SAUDARAKU, SUDAHKAH ANDA PAHAM AKAN CARA BERTAYAMMUM ??

Sifat Tayammum

بسم الله الرحمن الرحيم

tayammum4Berikut ini akan dijelaskan tentang kaifiyat, sifat atau tata cara tayammum sesuai dengan contoh dan perintah dari Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam kepada umatnya di dalam dalil-dalil berikut ini,

قال الله عز و جل ((فَلَمْ تَجِدُوا مَآءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَ أَيْدِيكُم مِّنْهُ))

Firman AllahAzza wa Jalla, ((Lalu kalian tidak mendapatkan air maka bertayammumlah dengan debu yang baik dan usaplah wajah dan kedua tangan kalian)). [QS. Al-Maidah/5:6]. 

 Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, ((Maka usaplah wajah dan tangan kalian darinya)) jelaslah di dalamnya tentang cara tayammum yaitu seseorang menuju tanah (debu) yang bersih dan jika ada udzur maka apa yang mudah baginya dari bahagian tanah. Ia menepuk tanah dengan kedua telapak tangannya lalu dengan keduanya itu ia mengusap wajah dan kedua telapak tangannya yang bagian luar dan dalam sekali usap”. [1]

عن عمار قَالَ: فَضَرَبَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم بِيَدِهِ اْلأَرْضَ فَمَسَحَ وَجْهَهُ وَ كَفَّيْهِ

Dari Ammar radliyallahu anhu berkata, ”Maka Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memukul tanah dengan tangannya lalu mengusap wajah dan kedua telapak tangannya”. [HR al-Bukhoriy: 343 ].

 عن عمار أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم أَمَرَهُ بِالتَّيَمُّمِ لِلْوَجْهِ وَ اْلكَفَّيْنِ

Dari Ammar radliyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menyuruhnya bertayammum untuk wajah dan kedua telapak tangan. [HR at-Turmudziy: 144, Abu Dawud: 327 dan Ibnu Khuzaimah; 266, 267. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [2]

 عن أبي هريرة قَالَ: مَرَّ رَجُلٌ عَلَى النَّبِيِّصلى الله عليه و سلموَ هُوَ يَبُوْلُ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ فَلَمَّا فَرَغَ ضَرَبَ بِكَفَّيْهِ اْلأَرْضَ فَتَيَمَّمَ ثُمَّ رَدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, ”Seorang lelaki pernah melewati Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sedang buang air kecil. Lalu ia mengucapkan salam kepada beliau tetapi tidak dijawab. Setelah Beliau selesai (darinya) maka Beliau memukul tanah dengan kedua telapak tangannya lalu bertayammum kemudian menjawab salamnya”. [HR Ibnu Majah: 351, al-Bukhoriy: 337 dan Muslim: 369 kedua-duanya dari Abu al-Juhaim bin al-Harits. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].[3]

 عن عمير مولى ابن عباس أَنَّهُ سَمِعَهُ يَقُوْلُ: أَقْبَلْتُ أَنَا وَ عَبْدُ اللهِ ابْنُ يَسَارٍ مَوْلىَ مَيْمُوْنَةَ حَتىَّ دَخَلْنَا عَلَى أَبيِ جُهَيْمِ بْنِ اْلحَارِثِ بْنِ الصِّمَّةِ اْلأَنْصَارِيِّ فَقَالَ أَبُوْ جُهَيْمٍ: أَقْبَلَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم مِنْ نَحْوِ بِئْرِ اْلجَمَلِ وَ لَقِيَهُ رَجُلٌ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم حَتىَّ أَقْبَلَ عَلَى اْلجِدَارِ فَمَسَحَ بِوَجْهِهِ وَ يَدَيْهِ ثُمَّ رَدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ

Dari Umair Maulanya Ibnu Abbas bahwasanya ia pernah mendengarnya berkata, “Aku dan Abdullah bin Yasar maulanya Maimunah pernah datang sehingga masuk menemui Abu Juhaim bin al-Harits bin ash-Shimmah al-Anshoriy”. Abu Juhaim berkata, “Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah datang dari arah sumur al-Jamal, dan ada seorang lelaki yang menjumpainya lalu mengucapkan salam kepada Beliau. Tetapi Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidak menjawabnya sehingga Beliau datang ke sebuah dinding lalu mengusap wajah dan kedua tangannya. Kemudian Beliau menjawab salam lelaki tersebut”. [HR an-Nasa’iy: I/ 165, Abu Dawud: 329 dan Ibnu Khuzaimah: 274. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [4]

عن عبد الرحمن بن أبزى قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلىَ عُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ فَقَالَ إِنيِّ أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبِ اْلمـَاءَ فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ: أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فىِ سَفَرٍ (و فى رواية: فىِ سَرِيَّةٍ فَأَجْنَبْتُ) أَنَا وَ أَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ وَ أَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم فَقَالَ: كَانَ يَكْفِيْكَ هَكَذَا فَضَرَبَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم بِكَفَّيْهِ وَ نَفَخَ  (فى رواية: تَفِلَ) فِيْهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَ كَفَّيْهِ

Dari Abdurrahman bin Abza radliyallahu anhu berkata, “Pernah datang seorang lelaki kepada Umar bin al-Khaththab lalu ia berkata, “Sesungguhnya aku dalam keadaan junub dan aku tidak mendapatkan air”. Maka Ammar bin Yasir berkata kepada Umar bin al-Khaththab, “Tidakkah engkau ingat ketika kita yaitu aku dan engkau dalam satu perjalanan (di dalam satu riwayat; pasukan perang lalu kita junub). Adapun engkau tidak mengerjakan sholat sedangkan aku mengguling-gulingkan diriku (di tanah) lalu aku sholat. Kemudian aku ceritakan hal tersebut kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Cukuplah bagimu wajah dan kedua telapak tangan seperti ini maka Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memukul tanah dengan kedua telapak tangannya dan meniup (di dalam satu riwayat; meludah) pada keduanya kemudian mengusap wajah dan kedua telapak tangannya dengan keduanya”. [HRal-Bukhoriy: 338, 339, 340, 341, 342, 343, Muslim: 368 (112), an-Nasa’iy: I/ 170 dan Ibnu Khuzaimah: 268, 269. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [5]

عن شقيق قَالَ: كُنْتُ جَالِسًا مَعَ عَبْدِ اللهِ وَ أَبيِ مُوْسَى فَقَالَ أَبُوْ مُوْسَى: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ رَجُلاً أَجْنَبَ فَلَمْ يَجِدِ اْلمـَاءَ شَهْرًا كَيْفَ يَصْنَعُ بِالصَّلاَةِ؟ فَقَالَ عَبْدُ اللهِ: لاَ يَتَيَمَّمُ وَ إِنْ لَمْ يَجِدِ اْلمـَاءَ شَهْرًا فَقَالَ أَبُوْ مُوْسَى: فَكَيْفَ بِهَذِهِ اْلآيَةِ فىِ سُوْرَةِ اْلمـَائِدَةِ ((فَلَمْ تَجِدُوا مَآءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا)) فَقَالَ عَبْدُ اللهِ: لَوْ رُخِّصَ لَهُمْ فىِ هَذِهِ اْلآيَةِ لَأَوْشَكَ إِذَا بَرَدَ عَلَيْهِمُ اْلمـَاءُ أَنْ يَتَيَمَّمُوْا بِالصَّعِيْدِ فَقَالَ أَبُوْ مُوْسَى لِعَبْدِ اللهِ: أَلَمْ تَسْمَعْ قَوْلَ عَمَّارٍ: بَعَثَنيِ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم فىِ حَاجَةٍ فَأَجْنَبْتُ فَلَمْ أَجِدِ اْلمـَاءَ فَتَمَرَّغْتُ فىِ الصَّعِيْدِ كَمَا تَمَرَّغُ الدَّابَّةُ ثُمَّ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ: إِنمَّاَ كَانَ يَكْفِيْكَ أَنْ تَقُوْلَ بِيَدَيْكَ هَكَذَا ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدَيْهِ اْلأَرْضَ ضَرْبَةً وَاحِدَةً ثُمَّ مَسَحَ الشِّمَالَ عَلَى اْليَمِيْنِ وَ ظَاهِرَ كَفَّيْهِ وَ وَجْهَهُ؟ فَقَالَ عَبْدُ اللهِ: أَوَلَمْ تَرَ عُمَرَ لَمْ يَقْنَعْ بِقَوْلِ عَمَّارٍ؟

