, “Tidak ada yang mendorongku untuk melakukannya kecuali karena rasa takut kepada-Mu”.  Maka Allahpun mengampuninya. [HR al-Bukhoriy: 6480, 6841].

 Siksa kubur itu banyak sekali ragam dan macamnya yang akan dialami oleh para penghuninya sesuai dengan perbuatan dosa dan maksiat mereka masing-masing sebagai bentuk pembalasan atas apa yang telah mereka kerjakan. Di antara jenis siksaan kubur yang telah dijelaskan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam hadits-haditsnya adalah sebagai berikut,

1). Kubur itu adalah tempat yang gelap gulita.

Kubur pada asalnya adalah tempat yang sangat gelap gulita, yang tiada secercah cahaya dan sekilas sinarpun yang menyelusup masuk ke dalamnya. Tiada seorangpun yang dimasukkan ke dalamnya melainkan ia akan merasakannya dalam keadaan gelap tiada penerangan.

Sebagaimana manusia itu sangat tersiksa jika hidup di dunia tanpa cahaya, gelap pekat tanpa lentera dan mengadakan aktifitasnyapun dalam keadaan meraba maka bagaimana dengan kehidupannya di alam kubur yang sempit menghimpit, gelap tidak gemerlap apalagi dipenuhi dengan aneka siksa yang membuatnya merana. Namun terkadang ada beberapa orang yang kuburnya akan diberi cahaya oleh Allah Subhanahu wa ta’ala lantaran keimanan dan beberapa amal shalihnya ataupun karena sholatnya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam dengan sholat  jenazah atasnya, sebagaimana di dalam dalil hadits berikut,

عن أبى هريرة رضي الله عنه أَنَّ امْرَأَةً سَوْدَاءَ كَانَتْ تَقُمُّ اْلمـَسْجِدَ أَوْ شَابًّا فَفَقَدَهَا رَسُوْلُ الله صلى الله عليه و سلم  فَسَأَلَ عَنْهَا أَوْ عَنْهُ فَقَالُوْا: مَاتَ قَالَ: أَفَلاَ كُنْتُمْ آذَنْتُمُوْنىِ فَكَأَنَّكُمْ صَغَّرُوْا أَمْرَهَا أَوْ أَمْرَهُ فَقَالَ: دُلُّوْنىِ عَلىَ قَبْرِهِ فَدَلُّوْهُ فَصَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ قَالَ: إِنَّ هَذِهِ اْلقُبُوْرَ مَمْلُوْءَةٌ ظُلْمَةً عَلَى أَهْلِهَا وَ إِنَّ اللهَ تَعَالىَ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلاَتىِ عَلَيْهِمْ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu bahwasanya ada seorang perempuan hitam atau pemuda yang biasa menyapu masjid. Lalu Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam merasa kehilangan akan dirinya, maka beliau bertanya tentangnya. Mereka berkata, “ia telah meninggal dunia”. NabiShallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Mengapakah kalian tidak memberitahuku”. Namun mereka seakan-akan memandang remeh akan persoalannya. Beliau bersabda, “Tunjukkan kuburnya kepadaku”. Lalu mereka menunjukkannya kepadanya kemudian beliaupun sholat (jenazah) di atas kuburnya. Lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya kuburan ini dipenuhi kegelapan bagi penghuninya dan Allah ta’ala meneranginya untuk mereka dengan sholatku atas mereka”. [HR Muslim: 956, al-Bukhoriy: 458, 460, 1337, Abu Dawud: 3203 dan Ibnu Majah: 1527. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [3]

2). Akan diperlihatkan tempat tinggalnya di dalam neraka setiap pagi dan petang.

Apabila ada seseorang yang setiap harinya melihat suatu pemandangan yang menjijikkan seperti tumpukan sampah dengan segala macam kotorannya, sungai kecil berair keruh hitam berbau busuk lantaran limbah yang membuat perut mual ingin mengeluarkan muntah, himpunan rumah kumuh tiada tertata rapi sehingga tak ada sinar mentari yang menyinarinya, udara pengap lantaran saling berdesakan dan becek di sana sini lantaran air pembuangannyapun tidak terkendali masuk ke dalam got-got yang tertutup sampah sehingga banyak hidup beberapa binatang kotor padanya semisal tikus, kecoa, lalat, nyamuk dan semisalnya. Jika ia hidup dengan pemandangan seperti itu maka ia tentu akan merasa tidak nyaman dan boleh jadi tersiksa karenanya. Meskipun ia hidup di dalam rumah yang indah lagi megah namun jika itulah pemandangan hariannya maka kenikmatannya akan hilang dan sirna.

Begitupun kondisi penghuni kubur, jika setiap hari pada waktu pagi dan petangnya melihat neraka dengan segala kejelekan dan kesengsaraannya, apalagi ia tahu bahwa tempat yang dilihatnya itu kelak akan menjadi tempat tinggal abadinya pada hari kiamat dan bersamaan dengan itupun ia sedang menjalani siksa kubur lainnya yang sangat menyakitkan maka kesengsaraannya tersebut kian bertambah dan terasa. Na’udzu billah min dzalik.

Semua pemandangan jelek dan busuk itu akan diperoleh dan dirasakan oleh orang-orang kafir dari ahli kitab dan musyrikin serta orang-orang durhaka dari umat ini dari kalangan munafikin, yang kelak di hari kiamat mereka akan menempati neraka yang mereka lihat setiap pagi dan petang tersebut dan menjadi penghuninya.

النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَ عَشِيًّا وَ يَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا ءَالَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ اْلعَذَابِ

Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang dan pada hari terjadinya kiamat, (dikatakan kepada para malaikat): “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras”. [QS. Ghafir/ 40: 46].

 Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy rahimahullah, “Terdapat pengkhabaran bahwasanya ruh-ruh para pengikut Fir’aun itu akan selalu diperlihatkan neraka kepada mereka setiap pagi dan petang. Hal itu karena keberadaan ruh-ruh mereka itu berada di rongga burung-burung hitam yang berbeda dengan ruh-ruh orang mukmin yang berada di rongga burung-burung hijau yang memakan (makanan) di surga sampai hari kiamat”. [4]

Hal ini juga telah dijelaskan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam dalil hadits berikut ini,

عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا مَاتَ عُرِضَ عَلَيْهِ مَقْعَدُهُ بِاْلغَدَاةِ وَ اْلعَشِيِّ إِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ اْلجَنَّةِ فَمِنْ أَهْلِ اْلجَنَّةِ وَ إِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَمِنْ أَهْلِ النَّارِ فَيُقَالُ: هَذَا مَقْعَدُكَ حَتىَّ يَبْعَثَكَ اللهُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ

Dari Ibnu Umar radliyallahu anhuma bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Sesungguhnya seseorang di antara kalian itu apabila telah meninggal dunia akan diperlihatkanlah kepadanya (di dalam kubur) tempat tinggalnya (pada hari kiamat) di waktu pagi dan petang. Jika ia termasuk penduduk surga maka ia termasuk penduduk surga. Tetapi jika ia termasuk penduduk neraka maka ia termasuk penduduk neraka. Dikatakan (kepadanya), inilah tempatmu sehingga Allah akan membangkitkanmu pada hari kiamat”. [HR al-Bukhoriy: 1379, 3240, 6515, Muslim: 2866, at-Turmudziy: 1072, Ibnu Majah: 4270 dan Ahmad: II/ 113. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [5]

 Di dalam satu riwayat Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bercerita, di antaranya,

فَيُفْرَجُ لَهُ قِبَلَ اْلجَنَّةِ فَيَنْظُرُ إِلىَ زَهْرَتِهَا وَ مَا فِيْهَا فَيُقَالُ لَهُ: انْظُرْ إِلىَ مَا صَرَفَ اللهُ عَنْكَ ثُمَّ يُفْرَجُ لَهُ فُرْجَةٌ قِبَلَ النَّارِ فَيَنْظُرُ إِلَيْهَا يَحْطِمُ بَعْضُهَا بَعْضًا فَيُقَالُ لَهُ: هَذَا مَقْعَدُكَ عَلىَ الشَّكِّ كُنْتَ وَ عَلَيْهِ مُتَّ وَ عَلَيْهِ تُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالىَ

Lalu dibukalah untuknya satu celah ke arah surga maka ia melihat hiasan dan segala isinya. Dikatakan kepadanya,Lihatlah kepada apa yang Allah telah memalingkannya darimu. Lalu dibukalah untuknya satu celah ke arah neraka maka ia melihat sebahagiannya membakar sebahagian yang lain. Dikatakan kepadanya, “Inilah tempatmu, karena di atas keyakinan ini engkau dahulu ragu-ragu, di atasnya ini engkau mati dan di atasnya ini pula engkau akan dibangkitkan, In syaa Allah”. [HR Ibnu Majah: 4268 dan Ahmad: VI/ 140. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].[6]

3). Dibelit oleh ular berbisa.

Siksa kubur selanjutnya adalah ada diantara penghuni kubur yang akan didatangi ular berbisa di dalam kuburnya dari arah kepala dan kedua kakinya. Lalu kedua ular itu membelitnya lalu meremukkan tulang belulangnya sehingga ia merasakan sakitnya. Dan setiapkali keduanya selesai dari melakukan penyiksaan tersebut, maka keduanya akan mengulanginya kembali sampai tegaknya hari kiamat.

Atau akan dikirimkan kepada penghuninya sembilan puluh sembilan ular naga yang tiap ular itu mempunyai  tujuh kepala. Lalu ular-ular naga itu akan menyengat dan menggigitnya hingga tegaknya hari kiamat.

Hal ini sebagaimana dalil-dalil berikut ini,

 عن عائشة رضي الله عنها أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: يُرْسَلُ عَلىَ اْلكَافِرِ حَيَّتَانِ وَاحِدَةٌ مِنَ قِبَلِ رَأْسِهِ وَ أُخْرَى مِنْ قِبَلِ رَجْلَيْهِ تَقْرِضَانِهِ قَرْضًا كُلَّمَا فَرَغَتَا عَادَتَا إِلىَ يَوْمِ اْلقِيَامَةِ

Dari Aisyah radliyallahu anhabahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Akan dikirim kepada orang kafir dua ekor ular. Yang satu dari arah kepalanya dan yang lainnya dari arah kedua kakinya. Keduanya membelitnya dengan sekali belitan. Setiap kali keduanya selesai maka keduanya akan mengulanginya sampai hari kiamat”. [HR Ahmad: VI/ 152].

 عن أبي هريرة رضي الله عنه عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم  قَالَ: إِنَّ اْلمـُؤْمِنَ فىِ قَبْرِهِ لَفىِ رَوْضَةٍ خَضْرَاءَ فَيُرَحَّبُ لَهُ قَبْرُهُ سَبْعُوْنَ ذِرَاعًا وَ يُنَوَّرُ لَهُ كَاْلقَمَرِ لَيْلَةَ اْلبَدْرِ أَتَدْرُوْنَ فِيْمَا أُنْزِلَتْ هَذِهِ اْلأَيَةِ ((فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَ نَحْشُرُهُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ أَعْمَى)) قَالَ: أَتَدْرُوْنَ مَا اْلمـَعِيْشَةُ الضَّنْكُ؟ قَالُوْا: اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ قَالَ: عَذَابُ اْلكَافِرِ فىِ قَبْرِهِ وَ الَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ إِنَّهُ يُسَلَّطُ عَلَيْهِ تِسْعَةٌ وَ تِسْعُوْنَ تِنِّيْنًا أَتَدْرُوْنَ مَا التِّنِّيْنُ؟ سَبْعُوْنَ حَيِّةً لِكُلِّ حَيِّةٍ سَبْعُ رُؤُوْسٍ يَلْسَعُوْنَهُ وَ  َيخْدَشُوْنَهُ إِلىَ يَوْمِ اْلقِيَامَةِ

Dari Abu Hurairahradliyallahu anhu dari Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin itu berada di dalam taman yang hijau di dalam kuburnya. Lalu kuburnya itu diperluas hingga tujuh puluh hasta dan diberi cahaya laksana bulan purnama. Tahukah kalian apa sebabnya diturunkan ayat ini ((maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta)).[7] Beliau bertanya, “Tahukah kalian, apakah penghidupan yang sempit itu?”. Mereka menjawab, “Allah dan Rosul-Nyalah yang lebih tahu”. Beliau bersabda, “Yaitu siksaan orang kafir di dalam kuburnya. Demi Allah, sesungguhnya akan diberikan kepada mereka sebanyak sembilan puluh sembilan tinnin (ular naga). Apakah kalian tahu apakah tinnin itu?, yaitu tujuh puluh ekor ular, tiap-tiap ularnya itu mempunyai tujuh kepala yang akan menyengat dan menggigitnya hingga hari kiamat”. [HR Abu Ya’la dan Ibnu Hibban di dalam shahihnya]. [8]

4). Dibenamkan ke dalam tanah.

Pembenaman ke dalam tanah itu apakah berupa tanah merekah terbelah lalu membenamkan orang-orang yang berada di atasnya kemudian tanah itu menutup kembali. Atau berupa tanah longsor yang menimpa pemukiman dan penghuninya lalu menimbun semua yang ada dan semisalnya. Hal ini merupakan salah satu dari bentuk siksaan Allah Jalla Jalaluhu kepada para pendurhaka yang gemar berbuat dosa [9] dan juga siksa kubur bagi orang yang berhak mendapatkannya.

Biasanya kita hanya melihat secara kasat mata saja berupa bencana alam semisal gempa yang memporak porandakan suatu daerah, gunung meletus yang menghamburkan banyak material batu, debu dan pasir lalu menghujani daerah sekitarnya, tanah erosi longsor tiada kendali lantaran tidak ada pepohonan yang menahan runtuhnya tanah goyah lagi labil tersebut, tanah terbelah merekah memasukkan segala benda yang ada di atasnya ke dalam perut bumi dan lain sebagainya. Sebagaimana yang telah menimpa Qorun yang dibenamkan ke dalam bumi [10] beserta seluruh harta bendanya lantaran kesombongannya atas kepandaiannya di dalam menghimpun hartanya dan kita juga telah banyak menyaksikan bencana-bencana tersebut menimpa berbagai negeri termasuk negeri kita ini.

Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallamtelah menceritakan di dalam hadits shahihnya tentang seseorang yang dibenamkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala ke dalam perut bumi yang ia akan terus berteriak di dalamnya sampai hari kiamat. Hal itu lantaran sifat ujub yang telah menguasai dirinya, sebagaimana telah tertera di dalam dalil berikut ini,

عن أبى هريرة رضي الله عنه عن رَسُوْلِ اللهِ  صلى الله عليه و سلم قَالَ: بَيْنَمَا رَجُلٌ يَتَبَخْتَرُ يَمْشِى فىِ بُرْدَيْهِ قَدْ أَعْجَبَتْهُ نَفْسُهُ فَخَسَفَ اللهُ بِهِ اْلأَرْضَ فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ فِيْهَا إِلىَ يَوْمِ اْلقِيَامَةِ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu dari RosulullahShallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Ketika itu ada seseorang bergaya jalan dengan mengenakan sepasang pakaiannya, sungguh ia merasa kagum terhadap dirinya. Lalu Allah membenamkannya ke dalam bumi, maka ia akan berteriak di dalamnya sampai hari kiamat”. [HR Muslim: 2088, al-Bukhoriy: 5789 dan Ahmad: II/ 315, 531. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [11]

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy rahimahullah, “Sifat ujub itu membinasakan. Barangsiapa yang bersifat dengannya, maka akibatnya akan jelek di dunia dan akhirat”. [12]

5). Dipotong-potong lidahnya.

Di antara macam adzab kubur yang pernah disaksikan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah dipotong-potongnya lidah seseorang yang dikenal pandai dan lancar di dalam berteori dan berbicara persoalan agama namun tidak pandai di dalam beramal padahal ia mampu untuk mengamalkannya. Fasih di dalam membaca alqur’an tetapi tidak berkehendak untuk mengamalkan apa yang dibacanya tersebut. Mumpuni di dalam mengutip ayat atau hadits lalu menjelaskannya kepada umat di dalam khutbahnya namun apa yang dikutipnya itu tidak berpengaruh dan memberi faidah bagi dirinya sedikitpun. Keadaan orang itu diibaratkan seperti sebatang lilin, ia memberi penerangan kepada orang lain dengan cara membakar atau membinasakan dirinya sendiri. Ia memberi faidah kepada orang lain dengan ilmunya namun ia sendiri tidak dapat mengambil faidah darinya bahkan binasa dengan sebabnya.

Kondisi ini banyak terjadi sekarang ini di kalangan kaum musliminnya, yakni banyak para dai atau khotib yang menganjurkan berbagai kebaikan kepada umat namun mereka sendiri membiarkan istri dan anak-anak gadisnya telanjang tanpa penutup aurat yang syar’iy, mengabaikan perilaku islamiy bagi keluarganya bahkan lebih suka menghidupkan budaya kaum musyrikin dengan adat tradisinya atau budaya kaum kafirin dengan modernisasinya, meninggalkan manhaj Rosul di dalam berdakwah dan lebih mengedepankan metode kaum kafirin di dalam merekrut umat dan lain sebagainya.

Simaklah cerita Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallamketika beliau dimi’rajkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala ke atas langit yang ke tujuh. Pada waktu itu beliau melihat di alam barzakh ada suatu kaum yang sedang dipotong-potong lidah mereka dengan gergaji dari neraka. Hal ini telah disebutkan di dalam hadits  di bawah ini:

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: أَتَيْتُ لَيْلَةً أُسْرِيَ بىِ عَلىَ قَوْمٍ تُقْرَضُ شِفَاهُهُمْ بِمَقَارِيْضَ مِنْ نَارٍ كُلَّمَا قُرِضَتْ وَفَتْ فَقُلْتُ: يَا جِبْرِيْلُ مَنْ هَؤُلاَءِ ؟ قَالَ: خُطَبَاءُ أُمَّتِكَ الَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ مَا لاَ يَفْعَلُوْنَ وَ يَقْرَؤُوْنَ كِتَابَ اللهِ وَ لاَ يَعْمَلُوْنَ بِهِ

Dari Anas bin Malik radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Di malam aku dimi’rajkan, aku mendatangi suatu kaum yang sedang dipotong-potong lidah mereka dengan gergaji dari neraka. Setiap kali lidah itu terpotong maka ia akan kembali sempurna”. Aku bertanya, “Wahai Jibril, siapakah mereka itu?”. Malaikat Jibril alaihima as-Salammenjawab, “(Mereka itu adalah) khotib-khotib dari umatmu yang berkata namun tidak mengamalkannya dan membaca kitab Allah tetapi tidak beramal dengannya”. [HR Ibnu Hibban. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: hasan]. [13]

6). Ditolak bumi.

Jenis lain dari siksa kubur adalah dimuntahkannya kembali mayat orang yang memang berhak mendapatkan penghinaan ini ke atas bumi, seakan bumi menolak jasadnya. Sehingga ketika ia tidak lagi dapat dimasukkan ke dalam lubang kubur maka akhirnya orang-orang akan membiarkannya tergeletak tanpa daya di atas tanah, atau dibakar sehingga menjadi debu atau ditenggelamkan ke dalam sungai atau laut dan yang semisalnya.

Berdasarkan dalil hadits berikut ini diketahui bahwa orang yang berhak mendapatkan adzab kubur yang menghinakan seperti ini adalah para murtaddin yaitu orang-orang yang murtad dari Islam. Mereka mempermainkan agama seenak perutnya sendiri, mereka masuk Islam kapan saja mereka kehendaki lalu keluar darinya kapanpun mereka ingini yakni ketika mereka menganggap Islam ini bagi mereka sudah tak lagi berarti.

Mereka mudah berganti agama sebagaimana mudahnya mereka mengganti baju. Ketika baju itu mereka anggap sudah tidak sesuai dengan selera, sudah nggak ngetrend dan ketinggalan zaman maka mereka bergegas menggantinya.

Pun demikian dengan masalah keyakinan beragama sebahagian mereka. Karena mereka adalah orang-orang yang kurang bahkan mungkin tidak memahami agama ini dengan benar, tak pernah tersentuh dengan pengajaran tauhid dan keimanan yang hakiki, tidak memiliki pondasi yang kuat lagi kokoh untuk mempertahankan keimanan mereka, dan diri merekapun tidak pernah terdidik untuk senantiasa mentaati Allah Subhanahu wa ta’aladan Rosul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam maka tak jarang terdengar sebahagian mereka ada yang murtad dari agamanya. Padahal alasannya terkadang hanyalah masalah cinta yaitu ia berpindah keyakinan itu untuk menikahi orang di luar kalangan mereka atau dinikahi oleh mereka. Atau masalah pekerjaan yang ia sulit mencari pekerjaan kecuali dengan mengemis kepada orang kafir untuk mendapatkannya meskipun resikonya ia mesti menggadaikan keyakinannya. Atau juga masalah ekonomi, yang ia hidup bersama keluarganya di bawah garis kemiskinan, sehingga tidak ada yang dimakannya kecuali harus meminta-minta kepada kaum kafirin yang memang berniat memurtadkan mereka dengan memberikan aneka rupa bahan logistik, pelayanan kesehatan gratis dan semisalnya untuk menariknya kepada agama mereka. Sehingga barangkali ada suatu ungkapan “Seseorang itu murtad dari Islam lantaran kebodohannya akan agamanya dan agama baru yang dianutnya, tetapi jika ada seseorang masuk Islam biasanya lantaran kepahamannya akan kebatilan agama yang ditinggalkannya dan kebenaran agama baru yang dianutnya”. Wallahu a’lam.

Maka tidak ada balasan bagi orang yang murtad itu kecuali kehinaan di dunia ini dan pada hari kiamat ia akan dicampakkan ke dalam adzab neraka Jahannam dalam keadaan kekal selama-lamanya. Dan bahkan sebelum itu ia mesti menjalani siksa kubur terlebih dahulu, terkadang dinampakkan adzab tersebut kepada orang yang masih hidup berupa ditolak bumi ataupun terkadang pula tidak. Namun yang pasti ia akan mendapatkan siksaan dunia, kubur dan neraka secara beruntun sebagai balasan dari apa yang ia telah kerjakan.

Hal ini berdasarkan dalil berikut ini,

عن أنس بن مالك قَالَ: كَانَ مِنَّا رَجُلٌ مِنْ بَنىِ النَّجَّارِ (وفى رواية للبخاري: كان رَجُلٌ نَصْرَانِيًّا فَأَسْلَمَ) قَدْ قَرَأَ اْلبَقَرَةَ وَ آلَ عِمْرَانَ وَ كَانَ يَكْتُبُ لِرَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم فَانْطَلَقَ هَارِبًا (و فى رواية للبخاري: فَعَادَ نَصْرَانِيًّا) حَتىَّ لَحِقَ بِأَهْلِ اْلكِتَابِ قَالَ: فَرَفَعُوْهُ قَالُوْا: هَذَا قَدْ كَانَ يَكْتُبُ لِمـُحَمِّدٍ فَأَعْجَبُوْا بِهِ فَمَا لَبِثَ أَنْ قَصَمَ اللهُ عُنُقَهُ فِيْهِمْ فَحَفَرُوْا لَهُ فَوَارَوْهُ فَأَصْبَحَتِ اْلأَرْضُ قَدْ نَبَذَتْهُ عَلىَ وَجْهِهَا (و فى رواية للبخاري: فَأَصْبَحَ وَ قَدْ لَفَظَتْهُ اْلأَرْضُ) ثُمَّ عَادُوْا فَحَفَرُوْا لَهُ فَوَارَوْهُ فَأَصْبَحَتِ اْلأَرْضُ قَدْ نَبَذَتْهُ عَلىَ وَجْهِهَا ثُمَّ عَادُوْا فَحَفَرُوْا لَهُ فَوَارَوْهُ فَأَصْبَحَتِ اْلأَرْضُ عَلىَ وَجْهِهَا فَتَرَكُوْهُ مَنْبُوْذًا

Dari Anas bin Malik berkata, bahwasanya diantara kami ada seseorang dari kabilah Bani Najjar. (Didalam riwayat al-Bukhoriy, “ Ada seorang lelaki nashrani lalu ia masuk Islam). Ia telah membaca surat al-Baqarah dan Ali Imran. Ia juga biasa menuliskan (ayat) untuk RosulullahShallallahu alaihi wa sallam. Lalu ia pergi melarikan diri (di dalam riwayat al-Bukhoriy, lalu ia kembali nashrani) sehingga bergabung dengan ahli kitab”. Berkata (Anas), “Maka sampailah berita itu (kepada mereka)”. Mereka berkata, “Orang ini adalah yang biasa menulis (ayat alqur’an) untuk Muhammad”. Lalu merekapun merasa kagum kepadanya. Maka tak lama berselang, Allah Subhanahu wa ta’ala merobek lehernya bersama mereka (maksudnya terbunuh). Lalu merekapun menggali lubang untuknya maka mereka segera menguburkannya. Diwaktu pagi bumi telah mencampakkannya di atasnya, kemudian mereka kembali (untuk menguburkannya). Lalu merekapun menggali lubang untuknya maka mereka segera menguburkannya. Diwaktu pagi bumi telah mencampakkannya kembali di atasnya, (di dalam riwayat al-Bukhoriy, bumi telah memuntahkannya) kemudian mereka kembali (untuk menguburkannya). Lalu merekapun menggali lubang untuknya maka mereka segera menguburkannya lagi. Diwaktu pagi bumi telah mencampakkannya di atasnya, kemudian mereka kembali (untuk menguburkannya). Lalu akhirnya merekapun meninggalkannya dalam keadaan tercampak (di atas tanah). [HR Muslim: 2781, al-Bukhoriy: 3617 dan Ahmad: III/ 222]. [14]

7). Dihimpit bumi.

Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Barro’ bin Azib radliyallahu anhu, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bercerita,

 فَيَأْتِيْهِ مِنْ حَرِّهَا وَ سَمُوْمِهَا وَيُضَيَّقُ عَلَيْهِ قَبْرُهُ حَتَّى تَخْتَلِفَ فِيْهِ أَضْلاَعُهُ

Maka datanglah kepadanya sebahagian dari panas dan anginnya api neraka dan dipersempitlah kuburnya atasnya sehingga tulang belulangnya berselisih. [HR Abu Dawud: 4753, Ahmad: IV/ 287-288, 295-296 dan siyak hadits ini baginya, al-Hakim, ath-Thoyalisiy dan al-Ajuriy di dalam kitab asy-Syari’ah halaman 327-328. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [15]

Di antara jenis adzab kubur selanjutnya adalah dengan mendapatkan himpitan kubur yang akan mematahkan dan menghancurkan tulang belulang penghuninya. Bahkan hampir semua orang yang mati itu ketika dikuburkan di dalam kuburnya akan merasakan himpitan kubur lalu akan dilonggarkan darinya dari sebab keimanan dan amal shalihnya.

عن أبى أيوب أَنَّ صَبِيًّا دُفِنَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: لَوْ أَفْلَتَ أَحَدٌ مِنْ ضَمَّةِ اْلقَبْرِ لَأَفْلَتَ هَذَا الصَّبِيُّ

Dari Abu Ayyub radliyallahu anhu bahwasanya ada seorang anak kecil dikuburkan. Maka Rosulullah  Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya ada seseorang terbebas dari himpitan kubur, niscaya anak ini terbebas”. [HR ath-Thabraniy di dalam al-Kabiir, Abu Ya’la dan adl-Dliya’. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [16]

عن ابن عمر عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: هَذَا الَّذِى تَحَرَّكَ لَهُ اْلعَرْشُ وَ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَ شَهِدَهُ سَبْعُوْنَ أَلْفًا مِنَ اْلمـَلاَئِكَةِ لَقَدْ ضُمَّ ضَمَّةً ثُمَّ فُرِّجَ عَنْهُ

Dari Ibnu Umar radliyallahu anhumadari Rosulullah  Shallallahu alaihi wa sallambersabda, “(Orang) inilah (yaitu Sa’d bin Mu’adz radliyallahu anhu) yang arsy berguncang karenanya, pintu-pintu langit terbuka lantarannya dan tujuh puluh ribu malaikat menyaksikannya. Sungguh-sungguh ia telah dihimpit (oleh bumi) dengan sekali himpitan lalu ia dilonggarkan darinya”. [HR an-Nasa’iy: IV/ 100-101. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [17]   

 عن ابن عباس قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِصلى الله عليه و سلم: لَوْ نَجَا أَحَدٌ مِنْ ضَمَّةِ اْلقَبْرِ لَنَجَا سَعْدُ بْنُ مُعَاذٍ وَ لَقَدْ ضُمَّ ضَمَّةً ثُمَّ رُوْخِيَ عَنْهُ

Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, telah bersabda RosulullahShallallahu alaihi wa sallam, “Seandainya ada seseorang yang selamat dari himpitan kubur, niscaya Sa’d bin Mu’adz selamat (darinya). Sungguh-sungguh ia telah dihimpit lalu ia dilonggarkan darinya”. [HR ath-Thabraniy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [18]

8). Dipukul dengan gada besar dari besi.

Telah berlalu penyebutan hadits tentang hal iniyaitu hadits dari al-Barro’ bin Azib radliyallahu anhu, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bercerita,

 ثُمَّ يُقَيَّضُ لَهُ أَعْمَى أَصَمُّ أَبْكَمُ فِى يَدِهِ مِرْزَبَةٌ لَوْ ضُرِبَ بِهَا جَبَلٌ كَانَ تُرَابًا فَيَضْرِبُهُ ضَرْبَةً حَتَّى يَصِيْرَ بِهَا تُرَابًا ثُمَّ يُعِيْدُهُ اللهُ كَمَا كَانَ فَيَضْرِبُهُ ضَرْبَةً أُخْرَى فَيَصِيْحُ صَيْحَةً يَسْمَعُهُ كُلُّ شَيْءٍ إِلاَّ الثَّقَلَيْنِ

“Lalu didatangkan baginya seorang malaikat yang buta, tuli lagi bisu yang pada tangannya ada gada. Andaikan sebuah gunung dipukul dengannya niscaya gunung itu menjadi debu. Lalu malaikat itu memukulnya dengan sekali pukul sehingga orang kafir itu hancur menjadi debu, kemudian Allah mengembalikannya sebagaimana sediakala. Lalu malaikat itu kembali memukulnya dengan pukulan yang lain, lalu orang kafir itu berteriak dengan suatu teriakan yang didengar oleh segala sesuatu kecuali dua makhluk yaitu jin dan manusia”. [HR Abu Dawud: 4753, Ahmad: IV/ 287-288, 295-296 dan siyak hadits ini baginya, al-Hakim, ath-Thoyalisiy dan al-Ajuriy di dalam kitab asy-Syari’ah halaman 327-328. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [19]

Dan juga dalil berikut ini,

عن أنس بن مالك أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: وَ أَمَّا اْلكَافِرُ أَوِ اْلمـُنَافِقُ فَيُقَالُ لَهُ: مَا كُنْتَ تَقُوْلُ فىِ هَذَا الرَّجُلِ؟ فَيَقُوْلُ: لاَ أَدْرِى كُنْتُ أَقُوْلُ مَا يَقُوْلُ النَّاسُ فَيُقَالُ لَهُ: لاَ دَرَيْتَ وَ لاَ تَلِيْتَ ثُمَّ يُضْرَبُ بِمِطْرَاقٍ مِنْ حَدِيْدٍ ضَرْبَةً بَيْنَ أُذُنَيْهِ فَيَصِيْحُ صَيْحَةً يَسْمَعُهَا مَنْ يَلِيْهِ غَيْرَ الثَّقَلَيْنِ و يُضَيَّقُ عَلَيْهِ قَبْرُهُ حَتىَّ تَخْتَلِفَ أَضْلاَعُهُ

Dari Anas bin Malik bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”Adapun orang kafir atau munafik, dikatakan kepadanya, “Apa yang hendak engkau katakan tentang lelaki ini?”. Ia menjawab, “aku tidak tahu, aku hanyalah mengatakan apa yang dikatakan oleh manusia”. Dikatakan kepadanya, “engkau tidak tahu dan engkau tidak (pernah) membaca?”. Lalu ia dipukul dengan gada besar yang terbuat dari besi di antara dua telinganya (maksudnya: kepalanya). Maka iapun berteriak dengan suatu teriakan yang didengar oleh makhluk yang ada didekatnya kecuali jin dan manusia. Disempitkan pula kuburnya sehingga tulang belulangnya berselisih”. [HR Ahmad: III/ 233-234, al-Bukhoriy: 1374, Abu Dawud dan an-Nasa’iy: IV/ 98. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [20]

 Dalil di atas dengan jelas menerangkan bahwa orang-orang kafir atau kaum munafikin dari umat ini akan mendapatkan adzab di dalam kuburnya. Adzab itu di antaranya berupa pukulan godam atau gada besar dari besi yang diarahkan di atas kepalanya. Adapun kedahsyatan godam itu adalah jika godam itu dipukulkan ke atas sebuah gunung niscaya gunung itu akan hancur luluh menjadi debu, lalu bagaimana dengan keadaan manusia yang kecil lagi lemah?. Maka ketika godam itu dihantamkan ke atas kepalanya maka iapun berteriak kesakitan yang dapat didengar oleh seluruh makhluk kecuali jin dan manusia.

9). Mencakar mukanya dengan kuku tembaganya sendiri.

Diantara siksa kubur lainnya yang akan dirasakan oleh orang yang berhak mendapatkannya adalah dengan mencakar-cakar muka dan dadanya dengan kukunya sendiri yang terbuat dari tembaga. Mereka itu adalah orang-orang yang gemar mengghibah dan merusak kehormatan orang lain tanpa perasaan risih. Hal tersebut sebagaimana telah disaksikan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam hadits sahih berikut ini:

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: لَمـَّا عُرِجَ بىِ مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمِشُوْنَ وُجُوْهَهُمْ وَ صُدُوْرَهُمْ فَقُلْتُ: مَنْ هَؤُلاَءِ يَا جِبْرِيْلُ؟ قَالَ: هَؤُلاَءِ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ لُحُوْمَ النَّاسِ وَ يَقَعُوْنَ فىِ أَعْرَاضِهِمْ

Dari Anas bin Malik radliyallahu anhu berkata, telah bercerita Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Ketika aku mi’raj, aku melewati sekelompok orang yang memiliki kuku yang terbuat dari tembaga. Mereka mencakar wajah dan dada mereka. Aku bertanya, “Wahai Jibril, siapakah mereka itu?”. Jibril alaihi as-Salammenjawab, “Mereka adalah orang-orang yang gemar makan daging-daging manusia dan mengenai kehormatan mereka”. [HR Abu Dawud: 4878 dan Ahmad: III/ 223. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [21]

Bukanlah memakan daging manusia itu maksudnya dengan memakan daging orang lain sebagaimana perilaku manusia kanibal, tetapi ini merupakan permisalan dari membicarakan keburukan orang lain sehingga merusak kemuliaannya, sebagaimana di dalam ayat,

وَ لَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ

 Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.  [QS. Al-Hujurat/ 49: 12].

10). Ditemani oleh amal buruknya.

Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Barro’ bin Azib radliyallahu anhu, disebutkan tentang amal buruk yang serupakan dengan seseorang yang bermuka buruk, berpakaian jelek dan berbau busuk. Dan amal itu akan menemaninya di dalam kubur sampai hari ia dibangkitkan dari kuburnya. Matan hadits ini adalah,

 

وَ يَأْتِيْهِ [و فى رواية: وَ يُمَثَّلُ لَهُ] رَجُلٌ قَبِيْحُ الْوَجْهِ قَبِيْحُ الثِّيَابِ مُنْتِنُ الرِّيْحِ فَيَقُوْلُ: أَبْشِرْ بِالَّذِى يَسُوْؤُكَ هَذَا يَوْمُكَ هَذَا يَوْمُكَ الَّذِى كُنْتَ تُوْعَدُ فَيَقُوْلُ: وَ أَنْتَ فَبَشَّرَكَ اللهُ بِالشَّرِّ مَنْ أَنْتَ؟ فَوَجْهُكَ الْوَجْهُ يَجِيءُ بِالشَّرِّ فَيَقُوْلُ: أَنَا عَمَلُكَ الْخَبِيْثُ فَوَاللهِ مَا عَلِمْتُ إِلاَّ كُنْتَ بَطِيْئًا عَنْ طَاعَةِ اللهِ سَرِيْعًا إِلَى مَعْصِيَةِ اللهِ فَجَزَاكَ اللهُ شَرًّا

“Kemudian datanglah kepadanya (di dalam satu riwayat, diserupakan baginya) seseorang yang buruk wajahnya, jelek pakaiannya dan busuk baunya”. Ia berkata, “Bergembiralah engkau dengan yang menyusahkanmu. Ini adalah harimu yang telah dijanjikan kepadamu”. Ia (yaitu orang kafir itu) berkata, “Dan engkau, mudah-mudahan Allahpun menggembirakanmu dengan keburukan, siapakah engkau?, maka wajahmu adalah wajah yang datang membawa keburukan”. Ia menjawab, “Aku adalah amalmu yang buruk, maka demi Allah tidaklah aku mengenalmu melainkan engkau lambat di dalam mentaati Allah dan bersegera di dalam mendurhakai Allah. Maka mudah-mudahan Allah memberikan balasan keburukan kepadamu”. [HR Abu Dawud: 4753, Ahmad: IV/ 287-288, 295-296 dan siyak hadits ini baginya, al-Hakim, ath-Thoyalisiy dan al-Ajuriy di dalam kitab asy-Syari’ah halaman 327-328. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [22]

 Sebagaimana seseorang dapat tersiksa dengan mempunyai teman yang selalu mengganggu dan menyakitinya, apalagi wajahnya buruk menakutkan, pakaian lusuh, jelek, compang camping dan baunya sangat busuk menyengat hidung. Maka bagaimana keadaanya jika ia ditemani oleh amal buruknya yang akan menyertainya sepanjang perjalanan menuju hari berbangkit, tentu tak dapat dibayangkan?. Niscaya ia akan sangat tersiksa dan menderita di sepanjang perjalanannya. Ma’adzallah.

11). Dikirimnya hembusan panas dan anginnya neraka.

Telah berlalu haditsnya tentang jenis adzab ini bagi orang kafir atau munafik yang tidak dapat menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir alaihima as-Salam, yakni,

 فَيَأْتِيْهِ مِنْ حَرِّهَا وَ سَمُوْمِهَا وَيُضَيَّقُ عَلَيْهِ قَبْرُهُ حَتَّى تَخْتَلِفَ فِيْهِ أَضْلاَعُهُ

“Maka datanglah kepadanya sebahagian dari panas dan anginnya api neraka dan dipersempitlah kuburnya atasnya sehingga tulang belulangnya berselisih”. [HR Abu Dawud: 4753, Ahmad: IV/ 287-288, 295-296 dan siyak hadits ini baginya, al-Hakim, ath-Thoyalisiy dan al-Ajuriy di dalam kitab asy-Syari’ah halaman 327-328. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [23]

 Jika seseorang tinggal di ruangan yang sempit, tiada alat pendingin, atap ruangannya terbuat dari seng dan keadaannyapun dalam keadaan terik panas matahari yang setiap saat menghembuskan angin panasnya. Maka niscaya orang tersebut akan merasa tersiksa tinggal di dalamnya. Maka tak dapat dibayangkan seseorang yang tinggal di dalam kubur yang sangat sempit menghimpit lalu dihembuskan ke dalamnya hembusan dan tiupan angin panas neraka ??.

12). Kepalanya dihantam batu besar sampai remuk.

Dalil haditsnya tentang jenis adzab ini adalah bagi orang yang mengambil alqur’an, namun ia membuangnya yakni tidak mengamalkannya dan iapun tidur dari sholat wajib.