Dari Syaqiq berkata, “Aku pernah duduk bersama Abdullah dan Abu Musa. Berkata Abu Musa, “Wahai Abu Abdurrahman bagaimana pendapatmu jikalau ada seorang lelaki junub lalu ia tidak menjumpai air selama sebulan apakah yang ia perbuat dengan sholat?”. Berkata Abdullah, “Ia tidak bertayammum walaupun selama sebulan”. Abu Musa berkata, “Bagaimana kedudukan ayat di dalam surat al-Maidah ini ((lalu mereka tidak mendapatkan air maka bertayammumlah dengan debu yang baik))”. Berkata Abdullah, “Andaikan diberikan rukhsash (keringanan) kepada mereka di dalam ayat ini maka hampir-hampir apabila air terasa dingin atas mereka maka mereka akan bertayammum dengan debu yang baik”. Berkata Abu Musa kepada Abdullah, “Belumkah engkau mendengar ucapan Ammar (bin Yasir), “Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah mengutusku di dalam suatu keperluan, lalu aku junub akan tetapi aku tidak mendapatkan air, kemudian aku berguling-guling di tanah seperti berguling-gulingnya binatang. Kemudian aku mendatangi Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan menceritakan hal tersebut. Beliau bersabda, “Cukuplah bagimu melakukan dengan kedua tanganmu seperti ini, kemudian Beliau memukul tanah dengan kedua tangannya dengan sekali pukul lalu mengusap tangan kirinya atas tangan kanan, punggung telapak tangan dan wajahnya”. Berkata Abdullah, “Tidakkah engkau lihat Umar tidak merasa puas dengan perkataan Ammar?”. [HR Muslim: 368, al-Bukhoriy: 345, 346, 347, an-Nasa’iy: I/ 170-171, Ibnu Khuzaimah: 270 dan Ahmad: IV/ 265. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].[6]

 Dari hadits-hadits yang telah berlalu maka tayammum adalah,

1). Niat bertayammum dari wudlu atau mandi, dengan hati tanpa diucapkan dengan lisan.

2). Kemudian mengucapkan tasmiyah yaitu membaca; ((  بسم الله)).

3). Lalu memukul (menepuk) tanah atau sesuatu yang berhubungan dengannya misalnya berupa tanah, lantai, dinding dan sejenisnya dengan sekali pukul.

4). Kemudian meniup pada kedua telapak tangan.

5).  Kemudian mengusap wajah.

6). Lalu mengusap kedua telapak tangan. Yang sebelah kanan diusap dengan tangan kiri dan yang sebelah kiri diusap oleh tangan kanan.

Demikian pembahasan tentang tayammum. Dengan demikian berakhirlah pembahasan tentang thaharah tentang tayammum serta berbagai hal yang berkaitan dengannya. Semoga pembahasan ini bermanfaat bagi kaum muslimin umumnya dan bagiku dan keluargaku khususnya, dan juga sebagai tambahan amal shalih yang dilimpahkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala bagiku dan kedua orang tuaku. Aamiin, yaa Rabbal ‘Aalamiin.

Wallahu a’lam bish showab.


[1]Aysar at-Tafasir: I/ 600.  

[2]Shahih Sunan at-Turmudziy: 125 dan Shahih Sunan Abi Dawud: 318.

[3]Shahih Sunan Ibni Majah: 281.

[4] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 300 dan Shahih Sunan Abi Dawud: 319.

[5]Telah berlalu takhrijnya di dalam bab Tayammumnya orang yang junub untuk mengerjakan sholat apabila tidak mendapatkan air.

 [6]Telah berlalu takhrijnya di dalam bab Tayammumnya orang yang junub untuk mengerjakan sholat apabila tidak mendapatkan air.

AKHI.., JIKA KAMU TAKUT BAHAYA AIR MAKA TAYAMMUMLAH…

KENAPA TAYAMMUM

بسم الله الرحمن الرحيم

         tayammum3Jika seseorang ketika hadats kecil semisal buang air kecil, buang air besar atau buang angin ataupun hadats besar yakni jimak dengan salah seorang istrinya atau bermimpi lalu ia hendak bersuci dengan wudlu atau mandi janabat. Namun ia tidak mendapatkan air atau dalam penggunaanya akan menimbulkan bahaya atau mudlarat pada dirinya maka  hendaknya ia bertayammum.

Tayammumnya orang yang junub untuk mengerjakan sholat apabila tidak mendapatkan air

 Tayammum itu menggunakan debu yang baik jika tidak dapat berwudlu atau mandi dengan menggunakan air.

Dan tayammum tidak boleh menggunakan selain debu tanah yang baik meskipun suci dari najis, semisal tepung, bubuk susu atau kopi, tepung gula halus dan selainnya. Sebab Allah Azza wa Jalla telah menyebutkan di dalam ayat-Nya dengan sebutan صَعِيْدًا yaitu debu, batu (kerikil), pasir atau tanah lembab yang berada di atas punggung bumi.[1] Atau Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam menepukkan kedua telapak tangannya itu ke الأرْضَ yaitu tanah.

عن عمران (بن حصين) قَالَ: كُنَّا فىِ سَفَرٍ مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم وَ إِنَّا أَسْرَيْنَا حَتىَّ إِذَا كُنَّا فىِ آخِرِ اللَّيْلِ وَقَعْنَا وَقْعَةً وَ لاَ وَقْعَةَ أَحْلَى عِنْدَ اْلمـُسَافِرِ مِنْهَا فَمَا أَيْقَظَنَا إِلاَّ حَرُّ الشَّمْسِ وَ كَانَ أَوَّلَ مَنِ اسْتَيْقَظَ فُلاَنٌ ثُمَّ فُلاَنٌ ثُمَّ فُلاَنٌ –يُسَمِّيْهِمْ أَبُوْ رَجَاءٍ فَنَسِيَ عَوْفٌ- ثُمَّ عُمُرُ بْنُ اْلخَطَّابِ  الرَّابِعُ وَ كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم إِذَا نَامَ لَمْ يُوْقَظْ حَتىَّ يَكُوْنُ هُوَ يَسْتَيْقِظُ لِأَنَّا لاَ نَدْرِى مَا َيحْدُثُ لَهُ مِنْ نَوْمِهِ فَلَمَّا اسْتَيْقَظَ عُمَرُ وَ رَأَى مَا أَصَابَ النَّاسَ –وَ كَانَ رَجُلاً جَلِيْدًا- فَكَبَّرَ وَ رَفَعَ صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيْرِ فَمَا زَالَ يُكَبِّرُ وَ يَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيْرِ حَتىَّ اسْتَيْقَظَ بِصَوْتِهِ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم فَلَمَّا اسْتَيْقَظَ شَكَوْا إِلَيْهِ الَّذِي أَصَاَبهُمْ قَالَ: لاَ ضَيْرَ –أَوْ لاَ يَضِيْرُ- ارْتَحِلُوْا فَارْتَحَلُوْا فَسَارَ غَيْرَ بَعِيْدٍ ثُمَّ نَزَلَ فَدَعَا بِاْلوَضُوْءِ فَتَوَضَّأَ فَنُوْدِيَ بِالصَّلاَةِ فَصَلَّى بِالنَّاسِ فَلَمَّا انْفَتَلَ مِنْ صَلاَتِهِ إِذَا هُوَ بِرَجُلٍ مُعْتَزِلٍ لَمْ يُصَلِّ مَعَ اْلقَوْمِ قَالَ: مَا مَنَعَكَ يَا فُلاَنُ أَنْ تُصَلِّيَ مَعَ اْلقَوْمِ؟ قَالَ: أَصَابَتْنىِ جَنَابَةٌ وَ لاَ مَاءَ قَالَ: عَلَيْكَ بِالصَّعِيْدِ فَإِنَّهُ يَكْفِيْكَ …الخ

Dari Imran bin Hushain radliyallahu anhu berkata, “kami pernah melakukan safar (perjalanan) bersama Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Kami meneruskan perjalanan (di waktu malam) sehingga kami berada di akhir malam, kami berhenti dan tidur lelap. Tidak ada yang lebih menyenangkan bagi orang yang safar selain darinya. Maka tiada yang membangunkan kami kecuali teriknya panas matahari dan yang pertama-tama kali terbangun adalah si Fulan lalu si Fulan – Abu Raja’ menyebutkan nama-nama tersebut tetapi Auf lupa- kemudian yang keempat adalah Umar bin al-KHaththab. Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam apabila tidur tidak ada yang berani membangunkannya sehingga Beliau terbangun sendiri karena kami benar-benar tidak tahu apa yang terjadi kepada Beliau di dalam tidurnya. Ketika Umar telah terbangun dan ia melihat apa yang dialami oleh manusia –dan ia adalah orang yang tegas-, ia lalu bertakbir dan mengeraskan suaranya dengan takbir, senantiasa ia bertakbir dan mengeraskan suaranya dengan takbir sehingga dengan suaranya itu terbangunlah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Ketika Beliau telah bangun maka merekapun mengadukan kepadanya tentang apa yang mereka telah alami”. Beliau bersabda, “Tidak ada bahaya –atau tidak ada yang membahayakan-, berangkatlah”. Lalu merekapun berangkat lalu Beliaupun berjalan tidak terlalu jauh. Kemudian Beliau berhenti untuk singgah lalu menyuruh untuk mengambilkan air wudlu dan Beliaupun berwudlu. Lalu diserukan untuk sholat maka Beliau sholat bersama manusia. Setelah Beliau menyelesaikan sholatnya tiba-tiba Beliau melihat ada seseorang yang duduk memisahkan dirinya dan tidak mengerjakan sholat bersama manusia. Beliau bertanya, “Wahai Fulan apa yang mencegahmu untuk mengerjakan sholat bersama manusia?”. Ia menjawab, “Aku dalam keadaan junub dan tidak mempunyai air”. Beliau bersabda, “Wajib bagimu (bertayammum) dengan debu yang baik karena itu mencukupimu…dst”. [HR al-Bukhoriy: 344, 388, 3571, Muslim: 682 dan an-Nasa’iy: I/ 171. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [2]

 Berkata asy-Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam Rahimahullah,

“Tayammum itu adalah sebagai pengganti mandi di dalam bersuci dari janabat.

Bahwa tayammum itu tidak boleh dilakukan kecuali lantaran ketiadaan air atau dapat menimbulkan bahaya di dalam penggunaannya. Sungguh lelaki tersebut telah menerangkan dalihnya karena ketiadaan air, lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengakuinya dari sebab itu”. [3]

عن عبد الرحمن بن أبزى قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلىَ عُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ فَقَالَ إِنيِّ أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبِ اْلمـَاءَ فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ: أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فىِ سَفَرٍ (و فى رواية: فىِ سَرِيَّةٍ فَأَجْنَبْتُ) أَنَا وَ أَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ وَ أَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم فَقَالَ: كَانَ يَكْفِيْكَ هَكَذَا فَضَرَبَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم بِكَفَّيْهِ اْلأَرْضَ وَ نَفَخَ  (فى رواية: تَفِلَ) فِيْهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَ كَفَّيْهِ

Dari Abdurrahman bin Abza radliyallahu anhu berkata, “pernah datang seorang lelaki kepada Umar bin al-Khaththab radliyallahu anhu lalu ia berkata, “Sesungguhnya aku dalam keadaan junub dan aku tidak mendapatkan air”. Maka Ammar bin Yasir radliyallahu anhu berkata kepada Umar bin al-Khaththab, “Tidakkah engkau ingat ketika kita yaitu aku dan engkau dalam satu perjalanan (di dalam satu riwayat; pasukan perang lalu kita junub). Adapun engkau tidak mengerjakan sholat sedangkan aku mengguling-gulingkan diriku (di tanah) lalu aku sholat. Kemudian aku ceritakan hal tersebut kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Cukuplah bagimu wajah dan kedua telapak tangan seperti ini maka Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memukul tanah dengan kedua telapak tangannya dan meniup (di dalam satu riwayat; meludah) pada keduanya kemudian mengusap wajah dan kedua telapak tangannya dengan keduanya”. [HR al-Bukhoriy: 338, 339, 340, 341, 342, 343, Muslim: 368 (112), an-Nasa’iy: I/ 170 dan Ibnu Khuzaimah: 268, 269. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [4]

Berkata asy-Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam rahimahullah, “Tayammum (dengan niat sebagai pengganti) untuk mandi dari janabat. Bahwa sudah semestinya mencari air terlebih dahulu sebelum tayammum”. [5]

عن شقيق قَالَ: كُنْتُ جَالِسًا مَعَ عَبْدِ اللهِ وَ أَبيِ مُوْسَى فَقَالَ أَبُوْ مُوْسَى: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ رَجُلاً أَجْنَبَ فَلَمْ يَجِدِ اْلمَاءَ شَهْرًا كَيْفَ يَصْنَعُ بِالصَّلاَةِ؟ فَقَالَ عَبْدُ اللهِ: لاَ يَتَيَمَّمُ وَ إِنْ لَمْ يَجِدِ اْلمـَاءَ شَهْرًا فَقَالَ أَبُوْ مُوْسَى: فَكَيْفَ بِهَذِهِ اْلآيَةِ فىِ سُوْرَةِ اْلمـَائِدَةِ ((فَلَمْ تَجِدُوا مَآءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا)) فَقَالَ عَبْدُ اللهِ: لَوْ رُخِّصَ لَهُمْ فىِ هَذِهِ اْلآيَةِ لَأَوْشَكَ إِذَا بَرَدَ عَلَيْهِمُ اْلمـَاءُ أَنْ يَتَيَمَّمُوْا بِالصَّعِيْدِ فَقَالَ أَبُوْ مُوْسَى لِعَبْدِ اللهِ: أَلَمْ تَسْمَعْ قَوْلَ عَمَّارٍ: بَعَثَنيِ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم فىِ حَاجَةٍ فَأَجْنَبْتُ فَلَمْ أَجِدِ اْلمـَاءَ فَتَمَرَّغْتُ فىِ الصَّعِيْدِ كَمَا تَمَرَّغُ الدَّابَّةُ ثُمَّ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ: إِنمَّاَ كَانَ يَكْفِيْكَ أَنْ تَقُوْلَ بِيَدَيْكَ هَكَذَا ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدَيْهِ اْلأَرْضَ ضَرْبَةً وَاحِدَةً ثُمَّ مَسَحَ الشِّمَالَ عَلَى اْليَمِيْنِ وَ ظَاهِرَ كَفَّيْهِ وَ وَجْهَهُ؟ فَقَالَ عَبْدُ اللهِ: أَوَلَمْ تَرَ عُمَرَ لَمْ يَقْنَعْ بِقَوْلِ عَمَّارٍ؟

Dari Syaqiq berkata, aku pernah duduk bersama Abdullah dan Abu Musa. Berkata Abu Musa, “Wahai Abu Abdurrahman bagaimana pendapatmu jikalau ada seorang lelaki junub lalu ia tidak menjumpai air selama sebulan apakah yang ia perbuat dengan sholat?”. Berkata Abdullah, “Ia tidak bertayammum walaupun selama sebulan”. Abu Musa berkata, “Bagaimana kedudukan ayat di dalam surat al-Maidah ini ((lalu mereka tidak mendapatkan air maka bertayammumlah dengan debu yang baik))”. Berkata Abdullah, “Andaikan diberikan rukhsash (keringanan) kepada mereka di dalam ayat ini maka hampir-hampir apabila air terasa dingin atas mereka maka mereka akan bertayammum dengan debu yang baik”. Berkata Abu Musa kepada Abdullah, “Belumkah engkau mendengar ucapan Ammar (bin Yasir), “Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah mengutusku di dalam suatu keperluan, lalu aku junub akan tetapi aku tidak mendapatkan air, kemudian aku berguling-guling di tanah seperti berguling-gulingnya binatang. Kemudian aku mendatangi Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan menceritakan hal tersebut”. Beliau bersabda, “Cukuplah bagimu melakukan [6] dengan kedua tanganmu seperti ini”. Kemudian Beliau memukul tanah dengan kedua tangannya dengan sekali pukul lalu mengusap tangan kirinya atas tangan kanan, punggung telapak tangan dan wajahnya. Berkata Abdullah, “Tidakkah engkau lihat Umar tidak merasa puas dengan perkataan Ammar?”. [HR Muslim: 368, al-Bukhoriy: 345, 346, 347, an-Nasa’iy: I/ 170-171, Ibnu Khuzaimah: 270 dan Ahmad: IV/ 265. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].[7]

 Dalil-dalil di atas menegaskan akan wajibnya sholat sehingga jika seseorang dalam keadaan junub lalu ia tidak mendapatkan air untuk mandi janabat, maka tayammum telah mencukupinya. Meskipun ia tidak mendapatinya selama sebulan atau bahkan sepuluh tahun sebagaimana yang Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sabdakan kepada Abu Dzarr radliyallahu anhu. [8] 

Tayammumnya orang junub karena luka

Diperbolehkan bahkan dianjurkan ketika ada seorang muslim yang ingin berwudlu atau mandi janabat namun ia terluka parah yang jika luka itu terkena air maka luka itu akan semakin parah dan bahkan dapat mengancam jiwanya untuk mengganti wudlu atau mandinya tersebut dengan tayammum dengan debu atau tanah yang baik.