عن سمرة بن جندبرضي الله عنه قال: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم مِمَّا يُكْثِرُ اَنْ يَقُوْلَ لِأَصْحَابِهِ : هَلْ رَأَى أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنْ رُؤْيَا ؟ فَيَقُصُّ عَلَيْهِ مَنْ شَاءَ اللهُ أَنْ يَقُصَّ وَ إِنَّهُ قَالَ لَنَا ذَاتَ غَدَاةٍ: إِنَّهُ أَتَانىِ اللَّيْلَةَ آتِيَانِ وَ إِنَّهُمَا قَالاَ لىِ: انْطَلِقْ وَ إِنىِّ انْطَلَقْتُ مَعَهُمَا وَ إِنَّا أَتَيْنَا عَلىَ رَجُلٍ مُضْطَجِعٍ وَ إِذَا آخَرُ قَائِمٌ عَليْهِ بِصَخْرَةٍ وَ إِذَا هُوَ يَهْوِي بِالصَّخْرَةِ لِرَأْسِهِ فَيَثْلُغُ رَأْسَهُ فَيَتَدَهْدَهُ اْلحَجَرُ هَا هُنَا فَيَتْبَعُ اْلحَجَرَ فَيَأْخُذُهُ فَلاَ يَرْجِعُ إِلَيْهِ حَتىَّ يَصِحَّ كَمَا كَانَ ثُمَّ يَعُوْدُ عَلَيْهِ فَيَفْعَلُ بِهِ مَثْلَ مَا فَعَلَ اْلمـَرَّةَ اْلأُوْلىَ قَالَ: قُلْتُ لَهُمَا: سُبْحَانَ اللهِ مَا هَذَانِ؟ — فَجَاء البيان فىِ آخِرِ اْلحَدِيْثِ: قَالاَ لىِ: أَمَّا الرَّجُلُ اْلأَوَّلُ الَّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ يُثْلَغُ رَأْسُهُ بِاْلحَجَرِ فَإِنَّهُ الرَّجُلُ يَأْخُذُ اْلقُرْآنَ فَيَرْفُضُهُ وَ يَنَامُ عَنِ الصَّلاَةِ اْلمـَكْتُوْبَةِ

Dari Samurah bin Jundab radliyallahu anhu berkata, Kebanyakan yang dikatakan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam  kepada para shahabatnya adalah, “Apakah seseorang di antara kalian ada yang bermimpi?”. Lalu ada seseorang yang Allah kehendaki untuk bercerita kepadanya. Lalu suatu pagi Beliau bercerita kepada kami, “Semalam telah datang dua orang (Malaikat) kepadaku. Keduanya berkata kepadaku, berangkatlah!. Lalu akupun berangkat bersama keduanya. Lalu kami mendatangi seseorang yang sedang berbaring terlentang dan seorang yang lain yang sedang berdiri. Yang padanya ada batu (besar). Tiba-tiba ia menjatuhkan batu itu ke kepalanya lalu memecahkan kepalanya tersebut. Lalu batu itu jatuh menggelinding ke arah sana, maka orang itupun bergegas mengikuti batu itu untuk mengambilnya (kembali). Maka tidaklah ia kembali kepadanya sehingga orang (yang dipecahkan kepalanya itu) telah sehat seperti sediakala. Kemudian ia kembali kepadanya dan melakukan seperti yang ia lakukan pada kali yang pertama. Beliau bersabda, aku bertanya, “Subhaanallah, siapakah mereka itu?”. -(Kemudian datang penjelasannya di akhir hadits)-: Keduanya berkata kepadaku, “Adapun orang pertama yang kamu datangi, yaitu yang dipecahkan kepalanya dengan batu, maka sesungguhnya ia adalah orang yang mengambil alqur’an kemudian menolaknya dan juga tidur dari menunaikan sholat wajib”. [HRal-Bukhoriy: 7047 dan Ahmad: V/ 8-9. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [24]

13). Dikail mulutnya dengan kail besi sampai tebus ke telinga, mata, hidung atau tengkuknya.

Dalil haditsnya tentang jenis adzab ini adalah untuk orang yang gemar berdusta, sehingga dustanya menyebar ke pelosok bumi.

وَ فىِ اْلحَدِيْثِ: فَانْطَلَقْنَا فَأَتَيْنَا عَلىَ رَجُلٍ مُسْتَلْقٍ لِقَفَاهُ وَإِذَا آخَرُ قَائِمٌ عَلَيْهِ بِكَلُّوْبٍ مِنْ حَدِيْدٍ وَ إِذْ  هُوَ يَأْتىِ أَحَدَ شِقَّيْ وَجْهِهِ فَيُشَرْشِرُ شِدْقَهُ إِلىَ قَفَاهُ وَ مَنْخِرَهُ إِلىَ قَفَاهُ وَ عَيْنَهُ إِلىَ قَفَاهُ ثُمَّ يَتَحَوَّلُ إِلىَ اْلجَانِبِ اْلأَخَرِ فَيُفْعَلُ بِهِ مَا فَعَلَ بِالْجَانِبِ اَلأَوَّلِ فَمَا يَفْرَغُ مِنْ ذَلِكَ اْلجَانِبِ حَتىَّ يَصِحَّ ذَلِكَ اْلجَانِبُ كَمَا كَانَ ثُمَّ يَعُوْدُ عَلَيْهِ فَيُفْعَلُ مِثْلَ مَا فَعَلَ فىِ اْلمـَرَّةِ اْلأُوْلىَ قَالَ: قُلْتُ سُبْحَانَ اللهِ مَا هَذَانِ؟– فَجَاء البيان فىِ آخِرِ اْلحَدِيْثِ: وَ أَمَّا الرَّجُلُ الَّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ يُشَرْشَرُ شِدْقُهُ إِلىَ قَفَاهُ وَ مَنْخِرُهُ إِلىَ قَفَاهُ وَ عَيْنُهُ إِلىَ قَفَاهُ فَإِنَّهُ الرَّجُلُ يَغْدُوْ مِنْ بَيْتِهِ فَيَكْذِبُ اْلكَذِبَةَ تَبْلُغُ اْلآفَاقَ

Di dalam hadits (lanjutannya), “Lalu kamipun berangkat, kemudian mendatangi seseorang yang sedang berbaring telentang, dan ada seseorang lain yang berdiri yang padanya ada tombak (yang melengkung ujungnya) dari besi. Tiba-tiba orang yang berdiri itu mendatangi salah satu sisi wajahnya lalu menusuk (untuk merobek) dari mulutnya sampai tengkuknya, lubang hidung sampai tengkuknya dan mata sampai tengkuknya. Kemudian ia berpindah ke sisi yang lainnya, lalu diperbuat sebagaimana yang dilakukan terhadap sisi yang pertama. Tidaklah ia selesai dari sisi tersebut sehingga sisi (yang dirobek) tersebut telah kembali sehat sebagaimana semula. Kemudian ia kembali kepadanya lalu diperbuat kepadanya seperti yang telah dilakukan pada kali yang pertama. Beliau bersabda, lalu aku berkata, “Subhanallah, siapakah mereka itu?”. –(Kemudian datang penjelasannya di akhir hadits), “Adapun orang yang kamu datangi dalam keadaaan dirobek-robek mulut sampai tengkuknya, lubang hidung sampai tengkuknya dan mata sampai tengkukknya, maka ia adalah seseorang yang berangkat dari rumahnya lalu ia berdusta dengan suatu kedustaan yang sampai kepelosok bumi”. [HRal-Bukhoriy: 7047 dan Ahmad: V/ 8-9. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [25]

14). Dibakar di dalam suatu tempat seperti cerobong dapur.

Dalil haditsnya tentang jenis adzab ini adalah diperuntukkan bagi orang yang suka berzina.

و فى الحديث: فَانْطَلَقْنَا فَأَتَيْنَا عَلىَ مِثْلَ التَّنُّوْرِ فَأَحْسِبُ أَنَّهُ قَالَ: فَإِذَا فِيْهِ لَغَطٌ وَ أَصْوَاتٌ فَاطَّلَعْنَا فِيْهِ رِجَالٌ وَ نِسَاءٌ عُرَاةٌ وَ إِذَا هُمْ يَأْتِيْهِمْ لَهَبٌ مِنْ أَسْفَلَ مِنْهُمْ فَإِذَا أَتَاهُمْ ذَلِكَ اللَّهَبُ ضَوْضَوْا — فَجَاء البيان فىِ آخِرِ اْلحَدِيْثِ: وَ أَمَّا الرِّجَالُ وَ النِّسَاءُ اْلعُرَاةُ الَّذِيْنَ هُمْ فىِ مَثْلِ بِنَاءِ التَّنُّوْرِ فَإِنَّهُمُ الزُّنَاةُ وَ الزَّوَانىِ

Di dalam hadits lanjutannya, “Lalu kamipun berangkat, kemudian kami mendatangi suatu tempat seperti cerobong dapur (untuk membuat roti). Aku (yaitu Samurah bin Jundab) berkata, aku mengira Beliau bersabda, “di dalamnya terdapat kebisingan dan suara-suara (gaduh). Lalu kami mengintip ternyata di dalamnya banyak terdapat lelaki dan perempuan yang telanjang. Tiba-tiba datanglah kepada mereka kobaran api dari arah bawah mereka. Jika kobaran api itu telah datang maka mereka segera berlindung”. –(Kemudian datang penjelasannya di akhir hadits), “Adapun laki-laki dan perempuan telanjang yang berada di suatu bangunan seperti dapur, maka sesungguhnya mereka itu adalah para lelaki dan perempuan pezina”. [HR al-Bukhoriy: 7047 dan Ahmad: V/ 8-9. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [26]

15). Mulutnya dilempar batu ketika berada di tengah sungai merah laksana darah.

Begitu pula dalil haditsnya tentang jenis adzab ini adalah untuk orang yang gemar makan harta riba atau harta yang haram.

وَفى الحديث: فَانْطَلَقْنَا فَأَتَيْنَا عَلىَ نَهْرٍ حَسِبْتُ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ: أَحْمَرُ مِثْلُ الدَّمِ وَ إِذَا فىِ النَّهْرِ رَجُلٌ سَابِحٌ يَسْبَحُ وَ إِذَا عَلىَ شَطِّ النَّهْرِ رَجُلٌ قَدْ جَمَعَ عِنْدَهُ حِجَارَةً كَثِيْرَةً وَ إِذَا ذَلِكَ السَّابِحُ يَسْبَحُ مَا يَسْبَحُ ثُمَّ يَأْتىِ ذَلِكَ الَّذِى قَدْ جَمَعَ عِنْدَهُ اْلحِجَارَةَ فَيَفْغَرُ لَهُ فَاهُ فَيُلْقِمُهُ حَجَرًا فَيَنْطَلِقُ فَيَسْبَحُ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَيْهِ كُلَّمَا رَجَعَ إِلَيْهِ فَغَرَ لَهُ فَاهُ فَأَلْقَمَهُ حَجَرًا قُلْتُ لَهُمَا: مَا هَذَانِ؟ فَجَاء البيان فىِ آخِرِ اْلحَدِيْثِ: وَ أَمَّا الرَّجُلُ الَّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ يَسْبَحُ فىِ النَّهْرِ وَ يُلْقَمُ اْلحَجَرَ فَإِنَّهُ آكِلُ الرِّبَا

Di dalam hadits lanjutannya, “Lalu kamipun berangkat, kemudian kami mendatangi suatu sungai. Aku (yaitu Samurah bin Jundab) mengira bahwasanya Beliau bersabda, “Sungai berwarna merah laksana darah. Tiba-tiba di sungai itu ada orang yang sedang berenang dan di tepi sungai ada seseorang lainnya yang sedang mengumpulkan banyak batu. Kemudian orang yang berenang di sungai itu mendatangi orang yang mengumpulkan batu. Lalu ia membukakan mulutnya di dekatnya, maka orang (yang mengumpulkan batu itu) menyuapkan batu ke mulutnya. Lalu ia pergi berenang kembali kemudian kembali lagi padanya. Setiap kali ia kembali mendatanginya, ia membuka mulutnya dan orang (yang mengumpulkan batu) itu menyuapkan sebuah batu kepadanya. Aku bertanya kepada keduanya, “Siapakah mereka ini?”. –(Kemudian datang penjelasannya di akhir hadits), “Adapun orang yang engkau datangi sedang berenang di sungai lalu disuapkan batu (ke mulutnya) maka sesungguhnya ia adalah pemakan riba”. [HRal-Bukhoriy: 7047 dan Ahmad: V/ 8-9. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [27]

Berkata al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah, “Pemakan riba itu akan disiksa dengan berenangnya ia di sungai berwarna merah dan mulutnya dijejali batu. Hal ini lantaran asal riba itu terjadi dalam transaksi emas dan emas itu berwarna kemerah-merahan. Sedangkan malaikat yang menjejali mulutnya dengan batu, hal ini merupakan isyarat bahwa ia tidak pernah merasa puas dengan hartanya yang ada sedikitpun. Begitu pula halnya dengan riba, dimana pelakunya selalu berkhayal bahwa hartanya itu senantiasa terus bertambah padahal Allah Subhanahu wa ta’ala akan membinasakannya dibelakangnya”. [28]

Semua siksa kubur tersebut tidak dapat disaksikan dan didengar oleh manusia yang masih hidup. Hal ini sebagaimana telah ditegaskan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallamdi dalam dalil berikut,

عن أنس رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: لَوْ لاَ أَنْ لاَ تَدَافَنُوْا لَدَعَوْتُ اللهَ أَنْ يُسْمِعَكُمْ مِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ

Dari Anas bin Malik radliyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Kalaulah kalian tidak saling menguburkan, niscaya aku akan memohon kepada Allah agar dapat memperdengarkan siksa kubur kepada kalian”. [HR Muslim: 2867, an-Nasa’iy: IV/ 102 dan Ahmad: III/ 103, 111, 153, 176, 201, 273 . Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [29]

          Demikian penjelasan beberapa jenis siksaan di dalam kubur sesuai dengan penjelasan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam di dalam hadits-haditsnya yang shahih. Semoga dengan penjelasan ini dapat membantu kita  terhindar darinya. Hal tersebut tidak lain dengan cara mengimani keberadaannya, berlindung kepada Allah ta’ala darinya, mengamalkan beberapa amalan yang diperintahkan Allah ta’ala dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam agar terhindar darinya dan menjauhi amalan-amalan yang dapat menjerumuskan kita ke dalamnya.

“Ya Allah sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari siksa dan fitnah kubur yang amat mengerikan dan selamatkanlah kami darinya. Mudahkan bagi kami untuk menjawab pertanyaan utusan-Mu di dalamnya. Lapangkankan kubur kami, berilah cahaya yang menerangi kami di dalamnya, temanilah kami di dalamnya dengan amal shalih yang pernah kami kerjakan, berilah kami berbagai kenikmatan di dalamnya, perlihatkanlah kepada kami surga yang akan kami diami kelak pada hari kiamat dan permudahlah urusan kami setelah itu”.

Wallahu a’lam bish showab.


[1] Majmu’ Fatawa: IV/ 296.

[2]Lihat jawaban asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah ketika ditanya tentang orang mati yang tidak dikuburkan (di dalam kuburnya) lantaran dimakan binatang buas atau (debunya) diterbangkan angin apakah ia juga akan di adzab kubur?. [Fatawa al-Aqidah halaman 285 cetakan Dar Ibnu al-Haitsam].

[3] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2267, Shahih Sunan Abi Dawud: 2743, Shahih Sunan Ibni Majah: 1240 dan Irwa’ al-Ghalil: 736.

[4] Aysar at-Tafasir: IV/ 538.

[5]Mukhtashor Shahih al-Bukhoriy: 689, Mukhtashor Shahih Muslim: 490, Shahih Sunan at-Turmudziy: 857, Shahih Sunan Ibni Majah: 3445 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 792.

[6]Shahih Sunan Ibni Majah: 3443, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1361, 1968 dan Misykah al-Mashobih: 139.

[7] QS. Thoha/ 20: 124.

[8] Lihat at-Targhib wa at-Tarhib: IV/ 156 (9). Dishahihkan oleh asy-Syaikh al-Albaniy di dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 3552.Lihat juga Irsyad as-Sariy: III/468 dan Fat-h al-Bariy:III/233.

[9] Lihat alqur’an surat al-Ankabut/ 29: 40.

[10] Lihat alqur’an surat al-Qoshosh/ 28: 81.

[11] Mukhtashor Shahih Muslim: 1362 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2875.

[12] Bahjah an-Nazhirin: I/ 669.

[13] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 129 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 121.

[14] Mukhtasor Shahih Muslim: 1945 dan Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 1545.

[15]Shahih Sunan Abi Dawud: 3979, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1676, Ahkam al-Jana’iz halaman 198-202, Syar-h al-Aqidah ath-Thohawiyah halaman 396-398, al-Qobru adzabuhu wa na’imuhu halaman 11-14 oleh Husain al Awayisyah dan Adzab al-Qobri wa Su’al al-Malakain hadits nomor 28 oleh al-Imam al-Baihaqiy.

[16] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5307 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 2164.

[17] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1942 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6987.

[18]Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5306 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1695.

[19]Shahih Sunan Abi Dawud: 3979, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1676, Ahkam al-Jana’iz halaman 198-202, Syar-h al-Aqidah ath-Thohawiyah halaman 396-398, al-Qobru adzabuhu wa na’imuhu halaman 11-14 oleh Husain al Awayisyah dan Adzab al-Qobri wa Su’al al-Malakain hadits nomor 28 oleh al-Imam al-Baihaqiy.

[20] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1938 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1676.

[21] Shahih Sunan Abi Dawud: 4082, Misykah al-Mashobih: 5046 dan al-Adab: 153.

[22]Shahih Sunan Abi Dawud: 3979, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1676, Ahkam al-Jana’iz halaman 198-202, Syar-h al-Aqidah ath-Thohawiyah halaman 396-398, al-Qobru adzabuhu wa na’imuhu halaman 11-14 oleh Husain al Awayisyah dan Adzab al-Qobri wa Su’al al-Malakain hadits nomor 28 oleh al-Imam al-Baihaqiy.

[23]Shahih Sunan Abi Dawud: 3979, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1676, Ahkam al-Jana’iz halaman 198-202, Syar-h al-Aqidah ath-Thohawiyah halaman 396-398, al-Qobru adzabuhu wa na’imuhu halaman 11-14 oleh Husain al Awayisyah dan Adzab al-Qobri wa Su’al al-Malakain hadits nomor 28 oleh al-Imam al-Baihaqiy.

[24] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3462 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 577.

[25] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3462 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 577.

[26] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3462 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 577.

[27] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3462 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 577.

[28] Fat-h al-Bariy: XII/ 445.

[29] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1945 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5325.

AKHI, WASPADALAH TERHADAP ADZAB KUBUR DENGAN MENJAUHI PERBUATAN MAKSIAT !!..

DOSA-DOSA YANG MENYEBABKAN ADZAB KUBUR

 بسم الله الرحمن الرحيم

KUBUR5Termasuk dari perkara penting yang wajib diimani oleh setiap muslim adalah adanya adzab atau siksaan di dalam kubur. Jika mereka telah dengan penuh keyakinan mengimani adzab kubur tersebut, mereka juga harus mengetahui penyebab-penyebab yang dapat membawa dan menyeret mereka kepada adzab tersebut. Mereka wajib mengetahui semuanya dengan ilmu yang shahih dari alqur’an yang mulia dan hadits-hadits yang telah tsabit dari Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam sesuai dengan pemahaman ulama salafus shalih agar mereka dapat menghindari dan selamat darinya. Maka dari sebab itu menuntut ilmu itu wajib bagi tiap muslim dan muslimah, sebagai alat menghindar dari adzab kubur dan neraka serta sarana untuk menggapai nikmat kubur dan surga. [1]

Secara umum, semua perbuatan dosa itu dapat menyeret pelakunya kepada siksa kubur dengan keanekaragaman jenisnya sebagaimana siksa neraka. Namun di dalam bab ini hanya akan dijelaskan dosa-dosa khusus yang menyebabkan siksa kubur berdasarkan alqur’an dan hadits-hadits shahih.

Di antara dosa-dosa yang mendapatkan hukuman dan siksa kubur bagi orang yang melakukannya, di antaranya adalah,

 1). Tidak membersihkan diri dari air kencing.

Banyak di antara kaum muslimin yang mengabaikan perilaku ini, yakni enggan beristinja’ (cebok) setelah buang air kecil, buang air kecil sambil berdiri dan membiarkan air kencingnya itu memerciki celana dan bajunya lalu ia tidak mencuci atau membilasnya, tidak mencuci kaki atau tangan dengan air ketika terkena air kencing dan lain sebagainya. Padahal umumnya atau kebanyakan adzab kubur itu disebabkan lantaran air kencing, sebagaimana di dalam dalil-dalil berikut ini,

 عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِصلى الله عليه و سلم: عَامَّةُ عَذَابِ اْلقَبْرِ فىِ اْلبَوْلِ فَاسْتَنْزِهُوْا مِنَ الْبَوْلِ

 Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Umumnya (kebanyakan) adzab kubur adalah lantaran air kencing, maka sebab itu bersihkanlah dari air kencing”. [HR al-Bazzar dan ath-Thabraniy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [2]

 عن أنس رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: تَنَزَّهُوْا مِنَ اْلبَوْلِ فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ اْلقَبْرِ مِنَ اْلبَوْلِ

Dari Anas radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah  Shallallahu alaihi wa sallam, “Bersihkanlah diri kalian dari air kencing karena kebanyakan adzab kubur itu dari sebab air kencing”. [HR ad-Daruquthniy: 453. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: hasan].[3]

عن أبى هريرة رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: أَكْثَرُ عَذَابِ اْلقَبْرِ مِنَ اْلبَوْلِ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda RosulullahShallallahu alaihi wa sallam, “Kebanyakan adzab kubur itu disebabkan dari air kencing”. [HR Ahmad: II/ 327, 388, 389, Ibnu Majah: 348, ad-Daruquthniy: 459 dan al-Hakim. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [4]

 Setiap muslim mesti memahami dan menyadari bahwasanya Islam itu sangat menganjurkan kebersihan dan kesucian bagi para pemeluknya. Mensucikan akidah mereka dari kemusyrikan, kekafiran, kemunafikan dan yang sejenisnya. Membersihkan ibadah mereka dari kejahilan, bid’ah, tradisi dan yang semisalnya. Membersihkan tubuh dan pakaian mereka dari najis dan kotoran-kotoran. Sehingga mereka wajib mandi janabat tatkala berhadats besar (junub, haidl atau nifas), wudlu dari sebab buang angin, buang air kecil dan besar dan semisalnya atau bertayammum apabila tidak mendapatkan air atau berbahaya di dalam menggunakannya ketika hendak menunaikan sholat. Semuanya itu telah mafhum (dipahami) dari penjelasan-penjelasan tentang thaharah di dalam kitab-kitab fikih.

Lantaran menjaga kebersihan dan kesucian dari najis inilah, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam apabila hendak buang air kecil, beliau membuat tirai pembatas antara dirinya dan pandangan manusia. Lalu beliau duduk jongkok seperti kaum perempuan agar air kencingnya tidak memerciki pakaian atau sebahagian tubuhnya kemudian beliau beristinja’ dengan air jika ada atau batu dan yang semisalnya dengan jumlah ganjil. Beliau menghindar dari istinja’ dengan tulang atau kotoran binatang yang telah mengeras, sebab keduanya itu adalah merupakan bekal makanan bagi makhluk Allah Subhanahu wa ta’ala dari golongan jin.

عن عبد الرحمن بن حسنة رضي الله عنه قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم وَ فىِ يَدِهِ الدَّرَقَةُ فَوَضَعَهَا ثُمَّ جَلَسَ فَبَالَ إِلَيْهَا فَقَالَ بَعْضُهُمْ: انْظُرُوْا إِلَيْهِ يَبُوْلُ كَمَا تَبُوْلُ اْلمـَرْأَةُ فَسَمِعَهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم فَقاَلَ: وَيْحَكَ أَمَا عَلِمْتَ مَا أَصَابَ صَاحِبَ بَنىِ إِسْرَائِيْلَ ؟ كَانُوْا إِذَا أَصَابَهُمُ اْلبَوْلُ قَرَضُوْهُ بِاْلمـَقَارِيْضِ فَنَهَاهُمْ عَنْ ذَلِكَ فَعُذِّبَ فىِ قَبْرِهِ

 Dari Abdurrahman bin Hasanah radliyallahu anhu berkata, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah keluar kepada kami, sedangkan pada beliau ada sebuah perisai (dari kulit). Lalu beliau meletakkannya (sebagai tirai) kemudian duduk (jongkok) dan buang air kecil dengan menghadapnya. Sebahagian mereka berkata, “Lihatlah Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, beliau buang air kecil sebagaimana dilakukan oleh kaum perempuan”. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mendengarnya lalu bersabda, “Celakalah kamu, tidakkah kamu tahu apa yang terjadi kepada Bani Israil, yaitu jika mereka terkena percikan air kencing mereka mengguntingnya dengan gunting. Lalu mereka dilarang darinya, maka merekapun diadzab di dalam kuburnya”. [HR Ibnu Majah: 346 dan Ibnu Hibban. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy; shahih]. [5]

2). Ghibah dan namimah.

Dosa lain yang menjadi penyebab adzab kubur adalah ghibah dan namimah.

 اْلغِيْبَةُ ذِكْرُكَ أَخَاكَ  ِبمَا يَكْرَهُ

“Ghibah adalah engkau menyebutkan tentang saudaramu dengan hal-hal yang tidak ia sukai”. [HR Muslim: 2589, Abu Dawud:  4874, at-Turmudziy: 1935, ad-Darimiy: II/ 299 dan Ahmad: II/ 384, 386 dari Abu Hurairahradliyallahu anhu. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [6]

Atau di dalam riwayat yang lain,

اْلغِيْبَةُ أَنْ تَذْكُرَ الرَّجُلَ ِبمَا فِيْهِ مِنْ خَلْفِهِ

“Ghibah adalah engkau menyebutkan (menceritakan) sesuatu yang ada pada seseorang di belakangnya (tanpa ia ketahui)”. [HR al-Imam as-Suyuthiy di dalam Zawa’id al-Jami’ dari riwayat al-Khara’ithiy di dalam Masawiy al-Akhlak dari al-Muthallib bin Abdullah bin Hanthob secara marfu’. Berkata asy-Syaikh al-Albaliy: shahih].  [7]

Jadi ghibah adalah engkau menceritakan aib atau kekurangan saudaramu yang tidak ia sukai sedangkan ia tidak berada di tempat itu, dan aib atau kekurangan tersebut benar-benar ada pada saudaramu itu.

Adapun namimah adalahseseorang menyampaikan ucapan orang lain, sebahagian mereka terhadap sebahagian yang lain dengan tujuan merusak (hubungan) di antara mereka. Dan perbuatan ini termasuk dari dosa-dosa besar. [8]

Namimah ini biasanya juga disebut dengan mengadu domba, yaitu dengan perbuatan tersebut bertujuan untuk merusak hubungan seseorang dengan yang lainnya, apakah dengan bentuk memutuskan silaturrahmi, perceraian, saling membenci, bermusuhan dan bahkan sampai kepada peperangan. Maka tak heran jika namimah ini termasuk dari dosa-dosa besar sebagaimana ghibah.

Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan kedua dosa penyebab adzab kubur ini bukan lantaran asal mengucap atau berdasarkan hawa nafsu, tapi semata-mata karena Beliau telah dikhabarkan oleh Allah Azza wa Jalla Yang maha mengetahui perkara ghaib dan yang nyata. Apalagi beliau Shallallahu alaihi wa sallamtelah menyaksikan dan mendengar secara langsung ketika ada dua orang di antara umatnya yang sedang diadzab di dalam kuburnya lantaran tidak bersih buang air kecil dan melakukan perbuatan ghibah atau namimah. Hal ini sesuai dengan penuturan hadits di bawah ini:

 عن أبي بكرة رضي الله عنه قَالَ: بَيْنَمَا النَّبِيُّ  صلى الله عليه و سلم يَمْشِى بَيْنىِ وَ بَيْنَ رَجُلٍ آخَرَ إِذْ أَتَى عَلَى قَبْرَيْنِ فَقَالَ: إِنَّ صَاحِبَيْ هَذَيْنِ اْلقَبْرَيْنِ يُعَذَّبَانِ فَائْتِيَانىِ بِجَرِيْدَةٍ قَالَ أَبُو بَكْرَةَ: فَاسْتَبَقْتُ أَنَا وَ صَاحِبىِ فَأَتَيْتُهُ بِجَرِيْدَةٍ فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَوَضَعَ فىِ هَذَا اْلقَبْرِ وَاحِدَةً وَ فىِ ذَا اْلقَبْرِ وَاحِدَةً قَالَ: لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهَمَا مَا دَامَتَا رَطْبَتَيْنِ إِنَّهُمَا يُعَذَّبَانِ بِغَيْرِ كَبِيْرٍ اْلغِيْبَةِ وَ اْلبَوْلِ

Dari Abu Bakrah radliyallahu anhu berkata, ketika Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berjalan di antaraku dan orang lain tiba-tiba Beliau mendatangi dua buah kuburan. Beliau bersabda, “Sesungguhnya dua penghuni kubur ini sedang diadzab, datangkan sebatang pelepah (korma) kepadaku”. Berkata Abu Bakrah, “Lalu aku berlomba dengan kawanku (untuk mendapatkannya)”. Maka aku bawakan kepada Beliau sebatang pelepah (korma), lalu Beliau membelahnya menjadi dua potong. Kemudian meletakkan sepotong pada kubur ini dan sepotong yang lain pada kubur itu. Beliau bersabda, “Mudah-mudahan diringankan (adzab) dari keduanya selama kedua potong pelepah itu masih basah. Keduanya diadzab bukan karena sebab perkara besar yaitu ghibah dan air kencing”. [HR Ahmad: V/ 35-36, 39 dan ath-Thabraniy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [9]

عن أبي بكرة قَالَ: مَرَّ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلمبِقَبْرَيْنِ فَقَالَ: إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَ مَا يُعَذَّبَانِ فىِ كَبِيْرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَيُعَذَّبُ فىِ اْلبَوْلِ وَ أَمَّا اْلآخَرُ فَيُعَذَّبُ فىِ اْلغِيْبَةِ

Dari Abu Bakrah radliyallahu anhu berkata, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam  pernah melewati dua buah kuburan. Beliau berkata, “Sesungguhnya kedua (penghuni kubur) ini sedang diadzab. Keduanya tidaklah diadzab karena suatu perkara besar. Yang pertama diadzab lantaran air kencing, dan yang kedua diadzab karena ghibah”. [HR Ibnu Majah: 349. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan shahih]. [10]

عن ابن ابن عباس قَالَ: مَرَّ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم بِحَائِطٍ مِنْ حِيْطَانِ اْلمـَدِيْنَةِ –أو مَكَّةَ- فَسَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فىِ قُبُوْرِهِمَا فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم: يُعَذَّبَانِ وَ مَا يُعَذَّبَانِ فىِ كَبِيْرٍ ثُمَّ قَالَ: بَلىَ كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ وَ كَانَ اْلآخَرُ يَمْشِى بِالنَّمِيْمَةِ ثُمَّ دَعَا بِجَرِيْدِةٍ فَكَسَرَهَا كِسْرَتَيْنِ فَوَضَعَ عَلَى كُلِّ قَبْرٍ مِنْهُمَا كِسْرَةً فَقِيْلَ لَهُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا؟ قَالَ: لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ تَيْبَسَا أوْ إِلَى أَنْ يَيْبَسَا

Dari Ibnu Abbas berkata, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam  pernah melewati satu kebun dari beberapa kebun Madinah –atau Mekkah-. Lalu Beliau mendengar suara dua orang yang sedang diadzab di dalam kubur mereka. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam  bersabda, “Keduanya sedang diadzab, dan tidaklah keduanya diadzab karena perkara yang besar”. Kemudian Beliau bersabda, “Yang pertama (diadzab) lantaran tidak bersih dari buang air kecilnya, dan yang lain karena suka berjalan kian kemari dengan menyebarkan namimah (adu domba)”. Lalu Beliau menyuruh mengambil pelepah (korma) dan membelahnya menjadi dua bagian. Kemudian meletakkan di atas setiap kubur keduanya satu bagian. Ditanyakan (kepada Beliau), “Wahai Rosulullah, mengapakah engkau melakukan hal ini?. Beliau menjawab, “Mudah-mudahan kedua orang ini diringankan dari (adzab) selama kedua bagian pelepah ini masih basah”. [HR al-Bukhoriy: 216, 218, 1361, 1378, 6052, 6055, Muslim: 292, at-Turmudziy: 70, Abu Dawud: 20, an-Nasa’iy: I/ 28-30, IV: 106, Ibnu Majah: 347, Ahmad: I/ 225, Ibnu Khuzaimah: 56 dan ad-Darimiy: I/ 188. Berkata ay-Syaikh al-Albaniy: shahih ]. [11]

 Maka hendaklah kita berlindung kepada Allah Azza wa Jalla dari kerap melakukan ghibah apalagi namimah yang akan menghantarkan pelakunya mendapatkan adzab kubur.

3). Menolak alqur’an.

 Dosa berikutnya yang menyebabkan adzab kubur adalah lantaran menolak alqur’an dan mengabaikan sholat wajib.

Yakni ada di antara kaum muslimin yang gemar membaca alqur’an tetapi ketika ia diperintahkan untuk mengamalkan ayat-ayat yang dibacanya namun ia enggan dan menghindar dari mengamalkannya. Atau tatkala ia diperintahkan untuk meninggalkan amalan-amalan seperti yang tertera di dalamnya tetapi ia mengabaikan larangan tersebut dan tetap melanggengkan perbuatannya tersebut. Maka jika seseorang membaca alqur’an dan menolak untuk mengamalkannya saja dapat menyeretnya kepada adzab kubur, maka bagaimana dengan keadaan seseorang yang sama sekali tidak pernah mau membaca alqur’an dan mempelajari isi kandungannya?.

 4). Mengabaikan sholat wajib.

 Atau bersamaan dengan itu ia kerapkali mengabaikan sholat, apakah dari sisi waktunya, bacaan dan gerakannya, kethuma’ninahannya, kebersamaan berjamaah dengan kaum muslimin di masjid dan lain sebagainya. Yakni ia sholat tidak pada waktunya lantaran tidur padahal ia tahu telah datangnya waktu sholat, disibukkan dengan pekerjaan yang sebenarnya masih dapat ia tunda, berbincang-bincang dengan tetangga dengan pembicaraan yang melalaikan kewajiban, menonton televisi atau bermain game yang dapat menyita waktu berharga dan sebagainya. Atau melalaikan bacaan dan gerakannya yakni berupa melafalkan bacaan doanya yang tidak jelas yaitu seperti orang yang bergumam atau ngegerendeng, tidak tartil dalam membaca surat dan doa, asal-asalan di dalam mengangkat tangan tatkala takbir, menjatuhkan diri untuk bersujud atau bangkitnya dengan tanpa mengikuti aturan syariat, matanya terpejam atau melihat ke arah atas, kanan atau kiri yaitu tidak menghadap ke arah tempat sujud dan sebagainya. Atau tidak thuma’ninah yaitu banyak bergerak tanpa sebab, pindah gerakan tanpa menyelesaikan bacaan doa secara sempurna terlebih dahulu, melamun dan mengantuk ketika sholat dan sebagainya. Atau enggan mengerjakan sholat berjamaah dengan kaum muslimin di masjid atau tempat yang biasa ditegakkan sholat semisal musholla, langgar, surau, tajug atau sejenisnya. Maka semuanya itu termasuk dari melalaikan sholat yang mesti dihindari dan ditinggalkan oleh setiap muslim yang ingin menteladani panutannya yang mulia yaitu Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

Jika seseorang mengerjakan sholat namun mengabaikan beberapa hal di dalam melaksanakannya itu saja akan mendapatkan siksa kubur, maka bagaimana dengan orang yang sama sekali tidak mengerjakannya.

 عن سمرة بن جندبرضي الله عنه قال: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم مِمَّا يُكْثِرُ اَنْ يَقُوْلَ لِأَصْحَابِهِ : هَلْ رَأَى أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنْ رُؤْيَا ؟ فَيَقُصُّ عَلَيْهِ مَنْ شَاءَ اللهُ أَنْ يَقُصَّ وَ إِنَّهُ قَالَ لَنَا ذَاتَ غَدَاةٍ: إِنَّهُ أَتَانىِ اللَّيْلَةَ آتِيَانِ وَ إِنَّهُمَا قَالاَ لىِ: انْطَلِقْ وَ إِنىِّ انْطَلَقْتُ مَعَهُمَا وَ إِنَّا أَتَيْنَا عَلىَ رَجُلٍ مُضْطَجِعٍ وَ إِذَا آخَرُ قَائِمٌ عَليْهِ بِصَخْرَةٍ وَ إِذَا هُوَ يَهْوِي بِالصَّخْرَةِ لِرَأْسِهِ فَيَثْلُغُ رَأْسَهُ فَيَتَدَهْدَهُ اْلحَجَرُ هَا هُنَا فَيَتْبَعُ اْلحَجَرَ فَيَأْخُذُهُ فَلاَ يَرْجِعُ إِلَيْهِ حَتىَّ يَصِحَّ كَمَا كَانَ ثُمَّ يَعُوْدُ عَلَيْهِ فَيَفْعَلُ بِهِ مَثْلَ مَا فَعَلَ اْلمـَرَّةَ اْلأُوْلىَ قَالَ: قُلْتُ لَهُمَا: سُبْحَانَ اللهِ مَا هَذَانِ؟ — فَجَاء البيان فىِ آخِرِ اْلحَدِيْثِ: قَالاَ لىِ: أَمَّا الرَّجُلُ اْلأَوَّلُ الَّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ يُثْلَغُ رَأْسُهُ بِاْلحَجَرِ فَإِنَّهُ الرَّجُلُ يَأْخُذُ اْلقُرْآنَ فَيَرْفُضُهُ وَ يَنَامُ عَنِ الصَّلاَةِ اْلمـَكْتُوْبَةِ

Dari Samurah bin Jundab radliyallahu anhu berkata, Kebanyakan yang dikatakan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam  kepada para shahabatnya adalah, “Apakah seseorang di antara kalian ada yang bermimpi?”. Lalu ada seseorang yang Allah kehendaki untuk bercerita kepadanya. Lalu suatu pagi Beliau bercerita kepada kami, “Semalam telah datang dua orang (Malaikat) kepadaku. Keduanya berkata kepadaku, berangkatlah!. Lalu akupun berangkat bersama keduanya. Lalu kami mendatangi seseorang yang sedang berbaring terlentang dan seorang yang lain yang sedang berdiri. Yang padanya ada batu (besar). Tiba-tiba ia menjatuhkan batu itu ke kepalanya lalu memecahkan kepalanya tersebut. Lalu batu itu jatuh menggelinding ke arah sana, maka orang itupun bergegas mengikuti batu itu untuk mengambilnya (kembali). Maka tidaklah ia kembali kepadanya sehingga orang (yang dipecahkan kepalanya itu) telah sehat seperti sediakala. Kemudian ia kembali kepadanya dan melakukan seperti yang ia lakukan pada kali yang pertama. Beliau bersabda, aku bertanya, “Subhaanallah, siapakah mereka itu?”. -(Kemudian datang penjelasannya di akhir hadits)-: Keduanya berkata kepadaku, “Adapun orang pertama yang kamu datangi, yaitu yang dipecahkan kepalanya dengan batu, maka sesungguhnya ia adalah orang yang mengambil alqur’an kemudian menolaknya dan juga tidur dari menunaikan sholat wajib”. [HRal-Bukhoriy: 7047 dan Ahmad: V/ 8-9. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [12]

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “(Di dalam hadits ini) terdapat penetapan adanya adzab kubur dan bahwasanya sebahagian orang yang durhaka itu akan diadzab di alam barzakh (kubur)”. [13]

 5). Dusta.