Hal tersebut telah dijelaskan di dalam riwayat hadits berikut ini,

عن جابر قَالَ: خَرَجْنَا فىِ سَفَرٍ فَأَصَابَ رَجُلاً مِنَّا حَجَرٌ فَشَجَّهُ فىِ رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ فَقَالَ: هَلْ تَجِدُوْنَ لىِ رُخْصَةً فىِ التَّيَمُّمِ؟ فَقَالُوْا: مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَ أَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى اْلمـَاءِ فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم أُخْبِرَ بِذَلِكَ فَقَالَ: قَتَلُوْهُ قَتَلَهُمُ اللهُ أَلاَ سَأَلُوْا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوْا فَإِنمَّاَ شِفَاءُ اْلعَيِّ السُّؤَالُ إِنمَّاَ كَانَ يَكْفِيْهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَ يَعْصِرَ أَوْ يَعْصِبَ –شَكَّ مُوْسَى- عَلَى جُرْحِهِ خِرْقَةً ثُمَّ يَمْسَحُ عَلَيْهَا وَ يَغْسِلُ سَائِرَ جَسَدِهِ

Dari Jabir radliyallahu anhu berkata, kami pernah keluar di dalam suatu perjalanan. Lalu seorang lelaki di antara kami tertimpa batu dan melukai kepalanya. Kemudian ia bermimpi lalu ia bertanya kepada para shahabatnya seraya berkata, “Apakah kalian jumpai ada keringanan bagiku di dalam tayammum?”. Mereka menjawab, “Kami tidak menjumpai keringanan bagimu sedangkan engkau mampu menggunakan air”. Lalu iapun mandi dan meninggal. Ketika kami telah sampai kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dikhabarkan kepada Beliau tentang hal tersebut. Beliau bersabda, “Mereka telah membunuhnya, mudah-mudahan Allah membinasakan mereka. Mengapakah mereka tidak bertanya ketika mereka tidak tahu. Obatnya kebodohan itu hanyalah bertanya. Hanyalah mencukupinya untuk tayammum dan membalut lukanya dengan secarik kain kemudian mengusap atasnya dan membasuh seluruh tubuhnya”. [HR Abu Dawud: 336, ad-Daruquthniy: 69 dan al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [9]  

 Beristidlal dengan hadits di atas bahwasanya seseorang yang junub namun ia dalam keadaan terluka atau menderita sakit yang dapat membahayakan jiwanya jika menggunakan air untuk mandi, maka wajiblah baginya menggunakan tanah atau debu yang baik untuk bertayammum.  

Rukhshah di dalam jimak karena tidak ada air

عن رجل من بني عامر قَالَ: دَخَلْتُ فىِ اْلإِسْلاَمِ فَأَهَمَّنيِ دِيْنيِ فَأَتَيْتُ أَبَا ذَرٍّ فَقَالَ أَبُوْ ذَرٍّ: إِنيِّ اجْتَوَيْتُ اْلمـَدِيْنَةَ فَأَمَرَلىِ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم بِذَوْدٍ وَ بِغَنَمٍ فَقَالَ ليِ: اشْرَبْ مِنْ أَلْبَانِهَا –قَالَ حَمَّادٌ: وَ أَشُكُّ فىِ أَبْوَاِلهَا هَذَا قَالَ حَمَّادٌ- فَقَالَ أَبُوْ ذَرٍّ: فَكُنْتُ أَعْزُبُ عَنِ اْلمـَاءِ وَ مَعِيْ أَهْلِي فَتُصِيْبُنيِ اْلجَنَابَةُ فَأُصَلِّي بِغَيْرِ طَهُوْرٍ فَأَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم بِنِصْفِ النَّهَارِ وَ هُوَ فىِ رَهْطٍ مِنْ أَصْحَابِهِ وَ هُوَ فىِ ظِلِّ اْلمـَسْجِدِ فَقَالَ: أَبُوْ ذَرٍّ؟ فَقُلْتُ: نَعَمْ هَلَكْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: وَ مَا أَهْلَكَكَ ؟ قُلْتُ: إِنيِّ كُنْتُ أُعْزُبُ عَنِ اْلمـَاءِ وَ مَعِى أَهْلِي فَتُصِيْبُنيِ اْلجَنَابَةُ فَأُصَلِّي بِغَيْرِ طَهُوْرٍ فَأَمَرَ لىِ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم بِمَاءٍ فَجَاءَتْ بِهِ جَارِيَةٌ سَوْدَاءُ بِعُسٍّ يَتَخَضْخَضُ مَا هُوَ بِمَلْآنٍ فَتَسَتَّرْتُ إِلىَ بَعِيْرِيْ فَاغْتَسَلْتُ ثُمَّ جِئْتُ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: يَا أَبَا ذَرٍّ إِنَّ الصَّعِيْدَ الطَّيِّبَ طَهُوْرٌ وَ إِنْ لَمْ تَجِدِ اْلمَاءَ إِلىَ عَشْرِ سِنِيْنَ فَإِذَا وَجَدْتَ اْلمـَاءَ فَأَمِسَّهُ جِلْدَكَ

Dari seorang lelaki dari Bani Amir berkata, aku masuk Islam lalu agamaku merisaukanku [10] lalu aku mendatangi Abu Dzarr”. Abu Dzarr berkata, “Aku tidak cocok tinggal di kota Madinah lalu Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyuruhku menggembalakan sekawanan unta dan kambing dan bersabda kepadaku, “Minumlah sebahagian dari susunya!”. Berkata Hammad, “Aku ragu-ragu di dalam ((air seninya)), ini adalah perkataan Hammad”. Abu Dzarr berkata, “Aku biasa jauh dari air sedangkan aku mempunyai istri. Suatu ketika aku junub lalu aku sholat tanpa bersuci maka akupun mendatangi Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di pertengahan siang dan Beliau berada di sekumpulan para shahabatnya di bawah bayangan Masjid”. Beliau berkata, “Abu Dzarr?”. Aku menjawab, “Ya, wahai Rosulullah, aku telah binasa”. Beliau bertanya, “Apa yang membinasakanmu?”. Aku menjawab, “Sesungguhnya aku biasa jauh dari air sedangkan aku mempunyai istri. Suatu ketika aku junub lalu aku sholat tanpa bersuci”. Kemudian Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyuruh mengambilkan air untukku. Lalu datang seorang budak wanita hitam membawa bejana besar yang bergoyang-goyang (airnya) karena penuhnya. Lalu aku bertabir kepada untaku dan mandi. Kemudian aku datang kepada Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Abu Dzarr sesungguhnya debu yang baik itu merupakan alat bersuci meskipun engkau tidak menjumpai air selama sepuluh tahun. Lalu jika engkau menjumpai air maka sentuhkanlah ke kulitmu (maksudnya; mandilah)”. [HR Abu Dawud: 333 dan Ahmad: V/ 146. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [11]

Ketiadaan air tidaklah menjadi penghalang bagi seorang lelaki untuk menunaikan syahwatnya kepada sebahagian istrinya sebagai bentuk ibadah kepada Allah Azza wa Jalla. Jika ia telah selesai menunaikannya dan waktu sholat telah tiba maka hendaklah ia bertayamum lalu sholat meskipun ia melakukan hal tersebut selama sepuluh tahun. Tetapi ketika suatu saat ia menjumpai air disyariatkan baginya mandi janabat sebagaimana hadits diatas.  

Orang yang junub bertayammum karena takut dingin

     عن عمرو بن العاص قَالَ: احْتَلَمْتُ فىِ لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ فىِ غَزْوَةِ ذَاتِ السَّلاَسِلِ فَأَشْفَقْتُ إِنِ اغْتَسَلْتُ أَنْ أَهْلِكَ فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ بِأَصْحَابىِ الصُّبْحَ فَذَكَرُوْا ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم فَقَالَ: يَا عَمْرُو صَلَّيْتُ بِأَصْحَابِكَ وَ أَنْتَ جُنُبٌ؟ فَأَخْبَرْتُهُ بِالَّذِي مَنَعَنيِ مِنَ اْلاِغْتِسَالِ وَ قُلْتُ: إِنيِّ سَمِعْتُ اللهَ يَقُوْلُ: ((وَ لَا تَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا)) فَضَحِكَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم وَ لَمْ يَقُلْ شَيْئًا

Dari Amr bin al-Ash radliyallahu anhu berkata, ”Aku pernah bermimpi di suatu malam yang sangat dingin pada waktu perang Dzat as-Salasil. Aku khawatir jika aku mandi maka aku akan binasa. Lalu aku tayammum kemudian sholat shubuh bersama para shahabatku”. Lalu mereka menceritakan hal tersebut kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, maka Beliau bersabda, ”Wahai Amr, engkau sholat bersama para shahabatmu sedangkan engkau dalam keadaan junub?”. Lalu aku khabarkan kepada Beliau penyebab yang mencegahku dari mandi. Dan aku berkata, ”Sesungguhnya aku mendengar Allah berfirman, ((dan janganlah kalian membunuh diri kalian sesungguhnya Allah amat penyayang kepada kalian. QS. An-Nisa’/4: 29))”. Maka tertawalah Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan tidak berkata sesuatu apapun. [HR Abu Dawud: 334, Ahmad: IV/ 203-204, al-Hakim: 648 dan al-Bukhoriy secara ta’liq di dalam Fat-h al-Bariy: I/ 454. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [12]

Berkata al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah, ”Di dalam hadits ini diperbolehkan tayammum bagi orang yang khawatir jatuh ke dalam kebinasaan dari sebab menggunakan air, sama saja karena cuaca dingin atau selainnya. Diperbolehkan sholat orang yang tayammum bersama orang yang berwudlu dan diperbolehkan berijtihad di masa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam”. [13]

Dalil di atas menunjukan bolehnya seseorang bertayammum padahal ada air untuk mandi namun dia merasa khawatir akan binasa jika menggunakannya, misalnya karena ia terluka yang membahayakan, cuaca yang sangat dingin atau selainnya. Tertawa dan tidak berkomentarnya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam terhadap perbuatan dan dalil Amr bin al-Ash radliyallahu anhu merupakan takrir atas perkara tersebut, sebagaiamana telah diketahui dalam kaidah hadits.

 Disyaratkan masuknya waktu bagi yang bertayammum

 Bagi yang hendak bertayammum lantaran ketiadaan air atau sakit maka hendaklah ia bertayammum ketika telah datang atau masuknya waktu sholat. Tidak boleh baginya untuk bertayammum padahal waktu sholat masih lama dan ia menunggu pada waktu-waktu tersebut.

     عن جابر بن عبد الله أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: أُعْطِيْتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِى نُصِرْتُ بِالرَّعْبِ مَسِيْرَةَ شَهْرٍ وَ جُعِلَتْ لِيَ اْلأَرْضُ مَسْجِدًا وَ طَهُوْرًا فَأَيمُّاَ رَجُلٍ مِنْ أُمَّتىِ أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ وَ أُحِلَّتْ لِيَ اْلمـَغَاِنمُ وَ لَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِى وَ أُعْطِيْتُ الشَّفَاعَةَ وَ كَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلىَ قَوْمِهِ خَاصَّةً وَ بُعِثْتُ إِلىَ النَّاسِ عَامَّةً

Dari Jabir bin Abdullah radliyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Aku telah diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada seorang juapun sebelumku. Aku telah diberikan bantuan dengan rasa takut sejarak satu bulan perjalanan, dijadikan bumi untukku sebagai masjid dan alat bersuci maka dimanapun seseorang diantara umatku yang mendapati sholat maka sholatlah. Dihalalkan bagiku harta rampasan perang yang tidak dihalalkan untuk seorangpun sebelumku, aku diberikan syafaat dan biasanya nabi itu diutus kepada kaumnya secara khusus sedangkan aku diutus kepada manusia secara umum”. [HR al-Bukhoriy: 335, 438, 3122, Muslim: 521, an-Nasa’iy: I/ 210-211, ad-Darimiy: I/ 322-323 dan al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [14]

عن أبي أمامة أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: فَضَّلَنيِ رَبيِّ عَلَى اْلأَنْبِيَاءِ عليهما السلام أَوْ قَالَ: عَلَى اْلأُمَمِ بِأَرْبَعٍ قَالَ: أُرْسِلْتُ إِلىَ النَّاسِ كَافَّةً وَ جُعِلَتِ اْلأَرْضُ كُلُّهَا لىِ وَ لِأُمَّتيِ مَسْجِدًا وَ طَهُوْرًا فَأَيْنَمَا أَدَرَكَتْ رَجُلاً مِنْ أُمَّتيِ الصَّلاَةُ فَعِنْدَهُ مَسْجِدُهُ وَ عِنْدَهُ طَهُوْرُهُ وَ نُصِرْتُ بِالرَّعْبِ مَسِيْرَةَ شَهْرٍ يَقْذِفُهُ فىِ قُلُوْبِ أَعْدَائِي وَ أُحِلَّ لَنَا اْلغَنَائِمُ

Dari Abu Umamah radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Rabbku telah memberikan keutamaan kepadaku atas para Nabi Shallallahu alaihi wa sallam atau Beliau bersabda, “Atas umat-umat dengan empat perkara. Aku diutus kepada manusia seluruhnya, dijadikan bumi seluruhnya untukku dan umatku sebagai masjid dan alat bersuci maka dimanapun seseorang di antara umatku menjumpai sholat maka di sanalah masjid dan alat bersucinya. Aku telah dibantu dengan rasa takut sejarak satu bulan perjalanan yang diletakkan ke dalam hati musuh-musuhku dan dihalalkan bagi kita harta rampasan perang”. [HR Ahmad: V/ 248. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [15]

عن ابن عمرو أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم عَامَ غَزْوَةِ تَبُوْكَ قَامَ مِنَ اللَّيْلِ يُصَلِّي فَاجْتَمَعَ وَرَاءَهُ رِجَالٌ مِنْ أَصْحَابِهِ يَحْرِسُوْنَهُ حَتىَّ إِذَا صَلَّى وَ انْصَرَفَ إِلَيْهِمْ فَقَالَ لَهُمْ: لَقَدْ أُعْطِيْتُ اللَّيْلَةَ خَمْسًا مَا أُعْطِيْنَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي أَمَّا أَنَا فَأُرْسِلْتُ إِلىَ النَّاسِ كُلِّهِمْ عَامَّةً وَ كَانَ مِنْ قَبْلِي إِنمَّاَ يُرْسَلُ إِلىَ قَوْمِهِ وَ نُصِرْتُ عَلَى اْلعَدُوِّ بِالرَّعْبِ وَ لَوْ كَانَ بَيْنىِ وَ بَيْنَهُمْ مَسِيْرَةَ شَهْرٍ لَمـُلِئَ مِنْهُ رُعْبًا وَ أُحِلَّتْ لِيَ اْلغَنَائِمُ كُلُّهَا وَ كَانَ مِنْ قَبْلِي يُعَظَّمُوْنَ أَكْلَهَا كَانُوْا يُحَرِّقُوْنَهَا وَ جُعِلَتْ لِيَ اْلأَرْضُ مَسْجِدًا وَ طَهُوْرًا أَيْنَمَا أَدْرَكَتْنيِ الصَّلاَةُ تَمَسَّحْتُ وَ صَلَّيْتُ وَ كَانَ مِنْ قَبْلِي يُعَظَّمُوْنَ ذَلِكَ إِنمَّاَ كَانُوْا يُصَلُّوْنَ فىِ كَنَائِسِهِمْ وَ بِيَعِهِمْ وَ اْلخَامِسَةُ هِيَ مَا هِيَ؟ قِيْلَ ليِ: سَلْ فَإِنَّ كُلَّ شَيْءٍ قَدْ سَأَلَ فَأَخَّرْتُ مَسْأَلَتيِ إِلىَ يَوْمِ اْلقِيَامَةِ فَهِيَ لَكُمْ وَ لمِــَنْ شَهِدَ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ

Dari Ibnu Amr radliyallahu anhuma bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pada tahun perang Tabuk berdiri sholat di waktu malam lalu. Beberapa orang di antara para sahabatnya menjaganya sehingga apabila selesai sholat dan berpaling ke arah mereka seraya bersabda kepada mereka, “Sungguh-sungguh pada malam ini aku telah diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada seorang juapun sebelumku. Aku diutus kepada manusia seluruhnya sedangkan yang sebelumku diutus kepada kaumnya, aku dibantu menghadapi musuh dengan rasa takut kendatipun ada antaraku dan mereka sejarak satu bulan perjalanan niscaya akan dipenuhi oleh rasa takut tersebut. Dihalalkan bagiku harta rampasan perang seluruhnya sedangkan sebelumku memandang perkara besar untuk memakannya mereka biasa membakarnya. Dijadikan untukku bumi sebagai masjid dan alat bersuci maka dimanapun aku menjumpai sholat maka aku mengusap (bertayammum) dan sholat sedangkan sebelumku memandang besar perkara tersebut mereka melakukan sholat di gereja dan biara mereka dan yang kelima apakah itu?”. Dikatakan kepadaku, “Mintalah, sesungguhnya segala sesuatu telah diminta lalu aku menangguhkan permintaan hingga hari kiamat maka ia itu adalah untuk kalian dan orang yang mempersaksikan tiada ilah yang pantas disembah kecuali Allah”. [HR Ahmad: II/ 222. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan].[16]

Bunyi hadits ((maka dimanapun aku menjumpai sholat maka aku mengusap (tayammum) dan sholat)), menunjukkan bahwasanya untuk tayammum disyaratkan masuknya waktu dan hal itu tidak ada kecuali setelah masuknya waktu sholat secara pasti. Jika seseorang berhadats yang mewajibkannya untuk wudlu atau mandi tetapi karena suatu sebab ia bertayammum, maka janganlah ia bertayammum untuk sholat melainkan jika telah masuk dan datangnya waktu sholat secara pasti.