 Dusta atau berbohong juga adalah merupakan salah satu dari penyebab terseretnya seseorang ke dalam siksa kubur yang menakutkan.

Banyak di antara kaum muslimin yang jatuh terjerumus ke dalam dusta, baik yang disengaja ataupun tidak. Tak jarang dijumpai seseorang di antara mereka saling berdusta dengan yang lainnya hanya sekedar untuk menutupi kekurangannya atau ingin menonjolkan kelebihannya. Bahkan banyak di antara mereka yang memang berprofesi dengan suatu pekerjaan yang berkaitan erat dengan kedustaan, misalnya; penyair, penyanyi, pekerja film, wartawan gossip, politikus, pedagang dan lain sebagainya. Mereka suka berucap dengan apa yang tidak pernah mereka kerjakan atau bahkan mereka sendiri tidak pernah mau mengerjakannya, menceritakan keadaan seseorang atau lawan politik mereka dengan apa yang tidak pernah mereka ketahui, menyebutkan modal pembelian yang tidak sesuai ketika ada orang yang menawar barang dagangan mereka dan lain sebagainya.

Dalilnya adalah sebagaimana di dalam dalil hadits lanjutannya, 

 وَ فىِ اْلحَدِيْثِ: فَانْطَلَقْنَا فَأَتَيْنَا عَلىَ رَجُلٍ مُسْتَلْقٍ لِقَفَاهُ وَإِذَا آخَرُ قَائِمٌ عَلَيْهِ بِكَلُّوْبٍ مِنْ حَدِيْدٍ وَ إِذْ  هُوَ يَأْتىِ أَحَدَ شِقَّيْ وَجْهِهِ فَيُشَرْشِرُ شِدْقَهُ إِلىَ قَفَاهُ وَ مَنْخِرَهُ إِلىَ قَفَاهُ وَ عَيْنَهُ إِلىَ قَفَاهُ ثُمَّ يَتَحَوَّلُ إِلىَ اْلجَانِبِ اْلأَخَرِ فَيُفْعَلُ بِهِ مَا فَعَلَ بِالْجَانِبِ اَلأَوَّلِ فَمَا يَفْرَغُ مِنْ ذَلِكَ اْلجَانِبِ حَتىَّ يَصِحَّ ذَلِكَ اْلجَانِبُ كَمَا كَانَ ثُمَّ يَعُوْدُ عَلَيْهِ فَيُفْعَلُ مِثْلَ مَا فَعَلَ فىِ اْلمـَرَّةِ اْلأُوْلىَ قَالَ: قُلْتُ سُبْحَانَ اللهِ مَا هَذَانِ؟– فَجَاء البيان فىِ آخِرِ اْلحَدِيْثِ: وَ أَمَّا الرَّجُلُ الَّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ يُشَرْشَرُ شِدْقُهُ إِلىَ قَفَاهُ وَ مَنْخِرُهُ إِلىَ قَفَاهُ وَ عَيْنُهُ إِلىَ قَفَاهُ فَإِنَّهُ الرَّجُلُ يَغْدُوْ مِنْ بَيْتِهِ فَيَكْذِبُ اْلكَذِبَةَ تَبْلُغُ اْلآفَاقَ

Di dalam hadits (lanjutannya), “Lalu kamipun berangkat, kemudian mendatangi seseorang yang sedang berbaring telentang, dan ada seseorang lain yang berdiri yang padanya ada tombak (yang melengkung ujungnya) dari besi. Tiba-tiba orang yang berdiri itu mendatangi salah satu sisi wajahnya lalu menusuk (untuk merobek) dari mulutnya sampai tengkuknya, lubang hidung sampai tengkuknya dan mata sampai tengkuknya. Kemudian ia berpindah ke sisi yang lainnya, lalu diperbuat sebagaimana yang dilakukan terhadap sisi yang pertama. Tidaklah ia selesai dari sisi tersebut sehingga sisi (yang dirobek) tersebut telah kembali sehat sebagaimana semula. Kemudian ia kembali kepadanya lalu diperbuat kepadanya seperti yang telah dilakukan pada kali yang pertama. Beliau bersabda, lalu aku berkata, “Subhanallah, siapakah mereka itu?”. –(Kemudian datang penjelasannya di akhir hadits), “Adapun orang yang kamu datangi dalam keadaaan dirobek-robek mulut sampai tengkuknya, lubang hidung sampai tengkuknya dan mata sampai tengkukknya, maka ia adalah seseorang yang berangkat dari rumahnya lalu ia berdusta dengan suatu kedustaan yang sampai kepelosok bumi”.

6). Zina

Begitupun dengan perbuatan zina, yaitu seorang lelaki yang melakukan hubungan intim dengan seorang perempuan yang tidak diikat oleh tali pernikahan. Perbuatan ini juga akan mencampakkan pelakunya ke dalam adzab kubur dengan segala kepedihannya.

Perbuatan zina itu biasanya terlahir dari keinginannya untuk hidup bebas tanpa pengendalian agama dan keimanan. Manusia yang memang terlahir itu memiliki nafsu syahwat sebagai sarana untuk ber-reproduksi melanjutkan keturunan, yang tidak mungkin seseorang mempunyai keturunan jika tidak memilikinya. Namun jika ia hidup tanpa kendali agama yang menganjurkan pernikahan dan keimanan yang mengarahkan keinginan nafsu syahwatnya pada tempat yang benar lagi sesuai, maka hawa nafsu itu akan menjadi tuan dan tuhannya yang selalu diperturutkan keinginanya lalu jadilah ia celaka dan binasa dengan sebabnya.

Apalagi sekarang banyak media yang mengandung dan mengundang kepada eksploitasi pergaulan bebas, apakah berupa film, video mesum, iklan, majalah, koran ataupun stensilan dan selainnya yang berbau pornografi dan pornoaksi. Dijual bebasnya alat-alat anti kehamilan bagi orang yang mempergunakannya. Kurang perhatiannya kedua orang tua di dalam memantau pergaulan anak-anaknya dengan mengawasi mereka atau memberi pengajaran dan pengarahan agama kepada mereka. Sehingga tak sedikit kaum muda, sekarang ini yang terjerumus kepada pergaulan bebas yang rusak lagi merusakkan. Apakah dengan bentuk hubungan diluar nikah dengan lawan jenis, bahkan ada yang lebih menjijikkan lagi yaitu hubungan sejenis berupa homo seksual dan lesbian. Atau bahkan yang lebih buruk lagi yaitu berupa menikah dengan orang kafir yang berada di luar kalangan mereka.  Al-Iyadzu billah.

 و فى الحديث: فَانْطَلَقْنَا فَأَتَيْنَا عَلىَ مِثْلَ التَّنُّوْرِ فَأَحْسِبُ أَنَّهُ قَالَ: فَإِذَا فِيْهِ لَغَطٌ وَ أَصْوَاتٌ فَاطَّلَعْنَا فِيْهِ رِجَالٌ وَ نِسَاءٌ عُرَاةٌ وَ إِذَا هُمْ يَأْتِيْهِمْ لَهَبٌ مِنْ أَسْفَلَ مِنْهُمْ فَإِذَا أَتَاهُمْ ذَلِكَ اللَّهَبُ ضَوْضَوْا — فَجَاء البيان فىِ آخِرِ اْلحَدِيْثِ: وَ أَمَّا الرِّجَالُ وَ النِّسَاءُ اْلعُرَاةُ الَّذِيْنَ هُمْ فىِ مَثْلِ بِنَاءِ التَّنُّوْرِ فَإِنَّهُمُ الزُّنَاةُ وَ الزَّوَانىِ

Di dalam hadits lanjutannya, “Lalu kamipun berangkat, kemudian kami mendatangi suatu tempat seperti dapur (untuk membuat roti). Aku (yaitu Samurah bin Jundab) berkata, aku mengira Beliau bersabda, “di dalamnya terdapat kebisingan dan suara-suara (gaduh). Lalu kami mengintip ternyata di dalamnya banyak terdapat lelaki dan perempuan yang telanjang. Tiba-tiba datanglah kepada mereka kobaran api dari arah bawah mereka. Jika kobaran api itu telah datang maka mereka segera berlindung”. –(Kemudian datang penjelasannya di akhir hadits), “Adapun laki-laki dan perempuan telanjang yang berada di suatu bangunan seperti dapur, maka sesungguhnya mereka itu adalah para lelaki dan perempuan pezina”.

 7). Makan riba.

 Dosa penyebab siksa kubur inilah yang sekarang banyak dijumpai di masyarakat, bahkan telah menjadi legal di antara mereka. Sehingga mereka seakan tidak pernah merasa bersalah dan berdosa dengan perbuatan mereka.

Dahulu kala, setiap orang sangat membenci rentenir yang suka membungakan uang seenaknya sendiri sehingga mencekik leher para peminjamnya. Meskipun terkadang keberadaan para rentenir itu juga banyak diminati oleh orang-orang yang membutuhkannya. Lalu dari sebab itu, berkembanglah koperasi-koperasi daerah untuk membantu perekonomian rakyat dan berupaya untuk menghancurkan praktek-praktek rentenir.

Dan sekarang banyak rentenir yang terorganisir dengan rapih dan canggih, dengan berlabelkan bank yang dilindungi negara dan dunia. Namun riba itu tetap mempunyai efek dan akibat yang sama. Sebab bunga uang, rente ataupun riba itu sekecil apapun tetap riba yang diharamkan, dilindungi ataupun tidak oleh negara tetap riba yang dilarang, dan disukai ataupun tidak oleh manusia tetap riba yang dimurkai Allah  Azza wa Jalla dan Rosul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam. Maka menjauh darinya itu lebih baik dan selamat meskipun terasa amat sulit sebab sekarang ini tidak ada sedikitpun geliat perekonomian yang tidak berkaitan dengannya. Namun Allah Jalla wa Ala tidak akan menyia-nyiakan usaha seorang muslim yang telah berusaha secara maksimal dan optimal untuk meminimalkan riba dalam kehidupannya.

 وَفى الحديث: فَانْطَلَقْنَا فَأَتَيْنَا عَلىَ نَهْرٍ حَسِبْتُ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ: أَحْمَرُ مِثْلُ الدَّمِ وَ إِذَا فىِ النَّهْرِ رَجُلٌ سَابِحٌ يَسْبَحُ وَ إِذَا عَلىَ شَطِّ النَّهْرِ رَجُلٌ قَدْ جَمَعَ عِنْدَهُ حِجَارَةً كَثِيْرَةً وَ إِذَا ذَلِكَ السَّابِحُ يَسْبَحُ مَا يَسْبَحُ ثُمَّ يَأْتىِ ذَلِكَ الَّذِى قَدْ جَمَعَ عِنْدَهُ اْلحِجَارَةَ فَيَفْغَرُ لَهُ فَاهُ فَيُلْقِمُهُ حَجَرًا فَيَنْطَلِقُ فَيَسْبَحُ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَيْهِ كُلَّمَا رَجَعَ إِلَيْهِ فَغَرَ لَهُ فَاهُ فَأَلْقَمَهُ حَجَرًا قُلْتُ لَهُمَا: مَا هَذَانِ؟ فَجَاء البيان فىِ آخِرِ اْلحَدِيْثِ: وَ أَمَّا الرَّجُلُ الَّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ يَسْبَحُ فىِ النَّهْرِ وَ يُلْقَمُ اْلحَجَرَ فَإِنَّهُ آكِلُ الرِّبَا

Di dalam hadits lanjutannya, “Lalu kamipun berangkat, kemudian kami mendatangi suatu sungai. Aku (yaitu Samurah bin Jundab) mengira bahwasanya Beliau bersabda, “Sungai berwarna merah laksana darah. Tiba-tiba di sungai itu ada orang yang sedang berenang dan di tepi sungai ada seseorang lainnya yang sedang mengumpulkan banyak batu. Kemudian orang yang berenang di sungai itu mendatangi orang yang mengumpulkan batu. Lalu ia membukakan mulutnya di dekatnya, maka orang (yang mengumpulkan batu itu) menyuapkan batu ke mulutnya. Lalu ia pergi berenang kembali kemudian kembali lagi padanya. Setiap kali ia kembali mendatanginya, ia membuka mulutnya dan orang (yang mengumpulkan batu) itu menyuapkan sebuah batu kepadanya. Aku bertanya kepada keduanya, “Siapakah mereka ini?”. –(Kemudian datang penjelasannya di akhir hadits), “Adapun orang yang engkau datangi sedang berenang di sungai lalu disuapkan batu (ke mulutnya) maka sesungguhnya ia adalah pemakan riba”.

8). Ghulul (Korupsi).

 Korupsi juga merupakan salah satu penyebab mendapatkan adzab kubur. Yakni seseorang mengambil sesuatu yang tidak atau belum berhak ia miliki. Maka benda yang ia ambil tersebut akan diserupakan di dalam kuburnya lalu menjadi api untuk membakarnya sampai hari kiamat. Hal ini sebagaimana kisah hadits berikut ini,

عن أبى رافع قال: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم إِذَا صَلىَّ اْلعَصْرَ ذَهَبَ إِلىَ بَنىِ عَبْدِ اْلأَشْهَلِ فَيَتَحَدَّثُ عِنْدَهُمْ حَتىَّ يَنْحَدِرَ لِلْمَغْرِبِ قَالَ أبو رافع: فَبَيْنَمَا النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم يُسْرِعُ إِلىَ اْلمـَغْرِبِ مَرَرْنَا بِاْلبَقِيْعِ فَقَالَ:أُفٍّ لَكَ أُفٍّ لَكَ قَالَ: فَكَبُرَ ذَلِكَ فىِ ذَرْعىِ فَاسْتَأْخَرْتُ وَ ظَنَنْتُ أَنَّهُ يُرِيْدُنىِ فَقَالَ: مَا لَكَ امْشِ! فَقُلْتُ: أَحَدَّثْتَ حَدَثًا؟ قَالَ: مَا ذَاكَ؟ قُلْتُ: أَفَّفْتَ بىِ قَالَ: لاَ وَ لَكِنْ هَذَا فُلاَنٌ بَعَثْتُهُ سَاعِيًا عَلَى بَنىِ فُلاَنٍ فَغَلَّ نَمِرَةً فَذُرِّعَ اْلآنَ مِثْلَهَا مِنْ نَارٍ

Dari Abu Rafi’ berkata, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam  apabila selesai sholat Ashar, beliau pergi menuju Bani Abdil Asyhal untuk berbincang-bincang dengan mereka, sampai tergelincir (matahari) mendekati waktu Maghrib. Berkata Abu Rafi’, Ketika Nabi Shallallahu alaihi wa sallam  bergegas menuju sholat Maghrib, kami melewati pekuburan Baqi’. Tiba-tiba beliau berkata, “Uff, uff (ciss, ciss)”. Berkata (Abu Rafi’), “Jalanku terasa berat karena ucapannya tersebut, dan akupun berhenti. Aku mengira bahwa beliau mengucapkannya itu kepadaku”. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam  bersabda, “Kamu kenapa? Teruslah berjalan!”. Aku berkata, “Bukankah engkau mengatakan sesuatu (kepadaku)?”. Beliau bersabda, “Apakah itu?”. Aku berkata lagi, “Engkau tadi mengatakan uff (ciss) kepadaku”. Beliau bersabda, “Tidak, tetapi ucapan itu aku tujukan kepada si Fulan yang pernah kuutus ke Bani Fulan (untuk mengambil zakat), lalu ia ghulul (korupsi) sebuah namirah (kain wol bercorak), maka sekarang telah dibuatkan untuknya yang semisalnya dari api”. [HR an-Nasa’iy: II/ 115, Ahmad: VI/ 392 dan Ibnu Khuzaimah: 2337. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: hasan isnadnya]. [14]

 Maka kata “sekarang” yang diucapkan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam  ketika itu, menunjukkan orang mati yang mengkorupsi (ghulul) kain wol bercorak itu sedang diadzab di dalam kuburnya. Maka bagaimana dengan keadaan orang yang mengambil uang negara atau rakyat yang mencapai jutaan, ratusan juta atau bahkan milyaran rupiah dengan berbagai cara untuk mendapatkannya?.

9). Hutang.

 Adzab kubur itu juga akan dirasakan oleh orang yang berhutang dan belum sempat untuk melunasinya. Berhutang itu diperbolehkan dalam agama dan biasanya mudah untuk meminjam dan mendapatkannya tetapi terkadang sulit untuk membayar dan melunasinya. Oleh karena itulah Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, memerintahkan umatnya untuk segera melunasi hutang ketika memiliki harta, berdoa dari belitan hutang yang mencekik dan melunasi hutang terdahulu sebelum membagi warisannya kepada ahli warisnya ketika ia meninggal dunia.

Jika ada seorang muslim meninggal dunia, lalu ia dalam keadaan meninggalkan hutang kemudian ia tidak memiliki harta untuk melunasinya maka ia akan diadzab di dalam kuburnya sehingga ada di antara keluarga, kerabat dan shahabatnya yang melunasi hutang-hutangnya. Jika telah ada yang melunasinya maka  akan menjadi dinginlah kulit tubuhnya lantaran adzab kubur tersebut telah diangkat darinya.

عن جابر بن عبد الله رضي الله عنه قَالَ: مَاتَ رَجُلٌ فَغَسَّلْنَاهُ وَ كَفَّنَّاهُ وَ حَنَّطْنَاهُ وَ وَضَعْنَاهُ لِرَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم حَيْثُ تُوْضَعُ اْلجَناَئِزُ عَنْدَ مَقَامِ جَبْرِيْلَ ثُمَّ آذَنَّا رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم بِالصَّلاَةِ عَلَيْهِ فَجَاءَ مَعَنَا [فَتَخَطَّى] خُطًى ثُمَّ قَالَ: لَعَلَّ عَلَى صَاحِبِكُمْ دَيْنًا؟ قَالُوْا: نَعَمْ دِيْنَارَانِ فَتَخَلَّفَ [قَالَ: صَلُّوْا عَلىَ صَاحِبِكُمْ] فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ مِنَّا يُقَالُ لَهُ أَبُوْ قَتَادَةَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ هُمَا عَلَيَّ فَجَعَلَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: هُمَا عَلَيْكَ وَ فىِ مَالِكَ وَ اْلمـَيِّتُ مِنْهُمَا بَرِيْءٌ ؟ فَقَالَ: نَعَمْ فَصَلَّى عَلَيْهِ فَجَعَلَ رَسُوْلُ اللهِصلى الله عليه و سلم إِذَا لَقِيَ أَبَا قَتَادَةَ يَقُوْلُ [وفى رواية: ثُمَ لَقِيَهُ مِنَ اْلغَدِ فَقَالَ]: مَا صَنَعَتِ الدِّيْنَارَانِ؟ [قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّمَا مَاتَ أَمْسِ] حَتىَّ كَانَ آخِرَ ذَلِكَ [و فى الرواية الأخرى: ثُمَّ لَقِيَهُ مِنَ اْلغَدِ فَقاَلَ: مَا فَعَل الدِّيْنَارَانِ؟] قَالَ: قَدْ قَضَيْتُهُمَا يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: اْلآنَ حِيْنَ بَرَدَتْ عَلَيْهِ جِلْدُهُ

Dari Jabir bin Abdullah Radliyallahu anhu berkata, “Ada seorang laki-laki meninggal dunia, lalu kami memandikan, mengkafani dan memberinya wewangian. Kemudian kami letakkan jenazahnya untuk RosulullahShallallahu alaihi wa sallam  di tempat dimana jenazah biasa diletakkan yaitu di makam Jibril. Selanjutnya kamipun memberitahu Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam  untuk menyolatkannya”. Lalu Beliau datang  bersama kami kemudian melangkah satu langkah dan bersabda, “Barangkali kawan kalian ini mempunyai hutang?”. Mereka menjawab, “Ya, yaitu sebanyak dua dinar”. Maka Beliaupun mundur (tidak jadi menyolatkannya). Beliau berkata, “Sholatkanlah teman kalian ini!”. Lalu ada seseorang di antara kami yang bernama Abu Qotadah berkata, “Wahai Rosulullah!, hutangnya yang dua dinar itu menjadi tanggunganku”. Kemudian Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam  bersabda, “Hutang dua dinar itu sekarang menjadi tanggunganmu dan dibayar dari hartamu dan mayit itu telah terlepas dari dua dinar tersebut”. Abu Qotadah menjawab, “Ya”. Lalu RosulullahShallallahu alaihi wa sallam  pun menyolatkannya. Kemudian Rosulullah  Shallallahu alaihi wa sallam  apabila setiap kali bertemu dengan Abu Qotadah, beliau bersabda (dalam sebuah riwayat, kemudian beliau menemuinya pada keesokan harinya seraya bersabda), “Apa yang dilakukan oleh uang dua dinar itu?”. (Ia berkata, “Wahai Rosulullah, sesungguhnya ia baru saja meninggal dunia kemarin)”, sehingga ia menjadi akhir dari itu. (Di dalam riwayat yang lain disebutkan, Kemudian Beliau menemuinya pada keesokan harinya seraya bertanya, “Apa yang telah dilakukan oleh uang dua dinar itu?)”. Dia menjawab, “Aku telah melunasi hutangnya yang dua dinar itu, wahai Rosulullah!”. Lalu beliau Shallallahu alaihi wa sallam  bersabda, “Sekarang, kulitnya telah menjadi dingin (dari adzab)”. [HR al-Hakim, al-Baihaqiy, ath-Thoyalisiy dan Ahmad: III/ 330. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [15]

 10). Ratapan atau ucapan dari keluarga yang ditinggalkan.