Orang bertayammum menjumpai air setelah menunaikan sholat pada waktunya

Bagaimana jika ada orang yang setelah selesai menunaikan sholat dengan bertayammum lalu selang beberapa lama ia menjumpai air dan ketika menjumpainya itu waktu sholat masih ada?. Hal ini telah dijawab di dalam hadits berikut ini,

عن أبي سعيد الخدري قَالَ: خَرَجَ رَجُلاَنِ فىِ سَفَرٍ فَحَضَرَتِ الصَّلاَةُ وَ لَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ فَتَيَمَّمَا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَصَلَّيَا ثُمَّ وَجَدَا اْلمـَاءَ فىِ اْلوَقْتِ فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا الصَّلاَةَ وَ اْلوُضُوْءَ وَ لَمْ يُعِدِ اْلآخَرُ ثُمَّ أَتَيَا رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم فَذَكَرَا ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ لِلَّذِي لَمْ يُعِدْ: أَصَبْتَ السُّنَّةَ وَ أَجْزَأَتْكَ صَلاَتُكَ وَ قَالَ لِلَّذِي تَوَضَّأَ وَ أَعَادَ: لَكَ اْلأَجْرُ مَرَّتَيْنِ

Dari Abu Sa’id al-Khudriy radliyallahu anhu berkata, ”Ada dua orang lelaki keluar dalam suatu perjalanan. Lalu datang waktu sholat sedangkan keduanya tidak memiliki air kemudian keduanya tayammum dengan debu yang baik lalu sholat. (Beberapa lama) kemudian keduanya mendapatkan air pada waktu itu. Lalu seorang di antara keduanya mengulang sholat dan wudlu sedangkan yang lainnya tidak. Kemudian keduanya mendatangi Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan menceritakan hal tersebut kepadanya. Beliau bersabda kepada orang yang tidak mengulang, ”Engkau telah menepati sunnah dan sholatmu mencukupi”. Beliau juga berkata kepada orang yang mengulang, ”Untukmu pahala dua kali lipat”. [HR Abu Dawud: 338, an-Nasa’iy: I/ 213 dan ad-Darimiy: I/ 190. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [17]

Jika seseorang melakukan sholat dengan bertayammum sebab tidak mempunyai dan menjumpai air lalu setelah selesai dari barulah ia menjumpainya, maka sholatnya sah dan ia telah menepati sunnah. Tetapi jika ia berwudlu dan mengulangi sholatnya maka ia akan mendapatkan pahala dua kali lipat.


[1]Aysar at-Tafasir: I/ 598.

[2]Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 190, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 310, Irwa’ al-Ghalil: 156 dan Misykah al-Mashobih: 527.

[3] Taysir al-Allam: I/ 94.

[4] Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 188 dan Shahih Sunan an-Nasa’iy: 308.

[5] Taysir al-Allam: I/ 96.

[6] قوله yaitu engkau melakukannya dengan kedua tanganmu seperti ini. Di dalamnya terdapat memutlakkan ucapan atas perbuatan. Di dalam riwayat al-Bukhoriy dengan lafazh أنتَصْنَعَ yaitu engkau perbuat. [Nomor 347].

[7] Mukhtashor Shahih al-Imaam al-Bukhoriy: 191, Mukhtashor Shahih Muslim: 166, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 309, Irwa’ al-Ghalil: 158 dan Misykah al-Mashobih: 528.

[8] Akan datang haditsnya di dalam bab “Rukhshah di dalam jimak karena tidak ada air “.

[9]Shahih Sunan Abi Dawud: 325, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4362, Irwa’ al-Ghalil: 105 dan Misykah al-Mashobih: 531.

[10]Maksudnya aku masuk Islam tetapi aku tidak mengetahui perkara-perkara Islam dan hukum-hukumnya lalu aku merasa bersalah dengannya untuk menunaikan rukun-rukun Islam. Maka agamaku yang merupakan penjaga urusanku merisaukan dan membuatku sedih, lalu aku menghadiri majlis ulama dan mempelajari perkara-perkara (agama) dari mereka. [Aun al-Ma’bud: I/ 363 ].

[11] Shahih Sunan Abi Dawud: 322, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1666 dan Misykah al-Mashobih: 530.

[12] Shahih Sunan Abi Dawud: 323, Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: I/ 99 (67), dan Irwa’ al-Ghalil: 154.

[13] Fat-h al-Bariy: I/ 454.

[14]Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 186, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 419, Irwa’ al-Ghalil: I: 316 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1056.

[15]Irwa’ al-Ghalil: 152 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4220.

[16]Irwa’ al-Ghalil: I/ 317.

[17]Shahih Sunan Abi Dawud: 327, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 420 dan Misykah al-Mashobih: 533.

AKHI.., TAK ADA AIR, TANAH ATAU DEBUPUN JADI…

YUK TAYAMMUM

 بسم الله الرحمن الرحيم

tayammum1Setelah berlalu penjelasan tentang wudlu dan mandi dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Juga telah dijelaskan tentang penggunaan air di dalam mengerjakan keduanya, yang memang air itu telah dikenal sebagai alat untuk bersuci. Namun ketika ada seorang lelaki atau perempuan muslim tersebut ada yang hendak berwudlu atau mandi dari sebab junub, haidl atau nifas lalu tidak mendapatkan air atau dengan menggunakannya akan menimbulkan bahaya kepadanya, maka diperkenankan baginya untuk bertayammum dengan debu yang bersih lagi suci dari najis.

Berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Tayammum adalah bersuci yang wajib dengan menggunakan tanah (atau debu) sebagai pengganti wudlu dan mandi bagi orang yang tidak mendapati air atau akan menimbulkan berbahaya di dalam mengunakannya”. [1]

Berkata DR Abdul Azhim bin Badawiy hafizhohullah, “Tayammum diperbolehkan ketika merasa tidak sanggup menggunakan air karena ketiadaannya, atau takut bahaya dari sebab menggunakannya yang dikarenakan sakit pada tubuh atau karena sangat dingin”. [2]

فقال الله عز و جل ((وَ إِن كُنتُم مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِنكُم مّنَ اْلغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَآءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَ أَيْدِيكُم مِّنْهُ))

Firman Allah Azza wa Jalla, ((Dan jika kalian sakit atau dalam perjalanan atau seseorang di antara kalian baru datang dari tempat buang air (jamban) atau mencampuri istri, lalu kalian tidak mendapatkan air maka bertayammumlah dengan debu yang baik dan usaplah wajah dan kedua tangan kalian darinya. QS. Al-Maidah/5: 6)).

Berkata al-Imam al-Baghowiy rahimahullah, “Di dalam ayat ini terdapat dalil bahwasanya wajib mengusap wajah dan kedua tangan dengan debu, ((Allah tidak ingin menjadikan atas kalian)) dengan apa yang Allah wajibkan atas kalian dari wudlu, mandi dan tayammum ((dari kesempitan))”. [3]

      Berkata asy-Syaikh Abu Bakar al-Jaza’iriy hafizhohullah, “((Lalu kalian tidak mendapatkan air)) untuk wudlu atau mandi setelah kalian mencarinya lalu kalian tidak mendapatkannya maka bertayammumlah”. [4]

Tayammum dengan tanah atau debu adalah alternatif atau pilihan lain dari cara bersuci selain wudlu dan mandi. Ketika seseorang hendak menunaikan sholat misalnya, tetapi ia tidak mendapatkan air untuk berwudlu atau mandi, atau akan menimbulkan bahaya di dalam menggunakannya maka wajiblah ia bertayammum dengan debu.

عن عائشة زوج النبي صلى الله عليه و سلم قَالَتْ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم فىِ بَعْضِ أَسْفَارِهِ حَتىَّ إِذَا كُنَّا بِاْلبَيْدَاءِ –أَوْ بِذَاتِ اْلجَيْشِ- (وَ نَحْنُ دَاخِلُوْنَ اْلمـَدِيْنَةَ) انْقَطَعَ عَقْدٌ لىِ (فَأَنَاخَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم) فَأَقَامَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم عَلَى اْلتِمَاسِهِ وَ أَقَامَ النَّاسُ مَعَهُ وَ لَيْسُوْا عَلَى مَاءٍ ( وَ لَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ) (فَثَنىَ رَأْسَهُ فىِ حِجْرِى رَاقِدًا) فَأَتَى النَّاسُ إِلىَ أَبيِ بَكْرٍ الصِّدِّيْقِ فَقَالُوْا: أَلاَ تَرَى إِلىَ مَا صَنَعَتْ عَائِشَةُ؟ أَقَامَتْ بِرَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم وَ النَّاسُ وَ لَيْسُوْا عَلَى مَاءٍ وَ لَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ فَجَاءَ أَبُوْ بَكْرٍ وَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم وَاضِعٌ رَأْسَهُ عَلَى فَخِذِى قَدْ نَامَ فَقَالَ: حَبَسْتِ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم وَ النَّاسَ وَ لَيْسُوْا عَلَى مَاءٍ وَ لَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ فَقَالَتْ عَائِشَةُ: فَعَاتَبَنىِ أَبُوْ بَكْرٍ وَ قَالَ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَقُوْلَ وَ جَعَلَ يَطْعَنُنىِ بِيَدِهِ فىِ خَاصِرَتىِ (و فى رواية: فَلَكَزَنيِ لَكْزَةً شَدِيْدَةً وَ قَالَ: حَبَسْتِ النَّاسَ فىِ قِلاَدَةٍ؟ فَبِيَ اْلمـَوْتُ لمِــَكَانِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم وَ قَدْ أَوْجَعَنيِ) فَلاَ يَمْنَعُنىِ مِنَ التَّحَرُّكِ إِلاَّ مَكَانُ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم عَلَى فَخِذِى فَقَامَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم حِيْنَ (و فى رواية: فَنَامَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم حَتىَّ) أَصْبَحَ عَلَى غَيْرِ مَاءٍ فَأَنْزَلَ اللهُ آيَةَ التَّيَمُّمِ فَتَيَمَّمُوْا فَقَالَ أُسَيْدُ بْنُ اْلحُضَيْرِ: مَا هِيَ بِأَوَّلِ بَرَكَتِكُمْ يَا آلَ أَبيِ بَكْرٍ قَالَتْ: فَبَعَثْنَا اْلبَعِيْرَ الَّذِي كُنْتُ عَلَيْهِ فَأَصَبْنَا اْلعِقْدَ تَحْتَهُ (و من طريق أخرى: عَنْ عَائِشَةَ أَنهَّاَ اسْتَعَارَتْ مِنْ أَسمْاَءَ قِلاَدَةً فَهَلَكَتْ فَبَعَثَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم (فىِ طَلَبِهَا) رَجُلاً فَوَجَدَهَا فَأَدْرَكَتْهُمُ الصَّلاَةُ وَ لَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ فَصَلُّوْا (بِغَيْرِ وُضُوْءٍ) فَشَكَوْا ذَلِكَ إِلىَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم فَأَنْزَلَ اللهُ آيَةَ التَّيَمُّمِ فَقَالَ أُسَيْدُ بْنُ اْلحُضَيْرِ لِعَائِشَةَ: جَزَاكِ اللهُ خَيْرًا فَوَاللهِ مَا نَزَلَ بِكِ أَمْرٌ تَكْرَهِيْنَهُ (قَطٌّ) إِلاَّ جَعَلَ اللهُ ذَلِكَ لَكِ (مِنْهُ مَخْرَجًا) وَ (جَعَلَ) لِلْمُسْلِمِيْنَ فِيْهِ خَيْرًا (و فى رواية: بَرَكَةً) 

Dari Aisyah istri Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berkata, “Kami pernah keluar bersama Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di sebahagian perjalanannya sehingga ketika kami berada di al-Baida’ atau Dzat al-Jaisy sedangkan kami sedang memasuki kota Madinah, tiba-tiba terputus (hilang) kalungku. Lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berhenti dan turun (dari kendaraannya). Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam berusaha mencarinya dan begitu pula orang-orang berusaha mencari bersamanya. Sedangkan mereka tidak memiliki air dan tidak ada air bersama mereka. Beliau menyandarkan kepalanya ke pangkuanku sambil berbaring. Lalu orang-orang berdatangan menuju Abu Bakar ash-Shiddiq dan berkata, “Tidakkah engkau lihat apa yang dilakukan oleh Aisyah?, yang ia tegak berada bersama Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan orang-orang sedangkan mereka tidak memiliki air dan tiada air bersama mereka”. Maka datanglah Abu Bakar sedangkan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam sedang meletakkan kepalanya di pangkuanku dalam keaadan tidur. Abu Bakar berkata, “Engkau telah menyebabkan (perjalanan) Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan orang-orang berhenti padahal mereka tidak memiliki air dan tiada air bersama mereka”. Aisyah berkata, “Lalu Abu Bakar mencelaku dan berkata dengan apa yang Allah kehendaki ia berkata. Ia menusukku dengan tangannya pada kelingkingku (di dalam satu riwayat, lalu ia memukul dengan pukulan yang keras dan berkata, “Engkau telah menahan perjalanan orang-orang hanya lantaran sebuah kalung?”. Maka seakan kematian menimpaku karena posisi Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan sungguh-sungguh ia telah menyakitiku). Maka tiada yang mencegah diriku bergerak selain letak Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di pangkuanku. Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bangun di waktu (di dalam satu riwayat, “Tidurlah Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam sampai menjelang) shubuh tiba dalam keadaan tidak ada air”. Lalu Allah menurunkan ayat tayammum maka merekapun bertayammum. Usaid bin al-Hudlair berkata, “Wahai keluarga Abu Bakar, ini adalah berkah yang pertama bagi keluarga kalian”. Aisyah berkata, “Lalu kami mengirim unta yang menjadi tungganganku dan kami jumpai ternyata kalung itu ada di bawahnya”.

Dari jalan yang lain dari Aisyah radliyallahu anha, “Bahwasanya ia pernah meminjam sebuah kalung dari Asma lalu kalung itu hilang”. Maka Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengutus seorang lelaki untuk mencarinya, lalu ia menemukannya. Maka datang waktu sholat sedangkan mereka tidak memiliki air lalu mereka sholat tanpa wudlu. Sesudah itu mereka mengadukan hal tersebut kepada Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam lalu turunlah ayat tayammum. Usaid bin al-Hudlair berkata kepada Aisyah, “Mudah-mudahan Allah memberi balasan kebaikan kepadamu, demi Allah tidaklah turun suatu perkara yang sedikitpun tidak engkau sukai melainkan Allah menjadikan yang demikian itu jalan keluar bagimu dan Allah juga menjadikan kebaikan di dalamnya kepada kaum muslimin”. (di dalam suatu riwayat, berkah). [HR al-Bukhoriy: 334, 336, 3672, 3773, 4583, 4607, 4608, 5164, 5250, 5882, 6844, 6845, Muslim: 367, Abu Dawud: 317, an-Nasa’iy: I/ 163-165 dan Ibnu Khuzaimah: 261. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [5]

 Kisah hilangnya kalung Aisyah radliyallahu anha ini adalah penyebab diturunkannya ayat tentang perintah tayammum. Yakni ketika sebahagian manusia sedang mencari kalungnya yang hilang sedangkan mereka tidak memiliki air dan tidak ada air bersama mereka. Ketika waktu sholat tiba maka mereka sholat tanpa berwudlu, maka tak lama kemudian turunlah ayat tentang tayammum. Alhamdulillah, dengannya Allah Subhanahu wa ta’ala telah memberi kemudahan kepada umat Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.

 Tayammum dengan debu

 Islam adalah agama yang mudah, jika telah datang waktu sholat sedangkan ada seorang muslim yang masih berhadats atau junub. Atau juga jika ada seorang perempuan muslim yang telah selesai masa haidl atau nifasnya sedangkan mereka tidak menjumpai air untuk wudlu atau mandi atau jika mempergunakannya akan menimbulkan bahaya baginya maka disitulah alat bersucinya dan tempat sholatnya. Maksudnya disitu ada alat bersucinya berupa tanah atau debu untuk tayammum. Di situlah tempat sholatnya yaitu jika tidak menjumpai bangunan semisal masjid atau musholla untuk sholat maka di tanah yang bersih lagi suci dari najis itu ia dapat menunaikan sholat.

Hal tersebut telah diutarakan oleh junjungan kaum muslimin yaitu Rosulullah Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam di dalam beberapa dalil hadits berikut ini,

عن أبي ذر أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِنَّ الصَّعِيْدَ الطَّيِّبَ طَهُوْرُ اْلمـُسْلِمِ وَ إِنْ لَمْ يَجِدِ اْلمـَاءَ عَشْرَ سِنِيْنَ فَإِذَا وَجَدَ اْلمـَاءَ فَلْيُمِسَّهُ بَشَرَتَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ خَيْرٌ

Dari Abu Dzarr radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya debu yang baik itu adalah alat bersucinya seorang muslim meskipun ia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun. Maka apabila ia telah mendapatkan air maka hendaklah ia menyentuhkannya ke kulit tubuhnya, karena yang demikian itu lebih baik”. [HR at-Turmudziy: 124. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [6]

عن حذيفة قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: فُضِّلْنَا عَلَى النَّاسِ بِثَلاَثٍ: جُعِلَتْ صُفُوْفُنَا كَصُفُوْفِ اْلمـَلاَئِكَةِ وَ جُعِلَتْ لَنَا اْلأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدًا وَ جُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُوْرًا إِذَا لَمْ نَجِدِ اْلمــَاءَ

Dari Hudzaifah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Kita diberi keutamaan atas manusia dengan tiga perkara; dijadikannya shaff kita seperti shaffnya para malaikat, dijadikannya bumi semuanya sebagai masjid dan dijadikannya tanah untuk kita sebagai alat bersuci apabila tidak mendapatkan air”. [HR Muslim: 522 dan Ahmad: V/ 383. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [7]

عن أبي الدرداء أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: فُضِّلْتُ بِأَرْبَعٍ: جُعِلْتُ أَنَا وَ أُمَّتيِ فىِ الصَّلاَةِ كَمَا تَصُفُّ اْلمـَلاَئِكَةُ وَ جُعِلَ الصَّعِيْدُ ليِ وَضُوْءًا وَ جُعِلَتْ لِيَ اْلأَرْضُ مَسْجِدًا وَ طَهُوْرًا وَ أُحِلَّتْ لِيَ اْلغَنَائِمُ