Kewajiban seorang kepala keluarga adalah menashihati dan mengajarkan kepada keluarganya akan sendi-sendi agama berupa akidah, ibadah, muamalah dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan agama mereka. Jika ia tidak atau belum mampu mengajarkan mereka maka hendaklah ia mengajak keluarganya untuk mendatangi majlis-majlis ilmu untuk menimba ilmu. Atau juga menyediakan sarana untuk kelengkapan mereka di dalam mengais ilmu berupa menyediakan alqur’an dan terjemahannya, beberapa kitab tafsir, hadits, fikih, sirah dan buku-buku yang disusun oleh para ulama salafus shalih dan selainnya. Semuanya itu demi bekal akhirat mereka yang jika dikalkulasikan dengan nilai harga dunia yang mereka keluarkan, maka nilainya jelas tidak seberapa apabila dibandingkan dengan keselamatan diri mereka dari adzab di alam kubur dan akhirat.

Di antara hasil dari pengajarannya terhadap keluarganya atau boleh jadi juga akibat pengaruh positif dari pengajaran orang lain adalah jiwa mereka akan tegar dikala mendapatkan musibah. Maka tatkala ada di antara keluarganya tercinta yang terlebih dahulu menghadap Allah Subhanahu wa ta’ala, tentu mereka akan sabar dan ridlo terhadap ketentuan dan takdir-Nya tersebut. Mereka tidak akan mengeluh, bersedih secara berlebihan apalagi meratapinya dengan penuh kepedihan. Sebab meratapi jenazah keluarganya itu jelas telah dilarang oleh agama sebagaimana telah dikenal di dalam beberapa hadits shahih.

Tetapi jika ia mengabaikan pengajaran kepada keluarganya, sehingga kepergiannya kepada Sang pencipta Jalla Jalaluhu itu ditangisi dan diratapi dengan penuh kepedihan maka itu akan menyebabkan dirinya terancam oleh adzab kubur yang sangat mencekam. Kecuali jika ia sempat memberi pengajaran, nasihat ataupun wasiat kepada keluarganya agar kematiannya itu tidak ditangisi secara berlebihan atau diratapi secara berkekalan, maka tangisan dan ratapan mereka itu tidak akan menyebabkannya berdosa dan terperosok ke dalam adzab kubur yang menakutkan.

 عن أنس بن مالك أَنَّ عُمَرَ بْنَ اْلخَطَّابِ رضي الله عنه لَمـَّا طُعِنَ عَوَّلَتْ عَلَيْهِ حَفْصَةُ فَقَالَ: يَا حَفْصَةُ أَمَا سَمِعْتِ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: اْلمـُعَوَّلُ عَلَيْهِ يُعَذَّبُ وَ عَوَّلَ عَلَيْهِ صُهَيْبٌ يَقُوْلُ: وَاأَخَاه وَاصَاحِبَاه فَقَالَ عُمَرُ: يَا صُهَيْبُ اَمَا عَلِمْتَ أَنَّ اْلمـُعَوَّلَ عَلَيْهِ يُعَذَّبُ (وَ فى رواية): إِنَّ اْلمـَيِّتَ لَيُعَذَّبُ بِبَعْضِ بُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ (و فى أخرى): فىِ قَبْرِهِ بِمَا نِيْحَ عَلَيْهِ

Dari Anas bin Malik  bahwasanya Umar bin al-Khaththab radliyallahu anhu tatkala ditikam, Hafshah (putrinya) meratapinya. Lalu Umar berkata, “Wahai Hafshah belumkan engkau mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallambersabda, “Orang yang diratapi itu akan diadzab”. Dan Shuhaib juga meratapinya, ia berseru, “Wahai saudaraku, wahai shahabatku!”. Maka Umar berkata kepadanya, “Wahai Shuhaib belumkan engkau tahu bahwasanya orang yang diratapi itu akan diadzab?”. (Dalam sebuah riwayat), “Sesungguhnya mayat itu akan diadzab dengan sebab sebahagian tangisan keluarganya”. (Di dalam riwayat lainnya), “di dalam kuburnya lantaran ratapan terhadapnya”. [HR al-Bukhoriy: 1287,1290, 1292, Abu Dawud: 3129 dan Ahmad: I/ 41, 45, 54. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [16]

Yaitu orang yang mati itu akan diadzab di dalam kuburnya lantaran ratapan tangis dari keluarganya yang ditinggalkannya.

Ratapan atau tangisan yang dilakukan oleh keluarganya yang disebabkan oleh wasiatnya untuk diratapi ketika matinya atau semasa hidupnya ia tidak pernah berwasiat kepada keluarganya agar tidak diratapi ketika kematiannya. Namun jika ia telah berwasiat kepada keluarganya lalu ketika datang ajalnya dan ia masih diratapi maka tiada dosa baginya dan ia tidak akan di adzab di dalam kuburnya. [17]

11). Tambahnya adzab kubur bagi orang kafir lantaran tangisan keluarga yang ditinggalkannya.

 Setiap orang kafir yang kafir dari sejak lahir atau lantaran murtad dari Islam, lalu ia mati dalam keadaan kafir, maka dapat dipastikan ia akan merasakan adzab kubur yang menyakitkan sampai tegaknya hari kiamat. Kemudian adzab itu akan terus berlanjut di dalam neraka dalam keadaan kekal di dalamnya selama-lamanya.

Tetapi tatkala kematiannya itu meninggalkan kesedihan yang mendalam bagi keluarganya, lalu ia ditangisi dan diratapi oleh mereka baik secara spontan atau karena dikoordinir dalam satu kelompok khusus untuk meratapi orang mati maka orang yang mati kafir itu akan ditambah lagi dengan adzab bersama dengan adzab yang ia telah dapati. Sungguh patut mereka memperolehnya dan Allah Azza wa Jalla tidak pernah sedikitpun menzholimi seseorang dari para hamba-Nya.

 عن عائشة رضي الله عنها قَالَتْ: إِنَّمَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: إِنَّ اللهَ عز و جل يَزِيْدُ اْلكَافِرَ عَذَابًا بِبَعْضِ بُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ

Dari Aisyah radliyallahu anha berkata, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam  bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla akan menambah adzab kepada orang kafir dengan sebab tangisan keluarganya kepadanya”. [HR an-Nasa’iy: IV/ 18, 19. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahiih]. [18]

 عن عائشة رضي الله عنها قَالَتْ: إِنَّمَا كَانَتْ يَهُوْدِيَّةٌ مَاتَتْ فَسَمِعَهُمُ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم يَبْكُوْنَ عَلَيْهَا قَالَ: فَإِنَّ أَهْلَهَا يَبْكُوْنَ عَلَيْهَا وَ إِنَّهَا يُعَذَّبُ فىِ قَبْرِهَا

Dari Aisyah Radliyallahu anha berkata, “Pernah terjadi seorang wanita Yahudi mati. Lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam  mendengar mereka menangisinya. Beliau bersabda, “Sesungguhnya ia sedang diadzab di dalam kuburnya”. [HR Ibnu Majah: 1595, al-Bukhoriy: 1289 dan an-Nasa’iy:  IV/ 17-18. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [19]

 Demikian sebahagian dosa dan kemaksiatan yang menyebabkan para pelakunya mendapatkan siksa atau adzab di dalam kubur di samping siksa neraka yang akan mereka peroleh. Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala menjauhkan dan menghindarkan diriku, keluargaku, kerabatku dan seluruh kaum muslimin dari semua perbuatan maksiat dan dosa yang menyebabkan kesengsaraan bagi kita semua di dalam kubur dan akhirat dengan siksa neraka.

Wallahu a’lam bishowab.


[1]Banyak buku yang menerangkan wajibnya menuntut ilmu atau baca buku “Agar Amal Anda Diterima” susunan penulis yang diterbitkan oleh Pustaka at-Tazkia tahun 2008.

[2]Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 152.

[3] Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 153.

[4] Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 155, Shahih Sunan Ibni Majah: 278 dan Irwa’ al-Ghalil: 280.  

[5] Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 156, Shahih Sunan Ibni Majah: 276 dan Misykah al-Mashobih: 371..

[6] Mukhtashor Shahih Muslim: 1806, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1578, Shahih Sunan Abi Dawud: 4079, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 86, 4187, Misykah al-Mashobih: 4828 dan Ghoyah al-Maram: 426

[7]  Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4186 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1992.

[8] Al-Kaba’ir halaman 251 syarah oleh asy-Syaikh al-Utsaimin.

[9] Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 154.

[10] Shahih Sunan Ibni Majah: 279 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2441.

[11] Shahih Sunan at-Turmudziy: 60, Shahih Sunan Abi Dawud: 20, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 31, 1955, Shahih Sunan Ibni Majah: 277, Irwa’ al-Ghalil: 178, 283, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2440 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 151.

[12] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3462 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 577.

[13] Bahjah an-Nazhirin: III/ 69.

[14] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 831.

[15] Ahkam al-Jana’iz halaman 27, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2753 dan Adzab al-Qobri: 153.

[16]Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 648, 650, Shahih Sunan Abi Dawud: 2683, Shahih al-Jami ash-Shaghiir: 1970 dan Ahkam al-Jana’iz wa bida’uha halaman 40.

[17]Lihat penjelasan asy-Syaikh al-Albaniy di dalam kitab Ahkam al-Jana’iz wa bida’uha halaman 41.

[18] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1752, 1753 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1897.

[19]Shahih Sunan Ibni Majah: 1296, Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 649 dan Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1751.

SAUDARAKU, JANGAN RAGUKAN SEDIKITPUN AKAN ADANYA ADZAB DAN NIKMAT KUBUR !!

TETAPNYA KEBERADAAN ADZAB DAN NIKMAT KUBUR

بسم الله الرحمن الرحيم

KUBUR3Berdasarkan dalil hadits dari al-Barra’ bin Azib radliyallahu anhu yang telah lalu juga dipahami akan adanya adzab dan nikmat kubur, tiada keraguan dan kebimbangan. Adzab dan nikmat kubur itu adalah termasuk dari perkara ghaib, tiada seorangpun makhluk yang mengetahui perkara-perkara ghaib tersebut kecuali Allah Subhanahu wa ta’ala. Sedangkan setiap mukmin wajib beriman kepada berbagai perkara ghaib yang telah dijelaskan oleh AllahSubhanahu wa ta’ala  dan Rosul Shallallahu alaihi wa sallam, sebagaimana di dalam dalil berikut,

قُل لَّا يَعْلَمُ مَنْ فِى السَّمَوَاتِ وَ اْلأَرْضِ اْلغَيْبَ إِلَّا اللهُ

Katakanlah, “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”. [QS. An-Naml/ 27: 65].

وَ عِندَهُ مَفَاتِحُ اْلغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri. [QS. Al-An’am/6: 59].

 Ayat-ayat di atas dan yang semisalnya dengan jelas menerangkan bahwasanya segala perkara ghaib itu tidak ada seorangpun yang di langit dan bumi yang mengetahuinya kecuali Allah Subhanahu wa ta’ala. Perkara ghaib itu apakah tentang waktu terjadinya hari kiamat, rezeki, jodoh dan kematian seseorang di masa depan, apa yang telah terjadi pada umat-umat di masa lalu, apa yang terjadi di alam kubur dan sesudahnya, alam kehidupan jin dan malaikat, keberadaan surga dengan segala kenikmatannya, keberadaan neraka dengan segala penderitaannya dan lain sebagainya.Tiada seseorang yang mengetahuinya kecuali Allah Azza wa Jalla  dan tiada seseorangpun yang diberitahu tentangnya kecuali di antara rosul yang dikehendaki dan diridloi oleh AllahSubhanahu wa ta’ala.

عَالِمُ اْلغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ

(Dia-lah) yang mengetahui perkara-perkara ghaib. Maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya. [QS. Al-Jinn/ 72: 26-27].

Setelah kita memahami bahwa tidak ada seseorangpun yang mengetahui perkara ghaib kecuali rasul yang diridhai-Nya, terutama dalam masalah alam barzakh atau kubur ini maka kita mesti mengembalikan persoalan ini kepada Allah Jalla wa Ala dan Rosul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam. Kewajiban yang dibebankan kepada kita sebagai umatnya adalah mengimani semua perkara-perkara ghaib sebagaimana yang telah diungkapkan dan dijelaskan di dalam alqur’an dan hadits-hadit yang shahih.

Karena alam barzakh atau kubur ini termasuk dari perkara-perkara ghaib maka keberadaan dan keadaannya itu tidak akan dapat dirasakan oleh panca indra. Mata sebagai alat penglihatan tidak akan dapat menembus dalamnya alam jin dan malaikat yang ghaib, keluarnya ruh dari jasad ketika dicabut oleh Malaikat Maut Alaihima as-Salam lalu diperjalankan sampai ke langit tujuh, datangnya Malaikat Maut dan para Malaikat penyertanya Alaihim as-Salam kepada setiap orang yang telah ditetapkan kematian atasnya, kondisi para penghuni kubur dengan nikmat atau adzab dan keberadaan amal yang baik atau buruk yang menemani para penghuni kubur yang diserupakan dengan seseorang yang tampan atau jelek. Telinga sebagai alat pendengaran tidak dapat mendengar ucapan Malaikat maut Alaihi as-Salam ketika mencabut nyawa seorang hamba, bentakan dan pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir Alaihima as-Salam kepada setiap penghuni kubur dan jeritan penghuni kubur dikala disiksa di dalamnya. Dan hidung sebagai indra penciuman tidak akan dapat merasakan harumnya wewangian ruh orang mukmin yang keluar dari jasadnya atau bau busuknya ruh orang kafir atau munafik yang tercabut dari tubuhnya dan lain sebagainya. Maka kewajiban bagi setiap mukmin adalah menerima dan membenarkan semua berita-berita tentang keghaiban yang telah diwartakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala di dalam alqur’an yang mulia dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam hadits-hadits shahih yang telah tsabit darinya tanpa keraguan dan kebimbangan sedikitpun.

الم ذَلِكَ اْلكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمـُتَّقِينَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاْلغَيْبِ

Alif laam miin, kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, [al-Baqarah/ 2: 1-3].

Berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Bahwa keadaan alam barzakh (kubur) itu termasuk dari perkara-perkara ghaib yang tidak dapat dirasakan oleh panca indra. Seandainya dapat dirasakan oleh panca indra niscaya akan hilanglah faidah iman terhadap perkara ghaib dan orang-orang yang mengimani dan mengingkari di dalam membenarkannya tentulah menjadi sama”.[1]

Apalagi mengimani perkara-perkara setelah mati itu merupakan bahagian dari beriman kepada hari akhir. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh al-Allamah Muhammad Kholil Harros hafizhohullah ketika menjelaskan kitab al-Aqidah al-Wasithiyyah, “Apabila iman kepada hari akhir ini merupakan salah satu bagian dari enam rukun yang keimanan itu dapat tegak atasnya, maka beriman kepadanya dengan keimanan yang utuh lagi sempurna tidak akan terwujud kecuali jika seorang hamba beriman kepada apa yang telah dikhabarkan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dari beberapa perkara ghaib yang terjadi setelah kematian”. [2]

Begitu juga berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Ucapan (Syaikh al-Islam), “mengimani seluruh yang dikhabarkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dari apa yang terjadi setelah kematian”. Semuanya itu masuk ke dalam keimanan kepada hari akhir, karena manusia itu jika telah mati maka ia masuk ke dalam (kehidupan) hari akhir. Oleh karena itulah dikatakan,barangsiapa yang telah mati maka kiamatnya itu telah tegak (atasnya). Maka semua yang terjadi setelah kematian itu, sesungguhnya hal itu termasuk dari (kehidupan) hari akhir”.[3]

  Adapun kebenaran adanya siksa kubur adalah sebagaimana diterangkan di dalam beberapa hadits di bawah ini,

 عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ يَهُوْدِيَّةً دَخَلَتْ عَلَيْهَا فَذَكَرَتْ عَذَابَ الْقَبْرِ فَقَالَتْ لَهَا أَعَاذَكِ اللهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ فَسَأَلَتْ عَائِشَةُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم عَنْ عَذَابِ الْقَبْرِ فَقَالَ: نَعَمْ عَذَابُ الْقَبْرِ حَقٌّ قَالَتْ عَائِشَةُ: فَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يُصَلِّى صَلاَةً بَعْدُ إِلاَّ تَعَوَّذَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

Dari Aisyah radliyallahu anha bahwasanya seorang wanita Yahudi pernah masuk (ke rumahnya), lalu wanita tersebut menceritakan tentang adzab kubur. Ia (yaitu wanita Yahudi itu) berkata kepadanya (yaitu Aisyah), “Semoga Allah menjagamu dari adzab kubur”. Lalu Aisyah bertanya kepada Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentang adzab kubur. Beliau menjawab, “Ya, adzab kubur itu benar”. Berkata Aisyah, “Maka aku tidaklah melihat Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengerjakan satu sholat melainkan ia berlindung dari adzab kubur”. [HR Ahmad: VI/ 174 dan an-Nasa’iy: III/ 56. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [4]

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ دَخَلَتْ عَلَيَّ عَجُوْزَانِ مِنْ عُجُزِ يَهُوْدِ الِمَدِيْنَةِ فَقَالَتَا إِنَّ أَهْلَ الْقُبُوْرِ يُعَذَّبُوْنَ فِى قُبُوْرِهِمْ قَالَتْ فَكَذَّبْتُهُمَا وَ لَمْ أُنْعِمْ أَنْ أُصَدِّقَهُمَا فَخَرَجَتَا وَ دَخَلَ عَلَيَّ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم فَقُلْتُ لَهُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ عَجُوْزَيْنِ مِنْ عُجُزِ يَهُوْدِ الْمَدِيْنَةِ دَخَلَتَا عَلَيَّ فَزَعَمَتَا أَنَّ أَهْلَ الْقُبُوْرِ يُعَذَّبُوْنَ فِى قُبُوْرِهِمْ فَقَالَ صَدَقَتَا إِنَّهُمْ يُعَذَّبُوْنَ عَذَابًا تَسْمَعُهُ الْبَهَائِمُ قَالَتْ فَمَا رَأَيْتُهُ بَعْدُ فِى صَلاَةٍ إِلاَّ يَتَعَوَّذُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

Dari Aisyah radliyallahu anha berkata, Pernah masuk menemuiku dua wanita lanjut usia dari para wanita lanjut usia Yahudi kota Madinah. Lalu keduanya berkata, “Sesungguhnya penghuni kubur itu akan disiksa di dalam kubur mereka”. Aisyah berkata, “Maka aku mendustakan keduanya, tidak meng-iyakan untuk membenarkan keduanya”. Lalu keduanyapun keluar. Tak lama berselang Rosulullah  Shallallahu alaihi wa sallam masuk menemuiku. Aku bertanya kepadanya, “WahaiRosulullah, sesungguhnya ada dua wanita lanjut usia dari para wanita lanjut usia Yahudi kota Madinah masuk menemuiku. Keduanya menyangka bahwasanya penghuni kubur itu disiksa di dalam kubur mereka”. Maka Beliau bersabda, “Kedua wanita itu benar, sesungguhnya mereka akan disiksa dengan satu siksaan yang didengar oleh sekalian binatang”. Aisyah berkata, “Maka tidaklah aku melihatnya setelah itu di dalam satu sholat melainkan ia berlindung dari siksa kubur”. [HR Muslim: 586].

 عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رضي الله عنه قَالَ بَيْنَمَا النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم فِى حَائِطٍ لِبَنِى النَّجَّارِ عَلَى بَغَلَةٍ لَهُ وَ نَحْنُ مَعَهُ إِذْ حَادَتْ بِهِ فَكَادَتْ تُلْقِيْهِ وَ إِذَا أَقْبُرٌ سِتَّةٌ أَوْ خَمْسَةٌ أَوْ أَرْبَعَةٌ [قَالَ: كَذَا كَانَ يَقُوْلُ الْجُرَيْرِيُّ] فَقَالَ: مَنْ يَعْرِفُ أَصْحَابَ هَذِهِ اْلأَقْبُرِ؟ فَقَالَ رَجُلٌ: أَنَا قَالَ: فَمَتَى مَاتَ هَؤُلاَءِ؟ قَالَ: مَاتُوْا فِى اْلإِشْرَاكِ فَقَالَ: إِنَّ هَذِهِ اْلأُمَّةَ تُبْتَلَى فِى قُبْوْرِهَا فَلَوْلاَ أَنْ تَدَافَنُوْا لَدَعَوْتُ اللهَ أَنْ يُسْمِعَكُمْ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ الَّذِى أَسْمَعُ مِنْهُ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ فَقَالَ: تَعَوَّذُوْا بِاللهِ مِنْ عَذَابِ النَّارِ فَقَالُوْا: نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ عَذَابِ النَّارِ قَالَ: تَعَوَّذُوْا بِاللهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ فَقَالُوْا نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ قَالَ: تَعَوَّذُوْا بِاللهِ مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَ مَا بَطَنَ قَالُوْا: نَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَ مَا بَطَنَ قَالَ: تَعَوَّذُوْا بِاللهِ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ قَالُوْا: نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ

Dari Zaid bin Tsabit radliyallahu anhu berkata, Ketika Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di sebuah kebun milik Bani an-Najjar di atas baghol (yaitu peranakan kuda dan keledai) miliknya sedangkan kami bersamanya. Tiba-tiba baghol tersebut menghindar dan hampir-hampir ia menjatuhkan Rosulullah. Sekonyong-konyong ada enam, lima atau empat buah kuburan (Berkata Ibnu Ulayyah, “Demikian dikatakan oleh al-Jurairiy”). Lalu beliau berkata, “Siapakah yang mengetahui penghuni kubur ini?”. Seorang lelaki menjawab, “Saya”. Beliau bertanya, “Kapankah mereka mati?”. Ia menjawab, “Di masa kemusyrikan (atau di masa jahiliyah)”. Lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya umat ini diuji didalam kuburnya, kalaulah tidak kalian saling menguburkan niscaya aku akan memohon kepada Allah agar memperdengarkan kalian dari siksa kubur yang aku mendengarnya”. Lalu beliau menghadap kami dengan wajahnya dan berkata, “Berlindunglah kalian dari siksa neraka!”. Mereka berkata, “Kami berlindung kepada Allah dari siksa neraka”. Beliau berkata, “Berlindunglah kalian dari siksa kubur!”. Mereka berkata, “Kami berlindung kepada Allah dari siksa kubur”. Beliau berkata, “Berlindunglah kalian dari berbagai fitnah yang nampak maupun yang tersembunyi!”. Mereka berkata, “Kami berlindung kepada Allah dari berbagai fitnah yang nampak maupun yang tersembunyi”. Beliau berkata, “Berlindunglah kalian dari fitnah Dajjal!”. Mereka berkata, “Kami berlindung kepada Allah dari fitnah Dajjal”. [HR Muslim: 2827 dan Ahmad: V/ 190. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].[5]

  Berkata asy-Syaikh al-Albaniy rahimahullah, “(Di dalam hadits ini) terdapat itsbat (atau penetapan) adanya siksa kubur. Hadits-hadits di dalam hal ini adalah mutawatir. [6] Maka tiada ruang untuk keraguan padanya dengan sangkaan bahwasanya hadits-hadits itu adalah ahad. [7] Kalaulah kami terima bahwasanya hadits-hadits tersebut memang adalah hadits ahad, maka tetap wajib menerimanya, karena alqur’an telah mempersaksikannya. Telah berfirman Allah Ta’ala, ((Dan Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh adzab yang amat buruk, kepada mereka diperlihatkan neraka pada waktu pagi dan petang dan pada hari terjadinya kiamat (dikatakan kepada para malaikat), “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras”. QS. Ghafir/40: 45-46))”. [8]

Berdasarkan dua hadits beserta penjelasannya di atas dapat dipahami bahwasanya adzab dan fitnah kubur itu ada, tiada keraguan sedikitpun apalagi dipertentangkan. Sebagaimana adzab kubur itu ada dan akan diberikan kepada orang yang berhak mendapatkannya dari golongan kafirin, musyrikin ataupun munafikin dan yang semisal mereka maka nikmat kubur juga ada, tiada kebimbangan secuilpun dan akan di dapat oleh orang yang memang layak untuk memperolehnya dari kalangan mukminin. Oleh sebab itu setiap muslim yang berpemahaman ahli sunnah wal jamaah wajib meyakini semuanya itu dengan keyakinan yang penuh dan utuh tanpa keraguan dan bantahan.

Dari itu jugalah, hendaknya mereka senantiasa membaca doa berlindung dari adzab kubur yang diucapkan di setiap sholat pada waktu tahiyyat akhir sesudah membaca sholawat Ibrahimiyyah sebelum mengucapkan salam, sebagaimana dicontohkan dan diperintahkan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam hadits berikut ini,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ يَقُوْلُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنَ التَّشَهُّدِ اْلآخِرِ فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللهِ مِنْ أَرْبَعٍ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَ مِنْ فِتْنَةِ اْلمـَحْيَا وَاْلمـَمَاتِ وَ مِنْ شَرِّ اْلمـَسِيْحِ الدَّجَّالِ

Dari Abu Hurairah berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apabila seseorang di antara kalian telah selesai membaca tasyahhud akhir maka hendaklah ia berlindung kepada Allah dari empat perkara, yaitu; dari adzab neraka Jahannam, dari adzab kubur, dari fitnah mati dan hidup dan dari kejahatan Dajjal”. [HR Muslim: 588, Abu Dawud: 983, Ibnu Majah: 909, an-Nasa’iy: III/ 58, Ahmad: II/ 237, 477 dan ad-Darimiy: I/ 310. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [9]

Dilihat secara zhahirnya, hadits di atas merupakan perintah. Dan asal hukum perintah adalah wajib selama tidak ada yang memalingkannya. Oleh sebab itu bacaan ta’awwudz (berlindung dari empat hal ini) ini diwajibkan oleh sebahagian ahli hadits. [10]

Wajibnya mengimani dan membenarkan apapun yang telah dikhabarkan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

Sikap yang mesti dimiliki oleh setiap umat Islam jika dihadapkan kepada perkara-perkara ghaib yang telah dijelaskan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah mengimani dan membenarkan segala perkataannya. Hal ini untuk mewujudkan ucapan syahadat yang sering mereka ucapkan, sebagaimana telah dijelaskan oleh para ulama tentang arti makna syahadat “Muhammad Rosulullah” yaitu,

a. Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dan syahadat Muhammad Rosulullah meliputi membenarkannya pada setiap apa yang ia khabarkan dan mentaatinya pada setiap apa yang ia perintahkan. Maka apa yang ia tetapkan wajiblah menetapkannya dan apa yang ia nafikan (tiadakan) maka wajiblah menafikannya. Sebagaimana wajibnya atas makhluk untuk menetapkan bagi Allah apa yang telah ditetapkan olah Rosul terhadap Rabbnya dari asma dan sifat dan mereka menafikan dari-Nya apa yang telah dinafikan oleh Rosul dari menyerupai makhluk. Lalu mereka memurnikan dari ta’thil dan tamtsil dan jadilah mereka di atas sebaik-baiknya akidah di dalam penetapan (itsbat) tanpa penyerupaan (tasybih) dan pembersihan (tanzih) tanpa ta’thil. Dan kewajiban mereka adalah melakukan apa yang telah ia perintahkan dan berhenti dari apa yang ia larang, menghalalkan apa yang ia halalkan dan mengharamkan apa yang ia haramkan. Maka tiada yang haram kecuali apa yang Allah dan Rosulullah haramkan dan tiada agama kecuali apa yang telah disyariatkan oleh Allah dan Rosul-Nya”. [11]

Katanya lagi, “Dan termasuk perkara yang diwajibkan adalah mengetahui bahwasanya Allah telah mengutus Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam kepada seluruh manusia dan jin. Tidak tersisa manusia dan tidak pula jin melainkan wajib atasnya untuk beriman kepada Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan mengikutinya. Wajib atasnya untuk membenarkannya pada apa yang ia khabarkan dan mentaatinya pada apa yang ia perintahkan. Maka barangsiapa yang telah tegak hujjah baginya tentang kerosulannya lalu ia tidak beriman kepadanya maka dia adalah orang kafir, sama saja apakah ia seorang manusia ataupun jin”. [12]

b. asy-Syaikh Muhammad at-Tamimiy rahimahullah berkata, “Dan makna syahadat Muhammad Rosulullah adalah mentaatinya pada apa yang ia perintahkan, membenarkan pada apa yang ia khabarkan, menjauhi apa yang ia larang dan tegur dan tidak diperkenankan beribadah kepada Allah melainkan sesuai dengan apa yang ia telah syariatkan”. [13]

c. asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullahberkata, “Maka sesungguhnya syahadat Muhammad Rosulullah itu adalah menetapkan keimanan kepadanya, membenarkannya pada apa yang ia khabarkan, mentaatinya pada apa yang ia perintahkan, berhenti dari apa yang ia larang dan tegur, mengagungkan perintah dan larangannya dan tidak mendahulukan atasnya akan perkataan seseorang bagaimanapun adanya”. [14]

d. asy-Syaikh Sulaiman bin Abdullah rahimahullah berkata, “Yang demikian itu mengandung; membenarkannya pada apa yang ia khabarkan, mentaatinya pada apa yang ia perintahkan dan berhenti dari apapun yang ia tegur. Maka tiada sempurna persaksian kerosulannya bagi orang yang meninggalkan perintahnya, mentaati selainnya dan mengerjakan larangannya”. [15] 

e. asy-Syaikh Ahmad bin Hajar rahimahullahberkata, “Dan seandainya mereka tahu bahwa makna aku bersaksi bahwasanya Muhammad itu utusan Allah adalah mentaatinya pada apa yang ia perintahkan, membenarkannya pada apa yang ia khabarkan, menjauhi apa yang ia larang dan tegur dan tidak beribadah kepada Allah melainkan dengan apa yang ia telah syariatkan bukan dengan hawa nafsu dan perkara-perkara bid’ah. Perhatikan firman Allah Subhanahu wa ta’ala ((Dan apa saja yang didatangkan oleh Rosul maka ambillah dan apa saja yang dilarang maka hentikanlah. Q.S. al-Hasyr/  59: 7))”. [16]

f. asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Ketetapan syahadat ini adalah engkau membenarkan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam terhadap apa yang ia khabarkan, engkau mengikuti perintahnya terhadap apa yang ia perintahkan, engkau menjauhi apa yang ia larang dan tegur dan engkau tidak boleh beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang ia syariatkan”. [17]

g. asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahberkata, “Makna syahadat Muhammad Rosulullah sebagaimana dikatakan oleh asy-Syaikh Muhammad bin Abdulwahhab rahimahullah yaitu mematuhinya terhadap apa yang Beliau perintahkan, membenarkannya terhadap apa yang Beliau khabarkan, menjauhi apa yang Beliau larang dan tegur dan tiada beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang Beliau syariatkan”. [18]

h. asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu hafizhohullah berkata, “Makna syahadat Muhammad Rosulullah itu yakni beriman bahwasanya ia adalah utusan dari sisi Allah, kita membenarkannya pada apa yang ia khabarkan, kita mentaatinya pada apa yang ia perintahkan, kita meninggalkan apa yang ia larang dan tegur dan kita beribadah kepada Allah sesuai dengan apa yang telah ia syariatkan”. [19]

Dan masih banyak lagi penafsiran dan penjelasan para ulama terhadap makna syahadat “Muhammad Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam”, yang salah satu maknanya adalah membenarkan apa saja yang Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam khabarkan. Hal inipun senada dengan penjelasan Allah Subhanahu wa ta’ala di dalam ayat berikut yang menjelaskan tentang sifat orang-orang bertakwa yaitu orang yang membawa kebenaran (yakni Nabi Shallallahu alaihi wa sallam) dan orang yang membenarkannya.

وَ الَّذِى جَآءَ بِالصِّدْقِ وَ صَدَّقَ بِهِ أُولَئِكَ هُمُ اْلمـُتَّقُونَ لَهُمْ مَّا يَشَآءُونَ عِندَ رَبِّهِمْ ذَلِكَ جَزَآءُ اْلمـُحْسِنِينَ

Dan orang yang membawa kebenaran (yaitu Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Rabb mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang yang berbuat baik. [QS az-Zumar/ 39: 33-34].

Begitu pula di dalam dalil-dalil hadits berikut ini terdapat penjelasan tentang keutamaan orang-orang yang membenarkan para rosul alaihim as-Salam dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

عن أبى هريرة عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِنَّ اْلمَيِّتَ يَصِيْرُ إِلىَ اْلقَبْرِ فَيُجْلَسُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فىِ قَبْرِهِ غَيْرَ فَزِعٍ وَ لاَ مَشْعُوْفٍ ثُمَّ يُقَالُ لَهُ: فِيْمَ كُنْتَ؟ فَيَقُوْلُ: كُنْتُ فىِ اْلإِسْلاَمِ فَيُقَالُ لَهُ: مَا هَذَا الرَّجُلُ؟ فَيَقُوْلُ: مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم جَاءَنَا بِاْلبَيِّنَاتِ مِنْ عِنْدِ اللهِ فَصَدَّقْنَاهُ فَيُقَالُ لَهُ: هَلْ رَأَيْتَ اللهَ؟ فَيَقُوْلُ: مَا يَنْبَغىِ ِلأَحَدٍ أَنْ يَرَى اللهَ فَيُفْرَجُ لَهُ فُرْجَةٌ قِبَلَ النَّارِ فَيَنْظُرُ إِلَيْهَا يَحْطِمُ بَعْضُهَا بَعْضًا فَيُقَالُ لَهُ: انْظُرْ إِلىَ مَا وَقَاكَ اللهُ  ثُمَّ يُفْرَجُ لَهُ قِبَلَ اْلجَنَّةِ فَيَنْظُرُ إِلىَ زَهْرَتِهَا وَ مَا فِيْهَا فَيُقَالُ لَهُ: هَذَا مَقْعَدُكَ وَ يُقَالُ لَهُ: عَلىَ اْليَقِيْنِ كُنْتَ وَ عَلَيْهِ مُتَّ و عَلَيْهِ تُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ وَ يُجْلَسُ الرَّجُلُ السُّوْءُ فىِ قَبْرِهِ  فَزِعًا مَشْعُوْفًا فَيُقَالُ لَهُ: فِيْمَ كُنْتَ؟ فَيَقُوْلُ: لاَ أَدْرِى فَيُقَالُ لَهُ: مَا هَذَا الرَّجُلُ؟ فَيَقُوْلُ: سَمِعْتُ النَّاسَ يَقُوْلُوْنَ قَوْلاً فَقُلْتُهُ فَيُفْرَجُ لَهُ قِبَلَ اْلجَنَّةِ فَيَنْظُرُ إِلىَ زَهْرَتِهَا وَ مَا فِيْهَا فَيُقَالُ لَهُ: انْظُرْ إِلىَ مَا صَرَفَ اللهُ عَنْكَ ثُمَّ يُفْرَجُ لَهُ فُرْجَةٌ قِبَلَ النَّارِ فَيَنْظُرُ إِلَيْهَا يَحْطِمُ بَعْضُهَا بَعْضًا فَيُقَالُ لَهُ: هَذَا مَقْعَدُكَ عَلىَ الشَّكِّ كُنْتَ وَ عَلَيْهِ مُتَّ وَ عَلَيْهِ تُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالىَ

Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya mayit itu diletakkan di kubur. Maka orang shalih akan didudukkan di tempatnya tanpa rasa kaget dan terkejut”. Lalu ditanyakan kepadanya, “Dimana kamu (dahulu)?”. Ia menjawab, “Aku di dalam Islam”. Ditanyakan (lagi) kepadanya, “Siapakah lelaki ini?”. Ia menjawab, “Ia adalah Muhammad utusan Allah yang datang kepada kami dengan membawa bukti-bukti nyata dari sisi Allah, lalu kami membenarkannya”. Ditanyakan kepadanya, “Apakah engkau pernah melihat Allah?”. Ia menjawab, “Tidak sepatutnya bagi seseorang itu melihat Allah”. Lalu dibukakan untuknya satu celah ke arah neraka,maka ia menyaksikan sebahagiannya membakar sebahagian yang lain. Dikatakan kepadanya, “Lihatlah kepada apa yang Allah telah menjagamu”. Lalu dibukakan untuknya satu celah ke arah surga maka ia melihat hiasan dan segala isinya. Dikatakan kepadanya, “Inilah tempatmu, di atas keyakinan ini engkau dahulu berada, di atasnya pula engkau mati dan di atasnya pulalah engkau akan dibangkitkan Insyaa Allah”. Orang yang buruk akan didudukkan di dalam kuburnya dalam keadaan kaget dan terkejut. Ditanyakan kepadanya, “Dimanakah engkau dahulu berada?”. Ia menjawab, “Aku tidak tahu”. Ditanyakan lagi kepadanya, “Siapakah lelaki ini?”. Ia menjawab, “Aku mendengar orang-orang mengatakan suatu perkataan lalu akupun ikut mengatakannya”. Lalu dibukalah untuknya satu celah ke arah surga maka ia melihat hiasan dan segala isinya. Dikatakan kepadanya, “Lihatlah kepada apa yang Allah telah memalingkannya darimu”. Lalu dibukalah untuknya satu celah ke arah neraka maka ia melihat sebahagiannya membakar sebahagian yang lain. Dikatakan kepadanya, “Inilah tempatmu, karena di atas keyakinan ini engkau dahulu ragu-ragu, di atasnya ini engkau mati dan di atasnya ini pula engkau akan dibangkitkan Insyaa Allah. [HR Ibnu Majah: 4268 dan Ahmad: VI/ 140. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].[20]

عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ  صلى الله عليه و سلم  قَالَ: إِنَّ أَهْلَ اْلجَنَّةِ يَتَرَاءَوْنَ أَهْلَ اْلغُرَفَ مِنْ فَوْقِهِمْ كَمَا يَتَرَاءَوْنَ اْلكَوَاكِبَ الدُّرِيَّ اْلغَابِرَ فىِ اْلأُفُقِ مِنَ اْلمـَشْرِقِ أَوِ اْلمـَغْرِبِ لِتَفَاضُلِ مَا بَيْنَهُمْ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ تِلْكَ مَنَازِلُ اْلأَنْبِيَاءِ لاَ يَبْلُغُهَا غَيْرُهُمْ؟ قَالَ: بَلىَ وَ الَّذِى نَفْسىِ بِيَدِهِ رِجَالٌ آمَنُوْا بِاللهِ وَ صَدَّقُوْا اْلمـُرْسَلِيْنَ 

 Dari Abu Sa’id al-Khudriy radliyallahu anhu dari NabiShallallahu alaihi wa sallam  bersabda, “Sesungguhnya penghuni surga saling memandang dengan penghuni ruangan yang ada di atas mereka sebagaimana mereka melihat bintang-bintang gemerlapan yang tersembunyi di timur atau barat, karena keutamaan di antara mereka”. Mereka bertanya, “Wahai Rosulullah apakah itu merupakan tempat kedudukan para nabi yang tidak akan dicapai oleh orang selain mereka?”. Beliau menjawab, “Tidak demikian, demi Dzat yang jiwaku ada pada tangan-Nya, (itu adalah tempat) orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan para rosul”. [HR al-Bukhoriy: 3256, 6556. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih ]. [21]

عن أنس بن مالك قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم: أَنَا أَوَّلُ شَفِيْعٍ فىِ اْلجَنَّةِ  َلمْ يُصَدَّقْ نَبِيٌّ مِنَ اْلأَنْبِيَاءِ مَا صُدِّقْتُ وَ إِنَّ مِنَ اْلأَنْبِيَاءِ نَبِيًّا مَا يُصَدِّقُهُ مِنْ أُمَّتِهِ إِلاَّ رَجُلٌ وَاحِدٌ

Dari Anas bin Malik  radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, “Sesungguhnya aku adalah orang yang pertama kali memberikan syafaat di surga, tiada seorang nabipun di antara para nabi yang tidak dibenarkan sebagaimana aku telah dibenarkan. Dan sesungguhnya ada seorang nabi di antara para nabi yang tiada dibenarkan oleh seseorangpun di antara umatnya kecuali seorang saja”. [HR Muslim: 196 dan Abu Uwanah. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [22]

Terlebih lagi jika setiap muslim memahami dengan benar akan sifat Nabi mereka Shallallahu alaihi wa sallam yang tidak pernah keluar dari mulutnya sedikitpun ucapan dusta dan kesia-siaan. Semua ucapan yang keluar dari mulut Beliau Shallallahu alaihi wa sallam adalah kebenaran yang mesti dibenarkan oleh seluruh umatnya, tanpa keraguan dan bantahan sedikitpun.