Dari Abu ad-Darda’ radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Aku telah diberi keutamaan dengan empat perkara; aku dan umatku dijadikan di dalam sholat seperti shaffnya para malaikat, dijadikannya debu untukku sebagai alat berwudlu (maksudnya tayammum), dijadikannya bumi untukku sebagai masjid dan alat bersuci dan dihalalkan untukku harta rampasan perang”. [HR al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [8]

عن أبي هريرة أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: فُضِّلْتُ عَلَى اْلأَنْبِيَاءِ بِسِتٍّ: أُعْطِيْتُ جَوَامِعَ اْلكَلِمِ وَ نُصِرْتِ بِالرَّعْبِ وَ أُحِلَّتْ لِيَ اْلغَنَائِمُ وَ جُعِلَتْ لِيَ اْلأَرْضُ طَهُوْرًا وَ مَسْجِدًا وَ أُرْسِلْتُ إِلىَ اْلخَلْقِ كَافَّةً وَ خُتِمَ بِيَ النَّبِيُّوْنَ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Aku telah diberi keutamaan atas para nabi dengan enam perkara; aku telah diberikan himpunan ucapan, aku dibantu dengan ketakutan, [9] dihalalkan untukku harta rampasan perang, dijadikannya bumi untukku sebagai alat bersuci dan masjid, aku telah diutus kepada seluruh makhluk dan para nabi telah ditutup denganku”. [HR Muslim: 523 dan Ahmad: II/ 412. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [10]

عن أبي ذر قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: أُعْطِيْتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي بُعِثْتُ إِلىَ اْلأَحْمَرِ وَ اْلأَسْوَدِ وَ جُعِلَتْ لِيَ اْلأَرْضُ طَهُوْرًا وَ مَسْجِدًا وَ أُحِلَّتْ لِيَ اْلغَنَائِمُ وَ لَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي وَ نُصِرْتُ بِالرَّعْبِ فَيَرْعَبُ اْلعَدُوَّ وَ هُوَ مِنيِّ مَسِيْرَةَ شَهْرٍ وَ قِيْلَ ليِ: سَلْ تُعْطَهْ وَاخْتَبَأْتُ دَعْوَتيِ شَفَاعَةً لِأُمَّتيِ  فَهِيَ نَائِلَةٌ مِنْكُمْ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالىَ مَنْ لَمْ يُشْرِكْ بِاللهِ شَيْئًا

Dari Abu Dzarr radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Aku telah diberikan lima perkara yang tidak pernah diberikan kepada seseorangpun sebelumku. Aku diutus kepada golongan merah dan hitam, dijadikannya bumi untukku sebagai alat bersuci dan masjid, dihalalkannya harta rampasan perang untukku yang tidak pernah dihalalkan kepada seseorang sebelumku, aku telah dibantu dengan ketakutan yang membuat takut musuh dan dia (rasa takut itu muncul meskipun) sekitar jarak perjalanan sebulan dariku dan dikatakan kepadaku: mintalah niscaya akan diberikan kepadamu, lalu aku sembunyikan (simpan) doaku sebagai syafaat untuk umatku dan syafaat itu akan diperoleh insyaa Allah oleh seseorang di antara kalian yang tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah”. [HR Ahmad: V/ 145, 148, 161-162, IV: 416, ad-Darimiy: II/ 224 dan as-Siraj. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [11] 

            Dalil-dalil di atas menunjukkan bukti yang terang bahwasanya Allah Azza wa Jalla telah menjadikan bumi yaitu tanah atau debu untuk Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan umatnya sebagai alat bersuci yakni tayammum dan masjid sebagai tempat ibadah sholat. Oleh sebab itu dimanapun di antara umatnya berada sedangkan waktu sholat telah tiba maka sholatlah dengan cara bersuci dengan air jika memungkinkan tetapi jika tidak cukup dengan tanah atau debu yang baik di tempatnya berada.

Bolehnya tayammum di tembok/ dinding

          Namun jika dirasakan sulit mendapatkan debu atau tanah untuk bertayammum, maka tidak mengapa bertayammum di dinding atau tembok. Yakni menepuk dinding atau tembok tersebut dengan kedua telapak tangan, lalu setelah itu mengusap wajah dan kedua telapak tangannya. Hal ini juga berlaku pada kursi, dinding rumah, sandaran tempat tidur dan sebagainya.

            عن ابن عباس قَالَ: أَقْبَلْتُ أَنَا وَ عَبْدُ اللهِ بْنُ يَسَارٍ مَوْلَى مَيْمُوْنَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم حَتَّى دَخَلْنَا عَلَى أَبِي جُهَيْمٍ بْنِ اْلحَارِثِ بْنِ الصُّمَّةِ اْلأَنْصَارِيِّ فَقَالَ أَبُو اْلجُهَيْمِ: أَقْبَلَ النَّبِيُّ مِنْ نَحْوِ بِئْرِ جَمَلٍ فَلَقِيَهُ رَجُلٌ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم حَتَّى أَقْبَلَ عَلَى اْلجِدَارِ فَمَسَحَ بِوَجْهِهِ وَ يَدَيْهِ ثُمَّ رَدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ

            Dari Ibnu Abbas berkata, “Aku dan Abdullah bin Yasar maulanya Maimunah istri Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah datang sehingga masuk menemuiAbu Juhaim bin al-Harits bin ash-Shummah al-Anshoriy. Berkata Abu al-Juhaim, “Nabi Shallallahu alahi wa sallam pernah datang dari arah bi’r (sumur) Jamal, [12] lalu seorang lelaki menemuinya dan mengucapkan salam kepadanya, namun Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tidak membalasnya sehingga beliau mendatangi dinding/ tembok. Lalu Beliau mengusap wajah dan kedua (telapak) tangannya. Kemudian Beliau membalas ucapan salam kepadanya”. [HR al-Bukhoriy: 337, Muslim: 369 secara ta’liq, Abu Dawud: 329, an-Nasa’iy: I/ 165 dan ad-Daruquthniy: 662. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [13]

            Dalam riwayat ad-Daruquthniy (663), “Sehingga Beliau meletakkan tangannya di atas dinding”. [14]

     عن ابن عمر قَالَ: أَقْبَلَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم مِنَ اْلغَائِطِ فَلَقِيَهُ رَجُلٌ عِنْدَ بِئْرِ جَمَلٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم  حَتَّى أَقْبَلَ عَلَى اْلغَائِطِ فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَى اْلحَائِطِ ثُمَّ مَسَحَ وَجْهَهُ وَ يَدَيْهِ ثُمَّ رَدَّ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم عَلَى الرَّجُلِ السَّلَامَ

            Dari Ibnu Umar berkata, “Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah datang dari arah jamban (wc) lalu ia ia berjumpa dengan seorang lelaki di dekat bi’r (sumur) Jamal. Lelaki itu lalu mengucapkan salam kepadanya namun Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidak membalas ucapan salam tersebut, hingga Beliau datang menghadap tembok dan meletakkan tangannya pada tembok tersebut. Beliau kemudian mengusap wajah dan kedua (telapak) tangannya. Lalu Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam membalas salam atas lelaki tersebut. [HR Abu Dawud: 331. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [15]

Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish showab.


[1]Rosa’il fi ath-Thaharah wa ash-Sholah halaman 27.

[2]Al-Wajiz fi Fiq-hi as-Sunnah wa al-Kitab al-Aziz oleh DR Abdul Azhim bin Badawiy halaman 70, cetakan Dar al-Fawa’id dan Dar Ibnu Rajab, cetakan ke 4 tahun 2009.

[3]Tafsir al-Baghowiy: II/ 17

[4] Aysar at-Tafasir: I/ 600.   

[5]Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 185, Shahih Sunan Abi Dawud: 309 dan Shahih Sunan an-Nasa’iy: 299.

[6]Shahih Sunan at-Turmudziy: 107, Irwa’ al-Ghalil: 153, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1667 dan Misykah al-Mashobih: 530.

[7]Irwa’al-Ghalil: I/ 316, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4223 dan Misykah al-Mashobih: 526.

[8] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4219.

[9]Yang diletakkan ke dalam hati musuh-musuh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam meskipun jarak antara Beliau dengan mereka sejarak satu bulan perjalanan. [Fat-h al-Bariy: I/ 437].

[10]Mukhtashor Shahih Muslim: 257, Irwa’ al-Ghalil: 285 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4222.

[11]Irwa’ al-Ghalil: I/ 316.

[12]Sebuah tempat dekat dengan kota Madinah [al-Wajiz halaman 73].

[13]Shahih Sunan Abu Dawud: 319 dan Shahih Sunan an-Nasa’iy: 300.

[14]Fat-h al-Bariy: I/ 442.

[15]Shahih Sunan Abu Dawud: 320.