Maka tatkala Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menceritakan kepada kita sebagai umatnya tentang perkara kubur dari tercabutnya ruh (nyawa) dari jasad, perjalanan ruh sampai ke langit yang ke tujuh lalu dikembalikan lagi ke jasadnya, kedatangan Malaikat Munkar dan Nakir Alaihima as-Salam yang menanyakan kepada si mayit tentang perkara-perkara agamanya, kedatangan amal shalih atau buruk yang akan menemaninya di alam kubur, adanya penyiksaan atau kenikmatan di dalam kubur dan lain sebagainya. Maka kita wajib mengimani, mengamini, menerima dan membenarkan semua kabar tersebut darinya tanpa keraguan dan kebimbangan apalagi bantahan dan sanggahan, sebab apa yang keluar dari mulutnya adalah kebenaran dan wajib dibenarkan.

عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما قَالَ: كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعُهُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم  أُرِيْدُ حِفْظَهُ فَنَهَتْنىِ قُرَيْشٌ وَ قَالُوْا أَ تَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ َتسْمَعُهُ وَ رَسُوْلُ اللهِ بَشَرٌ يَتَكَلَّمُ فىِ اْلغَضَبِ وَ الرِّضَا فَأَمْسَكْتُ عَنِ اْلكِتَابِ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم فَأَوْمَأَ بِاُصْبُعِهِ إِلىَ فِيْهِ فَقَالَ: اكْتُبْ فَوَ الَّذِي نَفْسِى بِيَدِهِ مَا َيخْرُجُ مِنْهُ (وَ فى رواية): مَا خَرَجَ مِنْهُ (و فى رواية): مَا خَرَجَ مِنىِّ إِلاَّ حَقٌّ

Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash radliyallahu anhuma berkata, “Aku senantiasa mencatat (menulis) segala sesuatu yang aku dengar dari Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Aku bertujuan untuk menghafalnya”. Lalu orang-orang Quraisy melarangku dan berkata, “Apakah engkau selalu mencatat semua yang engkau dengar (darinya) sedangkan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah seorang manusia yang berbicara dengan rasa marah dan senang. Lalu akupun menghentikan dari mencatatnya. Maka aku ceritakan hal tersebut kepada Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Lalu Beliau berisyarat dengan jarinya ke mulutnya seraya bersabda, “Catatlah, demi Dzat yang jiwaku berada di dalam genggaman tangan-Nya, tidaklah keluar darinya (di dalam satu riwayat, “Tidaklah keluar dariku”) kecuali kebenaran”. [HR Abu Dawud: 3646, Ahmad: II/ 162, 192, ad-Darimiy: I/ 125 dan al-Hakim. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih].[23]

عن أبى هريرة رضي الله عنه قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّكَ تُدَاعِبُنَا؟ قَالَ: إِنىِّ لاَ أَقُوْلُ إِلاَّ حَقًّا

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu, mereka berkata, “Wahai Rosulullah, sesungguhnya engkau bersenda gurau dengan kami?. Beliau bersabda, “Tetapi, aku tidaklah berkata kecuali kebenaran”. [HR al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 265, at-Turmudziy: 1990 dan Ahmad: II/ 360. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [24]

Kubur adalah tempat persinggahan pertama menuju akhirat.

 Setiap muslim mesti memahami bahwa persoalan kubur ini sangat penting dan berarti, janganlah ia menyepelekan dan memandang enteng terhadapnya. Sebab kondisi seseorang di kubur itu sangat menentukan kehidupan sesudahnya, jika ia selamat dari fitnah kubur maka kehidupan selanjutnya akan terasa lebih mudah dan menyenangkan. Tetapi jika ia tidak selamat darinya maka kehidupan sesudahnya akan terasa lebih sulit dan menyengsarakan. Oleh sebab itu Utsman bin Affan radliyallahu anhu, tatkala teringat akan keadaan alam kubur ia menangis sehingga jenggotnya basah oleh tetesan air matanya lebih daripada teringatnya ia akan kehidupan akhirat tentang surga atau neraka.

Apalagi jika setiap mereka mengetahui bahwa alam kubur itu hanyalah dipenuhi oleh pemandangan yang sangat mengerikan dan menyeramkan bagi setiap penghuninya yang durhaka dan gemar berbuat dosa. Namun boleh jadi juga bahwa kubur itu laksana salah satu taman dari taman surga bagi penghuninya yang patuh dan gemar menghimpun pahala.

 عَنْ هَانِئٍ مَوْلَى عُثْمَانَ قَالَ: كَانَ عُثْمَانُ إِذَا وَقَفَ عَلَى قَبْرٍ بَكَى حَتَّى يَبُلَّ لِحْيَتَهُ فَقِيْلَ لَهُ: تُذْكَرُ الْجَنَّةُ وَ النَّارُ فَلاَ تَبْكِى وَ تَبْكِى مِنْ هَذَا؟ فَقَالَ: إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِنَّ الْقَبْرَ أَوَّلُ مَنَازِلِ اْلآخِرَةِ فَإِنْ نَجَا فَمَا بَعْدَهُ أَيْسَرُ مِنْهُ وَ إِنْ لَمْ يَنْجُ فَمَا بَعْدَهُ أَشَدُّ مِنْهُ قَالَ وَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : مَا رَأَيْتُ مَنْظَرًا قَطٌّ إِلاَّ الْقَبْرُ أَفْظَعُ مِنْهُ

 Dari Hani’ maulanya (atau bekas budaknya) Utsman (bin Affan) berkata, adalah Utsman bin Affan apabila ia diam berdiri di atas kubur ia menangis sehingga membasahi jenggotnya. Dikatakan kepadanya, “Engkau ingat surga dan neraka tidak menangis dan mengapakah engkau menangis dari hal ini (yaitu dari mengingat kubur)?. Ia berkata, Sesungguhnya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kubur itu adalah tempat kedudukan/ persinggahan pertama akhirat. Jika seseorang selamat darinya maka apa yang sesudahnya adalah lebih mudah darinya, dan jika ia tidak selamat maka apa yang sesudahnya lebih berat darinya”. Ia (yaitu Utsman) berkata, ‘Dan telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam , “Tidaklah aku melihat sedikitpun suatu pemandangan yang lebih busuk/ seram darinya (yaitu kubur)”. [HR at-Turmudziy: 2308, Ibnu Majah: 4267 dan al-Hakim: 1413. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [25]

 Dalil hadits di atas menjelaskan bahwa kubur itu merupakan salah satu tempat persinggahan menuju akhirat. Maka sungguh aneh dan menyesatkan jika ada orang yang meyakini dengan mantap bahwa orang yang sudah mati itu akan ber-reinkarnasi. Yakni suatu keyakinan bahwasanya ruh-ruh orang mati yang telah berpisah dengan jasadnya itu akan kembali menempati jasad-jasad lainnya sesuai dengan keadaan mereka. Misalnya jika ada di antara mereka yang mati dalam kepahitan hidup di dunia maka ia mengharap di dalam kehidupan berikutnya akan menjadi lebih baik. Maksudnya mereka berkeyakinan jika orang yang mati dalam keadaan mulia kehidupannya, maka ia akan ber-reinkarnasi menjadi orang yang yang dikehendakinya, yakni ruhnya dapat memilih jasad lainnya untuk ditempati sesuai dengan keinginannya. Tetapi jika mati dalam keadaan tercela maka ia akan ber-reinkarnasi menjadi serangga, burung atau makhluk lainnya. Atau bahkan ada yang tidak mampu lagi ber-reinkarnasi karena sesuatu sebab yang menghalanginya.

Maka keyakinan atau itikad reinkarnasi ini di dalam ajaran Islam, jelas sangatlah batil dan menyesatkan. Sebab Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah menjelaskan di dalam alqur’an dan hadits-hadits shahih tentang masalah ini. Bahkan seandainya hal ini telah menjadi keyakinan umat manusia khususnya kaum muslimin maka tidak akan berguna lagi penjelasan alqur’an dan hadits tentang masalah kubur dan hal-hal yang berkaitan dengannya dari pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir Alaihima as-Salam, ditemani oleh amal baik atau buruknya, mendapatkan nikmat atau adzab kubur yang akan ditegakkan sampai hari kiamat dan lain sebagainya. Lalu jika setiap makhluk dapat ber-reinkarnasi maka tidak akan dibutuhkan lagi keimanan terhadap alam barzakh yang menakutkan lagi mengerikan. Dan dengannya pula setiap mereka tidak akan peduli terhadap berbagai ajaran Islam yang sudah dipastikan kebenarannya, sehingga tiada bedanya antara kekafiran, kemunafikan dan keimanan, dan tiada beda pula antara amal-amal shalih dan buruk. Hal ini dikarenakan mereka tidak percaya lagi akan pembalasan dari setiap amal yang telah mereka dikerjakan yang terjadi di alam kubur.

Begitu pula keyakinan adanya ruh-ruh yang bergentayangan, yakni sebahagian ruh yang masih tinggal di alam dunia untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Maka keyakinan ini jelas batil dan sangat bertentangan dengan syariat agama Islam. Sebab setiap manusia niscaya akan mendapatkan ganjaran di dalam kubur sesuai dengan hasil perbuatannya sendiri, apakah kenikmatan atau kesengsaraan. Tiap mereka disibukkan oleh salah satu dari keduanya itu. Maka bagaimana mungkin ruhnya keluyuran tanpa kendali?.

Misalnya; Ada seorang perempuan terbunuh dengan zholim, maka konon ruhnya akan bergentayangan menjadi makhluk halus untuk membalas dendam kepada orang-orang yang telah membunuhnya. Ini adalah suatu kebatilan.

Atau ada suatu musibah berupa kecelakaan kereta api, mobil bus atau pesawat terbang yang memakan korban jiwa tidak sedikit. Atau ada musibah bencana alam yang menelan korban tak terhitung. Maka ruh-ruh orang yang telah meninggal dunia itu masih berada disekitar lokasi musibah tersebut dengan meneriakkan pekikan kesakitan dan penderitaan, terkadang menampakkan tubuh-tubuh mereka yang hancur dan tiada bentuk, lagi berlumuran darah. Ini juga suatu kebatilan sejati. Dan lain sebagainya.

Maka jika mereka itu bukan ruh-ruh orang yang mati, lalu siapakah ruh-ruh yang kelayapan tanpa henti itu?. Jawabannya jelas bahwa mereka itu adalah jin-jin yang dapat menyerupai phisik penampilan orang yang telah meninggal dunia tersebut (dengan idzin-Nya) dan memanfaatkan momen tersebut untuk menakut-nakuti setiap orang yang mereka jumpai, sehingga orang tersebut takut kepada selain Allah Subhanahu wa ta’ala. Dan pada akhirnya, bisa jadi orang tersebut jatuh ke dalam bid’ah, kemusyrikan dan kekufuran lantaran takut kepada selain-Nya atau memanggil dukun-dukun atau yang sejenisnya untuk mengusir atau mengantar para ruh gentayangan tersebut kepada tempat mereka yang layak. [26]

Adapun sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam di dalam hadits di atas, “Jika seseorang selamat darinya maka apa yang sesudahnya adalah lebih mudah darinya, dan jika ia tidak selamat maka apa yang sesudahnya lebih berat darinya”. Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tersebut menunjukkan adanya keadaan yang menyenangkan atau bahkan menyengsarakan sesudah diletakkannya jasad seseorang ke dalam liang lahad. Apakah berupa kenikmatan di dalam kubur yang dilanjutkan dengan berbagai kenikmatan surga setelah dibangkitkannya dari kubur. Atau kesengsaraan siksa kubur yang dilanjutkan dengan adzab neraka. Maka dengan hal ini dipahami bahwa ucapan seseorang tentang saudaranya yang kafir atau munafik yang baru saja letakkan ke dalam lubang kubur yaitu “Ia telah berpindah ke tempat peristirahatannya yang terakhir” adalah batil dan keliru. Atau mereka berucap, “Sekarang, di tempat ini kita bersama-sama mengantarkan saudara kita di tempat peristirahatannya yang terakhir”, padahal yang mereka antarkan itu jelas jenazah orang kafir atau orang munafik yang jelas kemunafikannya atau seorang muslim yang gemar berbuat maksiat kepada Allah Azza wa Jalla. Maka dengan ucapan itu, mereka boleh jadi beritikad bahwasanya orang kafir yang mati itu akan beristirahat dari fitnah dan berbagai siksa kubur yang dirasakannya sesuai dengan perbuatan dosa-dosanya. Atau boleh jadi pula mereka beritikad tidak adanya hari berbangkit yang akan dibalas setiap jiwa itu sesuai dengan apa yang diamalkannya.

Padahal di dalam akidah Islam itu telah dipahami dan diyakini bahwa setiap orang kafir dari ahli kitab dan musyrikin, munafik ataupun yang sejenisnya akan disiksa di dalam kubur lantaran kekafiran dan ketidakmampuan mereka menjawab pertanyaan dua Malaikat kubur. Lalu diyakini pula bahwasanya mereka akan dibalas pada hari kiamat dengan pembalasan yang lebih buruk berupa neraka dan beraneka ragam siksaannya. Maka bagaimana mungkin dikatakan bahwa mereka itu sedang tenang ditempat peristirahannya yang terakhir. Renungkanlah wahai orang-orang yang memilki akal !!!.

Hal ini sebagaimana telah diungkapkan oleh asy-Syaikh Muhammad  bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Di sini kami hendak memperingatkan akan sesuatu yang kami dengar dari ucapan sebahagian orang atau yang kami baca di sebahagian surat-surat kabar apabila ada seseorang yang telah mati. Mereka berkata, Ia telah berpindah ke tempat peristirahatannya yang terakhir”. Ucapan dan tulisan ini adalah keliru besar. Kalaulah sekiranya kami tidak mengetahui maksud orang yang mengatakannya, tentulah kami akan katakan, ‘Ia telah mengingkari adanya (hari) berbangkit’. Sebab jika kubur itu tempat peristirahatannya yang terakhir maka hal ini mengandung pengingkaran terhadap (hari) berbangkit. Maka persoalan ini jelas sangat mengkhawatirkan tetapi sebahagian besar manusia tidak memiliki pendirian. Yaitu ketika orang mengucapkan suatu perkataan maka ia segera mengambilnya tanpa merenungi maknanya”.  [27]

Wallahu a’lam bish showab. Semoga bermanfaat.


[1] Majmu’ Fatawa Fatawa al-Aqidah: V/ 135.

[2] Syarh al-Aqidah al-Wasithiyyah halaman 202 oleh al-Allamah Muhammad Kholil Harros.

[3] Al-Muhadlarat as-Sinniyyah fii Syarh al-Aqidah al-Wasithiyyah halaman 527-528 oleh asy-Syaikh Muhammad ash-Shalih al-Utsaimin.

[4] Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1377, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1240, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3992 dan Misykah al-Mashobih: 128.

[5]Mukhtashor Shahih Muslim: 493, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2262, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 159 dan Misykah al-Mashobih: 129.

[6] Yaitu diriwayatkan lebih dari dua shahabat.

[7] Yaitu diriwayatkan oleh satu shahabat saja.

[8]Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: I/ 245. Dan baca pula penjelasan yang semakna di dalam Syarh al-Aqidah ath-Thohawiyah halaman 399.

[9]Shahih Sunan Abi Dawud: 867, Shahih Sunan Ibni Majah: 741, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1242, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 699, 700, Irwa’ al-Ghalil: 350 dan Shifat ash-Sholah an-Nabiy halaman 145 cetakan ke-14.

[10]Lihat pembahasannya di dalam kitab Ash-l shifat Sholat an-Nabiy Shallallahu alaihi wa salam oleh asy-Syaikh al-Albaniy: III/ 998-999.

[11]Iqtidlo’ ash-Shiroth al-Mustaqim oleh Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah halaman 452.

[12]Al-Furqon bayna Awliya ar-Rahman wa Awliya asy-Syaithon oleh Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah halaman 189-190.

[13]Al-Ushul ats-Tsalatsah wa adillatuha oleh asy-Syaikh Muhammad at-Tamimiy halaman 11.

[14]Fath al-Majid Syarh Kitab at-Tauhid oleh asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu asy-Syaikh halaman 55.

[15]Taysir al-‘Aziz al-Hamid fi Syar-h Kitab at-Tauhid oleh asy-Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdulwahhab halaman 61.

[16]Tat-hir al-Jinan wa al-Arkan ‘an Daran asy-Syirki wa al-Kufron oleh asy-Syaikh Ahmad bin Hajar halaman 41.

[17]Majmu’ al-Fatawa Fatawa al-Aqidah: I/ 81 dan VI/ 71.

[18]Syar-h ad-Durus al-Muhimmah li ‘ammah al-Ummah oleh asy-Syaikh Abdul’Aziiz bin Baaz halaman 99-100.

[19]Majmu’ah ar-Rosa’il at-Taujihat al-Islamiyah oleh Muhammad bin Jamil Zainu halaman 89.

[20]Shahih Sunan Ibni Majah: 3443, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1361, 1968 dan Misykah al-Mashobih: 139.

[21] Mukhtashor Shahih Muslim: 1961 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2027.

[22] Mukhtashor Shahih Muslim: 93, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1458 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 397 (IV/ 98).

[23] Shahih Sunan Abi Dawud: 3099, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1196 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1532.

[24] Shahih al-Adab al-Mufrad: 200, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1621, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2509, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1726 dan Misykah al-Mashobih: 4885.

[25] Shahih Sunan at-Turmudziy: 1878, Shahih Sunan Ibni Majah: 3442, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1684 dan Misykah al-Mashobih: 132.

[26] Lihat penjelasan DR. Umar Sulaiman al-Asyqor di dalam kitab ‘Alam al-Jinn wa asy-Syayathin halaman 121, 131 cetakan Dar an-Nafa’is.

 [27] Syarh al-Arba’in an-Nawawiyyah halaman 60.